23. Jumat Berkah

216 31 2
                                    

"Asep buruan!"

"Duluan aja, ntar gue nyusul. Lagi nyari sepatu bentar!"

Rizwan berdecak kesal, "kita cuma mau jumatan, Sep, bukan pergi ngampus. Pake sendal yang ada aja, lah," namun tidak ada sahutan dari dalam. Akhirnya Rizwan mengajak teman-temannya untuk pergi lebih dahulu.

"Kira-kira hari ini jomet nya apa, ya? Nasi kotak? Nasi bungkus? Atau nasi kucing?" Tanya Jaya dengan eskpresi serius. Ia tolah-toleh pada Kalio dan Devano yang disebelahnya.

"Nasi tumpeng, sih, menurut gue," sahut Kalio mengangguk.

"Kita mau ibadah bukan datengin acara ulang tahun," seru Devano menggelengkan kepalanya heran.

"Terus, menurut lo nasi apa?" Tanya Jaya menoleh pada Devano.

"Kerak nasi kayaknya."

"Yeuuu, goblok!" Kata Jaya menempeleng lengan Devano. Lantas ketiganya tertawa.

"Jay, ibadah itu yang dicari pahalanya, bukan makanan apa yang bakal di dapet udahnya," celetuk Reyhan yang berjalan dibelakang mereka. Sedari tadi ia menyimak obrolan ketiga temannya itu.

"Oh, berarti nanti kalo lo dapet jomet, jometnya kasih ke gua aja, ya," imbuh Jaya menoleh ke belakang.

"Enak aja!" Seru Reyhan tak terima.

"Oit, bang, tungguin gue!"

Mereka menoleh saat suara Septian terdengar memekik dari kejauhan. Pemuda itu berlari menyusul seraya membenarkan letak kopiah hitam di kepalanya. Tapi yang menjadi perhatian member adalah, apa yang dikenakan Septian.

Memakai koko dan sarung itu bukan masalah. Tapi dikakinya, ia mengenakan sepatu boots. Sepatu boots. Mana berwarna kuning menyala. Entah dia dapatkan darimana sepatu itu.

Semuanya menyorot anak itu dengan pandangan heran dan jenaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semuanya menyorot anak itu dengan pandangan heran dan jenaka. Bagas yang tak tahan bertanya, "Lo mau jumatan apa mau nguli bangunan? Segala make sepatu boots segala."

"Fashion, sih, fashion, tapi gak lo mix sarungan terus sepatu boots juga kali," timpal Gilang menyela. Ia memperhatikan Septian dari atas sampai bawah, lantas menggeleng tak habis pikir. Sisanya hanya tertawa menanggapi.

"Sep, perasaan gue liat baru aja kemaren lo beli sendal baru. Kenapa gak pake sendal aja?" Tanya Alan heran.

Septian menjentikkan jarinya, "nah itu, karena itulah gue make sepatu boots ini ketimbang sendal baru gue. Lo tau gak sih? Tiap gue make sendal ke mesjid, berangkatnya masih aman, sendal gue masih bagus. Tapi baliknya, tiba-tiba aja itu sendal bertransformasi jadi sendal jepit bulukan yang ditambal-tambal. Gue frustasi, dan gue gak mau mengulang kesalahan yang sama untuk kali ini. Coba liat, orang mana yang mau nukerin sendal buluknya sama sepatu gue?" Beber Septian dengan ekspresif sambil menunjukkan kakinya.

[✓]FILANTROPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang