22. Kannn....

184 27 11
                                    

Reyhan meletakkan kotak obat diatas meja usai mengobati tulang pipi Septian yang terluka. Anak itu masih meringis, merasa kaku pada wajahnya. Pukulan Alan ternyata bukan main kencangnya.

"Jelasin," satu kata singkat namun terdengar begitu tegas itu keluar dari bibir Alan. Tatapannya masih menyorot tajam pada eksistensi Septian yang sedari tadi berusaha menghindari tatapannya.

"Gue— gue gak tau harus mulai cerita dari mana," desahnya kebingungan. Ia menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa. Mengusap rambutnya kebelakang seolah bisa mengurangi perasaan campur aduk di dada nya.

"Gue gak mau tau, jujur, lengkap dan gak ada yang ditutupi!" ucap Alan tak ingin dibantah.

Jujur, melihat Alan seperti ini adalah pertama kalinya untuk mereka. Biasanya, jika Alan marah, ia hanya akan berpura-pura bodoh dan menghiraukan orang-orang disekitarnya, tapi meski begitu member akan langsung paham jika Alan sedang marah. Perlu diketahui, pemuda itu memiliki aura dominan yang kuat. Makanya, member kadang merasa segan pada Alan. Tapi meski begitu, mereka masih tetap bersikap biasa saja dan bercanda seperti biasa.

Bahkan, Reyhan dan Jaya yang lebih tua dari Alan pun langsung ciut ketika melihat kemarahan Alan kali ini. Mereka bahkan tidak berani mengeluarkan suara apapun karena takut diberi tatapan maut oleh Alan.

"Oke, gue ceritain semuanya, tapi jangan ada yang motong apalagi ketawa denger cerita gue," kata Septian yang langsung duduk tegak.

"Iya, iya, buruan makanya jelasin," sahut Gilang kepalang gemas.

Namun Septian kembali layu, "tapi gue malu banget," rengeknya seraya menutup wajahnya.

"Sep," nada peringatan dari Reyhan terdengar. Sekaligus mengkode bahwa saat ini tatapan Alan semakin menajam.

"Jadi gini, berawal dari gue suka sama cewek. Masih satu fakultas sama gue tapi kita beda angkatan. Beberapa kali gue deketin tapi ternyata susah banget. Sampe pada akhirnya, temen kelas gue sadar kalo gue lagi ngincer itu cewek. Kebetulan setelah gue kasih tau ceweknya, ternyata dia kenal. Mereka satu SMA katanya, ya udah gue makin semangat buat dapetin dia."

"Sampe pada akhirnya, temen gue berhasil comblangin gue sama tuh cewek. Kita jadian dan gak ada yang tau hubungan kita selain temen gue yang satu itu. Awalnya berjalan baik-baik aja, tapi tiba-tiba tu cewek ngilang. Gue gak tau dia dimana, sama siapa, lagi apa. Nomornya gak aktif, sosmednya juga. Sekali dapet kabar tapi dia cuma bilang maaf doang abis itu gue di blok."

Septian menghela nafas panjang dan kembali berbicara, "gue uring-uringan, gak jelas, suka tiba-tiba marah-marah, sensitif, gitu pokoknya lo semua juga tau kemarin-kemarin mood gue gimana."

"Iya, gak jelas banget lu jadi orang," timpal Kalio kesal. Namun ia langsung ciut ketika Septian menatapnya tajam. "O iya, gak boleh nyaut dulu, ya," gumamnya tersadar, ia menepuk bibirnya sendiri dan membiarkan Septian melanjutkan ceritanya.

"Terus tiba-tiba temen gue dapet info kalau ternyata itu cewek udah nikah sama tentara. Mereka nikah dan ngebiarin gue kebingungan sama hubungan gak jelas ini. Gak ada kata putus, gak ada penjelasan apapun. Dia juga ternyata pindah kampus. Rasanya disitu gue makin gila aja. Dan temen gue untungnya peka sama kesedihan gue, dia dengan ide jeniusnya ngajakin gue jualan aja biar gak terus mikirin itu cewek. Awalnya gue nolak, tapi akhirnya gue tetep mau."

"Temen gue bisanya bikin donat, jadi yaudah kita jualan donat aja. Beberapa kali gue bilang nginep dirumah temen itu ya, itu. Gue ngadonin donat di rumah temen gue. Kita jualin, alhamdulilah laku. Sampe rombongan yang kena kasus tadi itu denger gue jualan donat, mereka pesen 50 biji yang katanya buat ada acara. Gue seneng dong, udah gitu mereka juga mesennya berkali-kali jadinya gue juga sering komunikasi sama mereka."

[✓]FILANTROPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang