20. Septian Kenapa?

169 26 9
                                    

"Iya, udah gue transfer sesuai permintaan lo. Oke, makasih, bro."

Samar-samar Bagas mendengar sedikit percakapan sepihak Septian bersama temannya itu sebelum telepon ditutup. Mereka berdua masih berada di supermarket untuk berbelanja kebutuhan dapur. Harusnya bertiga, tapi tadi tiba-tiba saja Devano mengatakan ada urusan yang sangat penting sehingga tidak bisa ikut menemani mereka.

"Eh, udah selesai?" Tanya Septian baru menyadari saat ia berbalik ternyata Bagas menunggunya.

"Udah," angguknya. Melihat Bagas tampak kesusahan dengan kantong-kantong belanja, Septian inisiatif mengambil beberapa kantong untuk dia bawa sendiri.

Keduanya mulai berjalan keluar dari supermarket. Namun disini, yang membuat Bagas keheranan adalah, seperti ada yang berbeda dengan Septian. Ia terlihat lebih tenang dan sedikit, ya sedikit lebih seperti manusia biasa pada umumnya.

Soalnya dia biasanya selalu bertingkah layaknya setan.

"Kayak ada yang aneh gak, sih?" Tanya Bagas heran.

"Hm?" Septian menoleh lalu menyahut, "apa yang aneh?"

"Lo yang aneh."

"Gue?"

Bagas mengangguk, "gak biasanya tadi ada yupi didepan mata tapi lo cuma lewatin gitu aja. Biasanya asal maen comot kayak kesurupan iblis yupi."

Septian tertawa mendengarnya, "stok gue di asrama masih banyak, kalo beli lagi nanti yang ada ketahuan sama bang Alan. Gue gak rela kalo yupi gue di ambil semua," katanya seraya menggeleng, membayangkan jika itu semua terjadi.

"Bagus kalo lo udah mulai sadar," gumam Bagas bersyukur.

"Langsung balik, nih?" Tanya Septian seraya mengenakan sabuk pengaman.

"Ya emang mau kemana lagi?"

Septian terkekeh sebentar sebelum menjawab, "nggak, gue cuma nanya aja."

Bagas tak mengatakan apa-apa, lantas ia mulai melajukan mobilnya. Tidak ada percakapan selama perjalanan, Septian juga hanya diam memainkan ponselnya. Wajahnya terlihat serius dengan jari-jarinya sibuk mengetik.

Sampai pada mereka sampai di asrama, keduanya sibuk mengeluarkan dan membawa belanjaan itu masuk. Hanya ada Kalio dan Jaya yang sedang tiduran terlentang di ruang tengah dan menonton film.

"Pada belum balik?" Tanya Bagas usai meletakkan barang-barang diatas meja makan. Sedangkan Septian memilih pergi ke kamarnya.

"Belum," singkat Jaya lalu bangkit dan menghampiri Bagas. "Beli kiko, kan?"

"Ada di kantong itu," jawabnya menunjuk kantong plastik lainnya. Jaya tersenyum dan mengobrak-abrik isi dari plastik itu. Ada tiga bungkus kiko yang masih beku, ia mengambilnya dua untuk ia makan sendiri dan Kalio, sisanya ia masukkan ke dalam lemari pendingin.

"Gue berangkat lagi, ya, ada urusan," celetuk Septian setelah keluar dari kamarnya hanya untuk mengganti jaket.

Ketiganya menoleh cepat pada Septian, "mau kemana lagi?" Tanya Bahas heran.

Fokus Septian masih terpaku pada ponselnya, namun ia tetap menjawab, "ada kumpul-kumpul, biasa, anak muda."

"Kenapa tadi gak sekalian aja?" Tanya Kalio setelah menerima uluran kiko dari Jaya. "Makasih."

Pemuda yang memakai kacamata frame hitam itu menatap Kalio, "suka-suka gue." Lantas ia menoleh pada Bagas yang sedari tadi memperhatikannya, "gue berangkat bawa mobil sendiri, ya, bang."

"Balik jam berapa?" Teriak Bagas karena Septian sudah mencapai pintu.

"Gak tau, ntar gue kabarin lagi. Pamit, ya, assalamu'alaikum," serunya lalu hilang dibalik pintu.

[✓]FILANTROPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang