Bricia 45🔮

14.2K 1.2K 173
                                    

H̤̮a̤̮p̤̮p̤̮y̤̮ R̤̮e̤̮a̤̮d̤̮i̤̮n̤̮g̤̮!̤̮

●○●○●○●○




















Masih dihari yang sama namun jam diatas dinding dekat sofa ruang rawat menunjukkan pukul 13.00 siang hari namun matahari diatas langit malah tertutup awan hitam, kejadian pagi itu membuat Miller waspada takut Bricia kembali melakukan hal aneh karena kedatangan Romero.

Tapi sejauh dia menyuapi putrinya, gadis itu hanya diam menelan bubur hambar tersebut dengan pandangan kosong dan punggung disandarkan kebelakang kasur yang telah diberi bantal.

Sorot matanya seakan tak memiliki gairah hidup.

"Ayo satu suap lagi," dengan suara lembut Miller menyodorkan kembali sendok kemulut Bricia yang terbuka kecil, "Setelah ini kamu istirahat ya, kata dokter kamu gaboleh capek-capek dulu. Abaikan pria tadi Daddy gaakan ninggalin kamu disini, diluar juga penjaga bakal cegah siapapun buat masuk dulu."

"Aku insomnia, jangan maksa aku buat tidur dan tidur," Bricia melirikan bola matanya menatap dingin sang Ayah, "Kenapa Daddy buang Cia?"

Pertanyaan Bricia membuat Miller mati kutu, pria itu berdiri hendak menarik tangan Bricia namun gadis itu menjauhkannya cepat, ia memalingkan wajah kembali kedepan lalu kekehan sumbang keluar dari sela bibir pucat dan pecah-pecah itu.

"Kalau dipikir-pikir hidup emang jahat banget ya, dari awal sampai akhir gaada sedikitpun kebahagiaan yang aku dapat. Dianggap pembawa sial sampai dibuang saat masih bayi, tinggal di panti, dihina murid-murid cuman karena aku diangkat jadi keluarga Demetrio, dinilai gak tau diri, ketemu cowok brengsek ... Di siksa sampai puncak akhirnya aku mati dibunuh," detik selanjutnya setelah Bricia menggumamkan semua itu Miller memeluk tubuh kecilnya dengan kecupan bertubi di pelipis sang putri.

"Semuanya salah Daddy, maaf sayang maaf. Daddy memang tidak pantas menyandang gelar ayah itu, maaf membuat hidup putriku menderita selama ini ... Daddy bersalah, Daddy bodoh, kamu boleh membenci Daddy sayang kamu--"

"Kalau aku gamau anggap Daddy, Ayahku lagi bagaimana?"

Jantung Miller mencelos mendapat pertanyaan polos dengan tatapan penuh luka putrinya, dia merutuki semua kesalahannya sampai hari-hari gelap yang selalu dijalani Bricia tidak ia ketahui.

"Kenapa Daddy harus buat aku lahir kedunia ini kalau Daddy cuman cinta sama Mommy? Saat itu bahkan buat buka mata aja aku masih gabisa, saat semua anak yang baru lahir memimpikan kulit mereka bersentuhan dengan Ayah atau Ibunya, aku cuman bisa genggam jari telunjuk Dokter, aku nangis karena lapar, suara kecilnya gaakan buat Daddy tuli seketika. Tapi ... " air mata Bricia berlomba turun membasahi pipi tirusnya, "Daddy malah nyuruh mereka buat buang tubuh kecil bayi gak berdosa itu, aku gak pernah denger sapaan kecil dari Ayahku sendiri bahkan buat nama aja dia gasudi buat ngasih. Apa Daddy gak terfikir kesana? Bricia emang salah, Bricia udah misahin--"

"Cukup! Cukup jangan mengatakan apapun Daddy mohon sayang," Miller memeluk kalut tubuh putrinya dengan pejaman mata sekali yang membuat air matanya lolos, "Kata maaf aja ga cukup buat bayar semua rasa sakit kamu ... kamu permata, cinta, sayang, dunia Daddy. Menyesal, Daddy menyesalinya sayang Daddy mohon ampuni semua kebodohan Daddy, menelantarkan kamu adalah dosa terbesar yang Daddy sesali seumur hidup ... "

Bricia masih diam namun cengkraman kuat di selimutnya menandakan seberapa menahan kesal dan marahnya ia sekarang, Miller menekan dan mengelus belakang rambut Bricia, "Daddy harus apa biar kamu ampuni kesalahan Daddy? Apapun, apapun akan Daddy berikan."

Pelukannya merenggang dengan Miller membingkai wajah pucat Bricia, Bricia tatap mata sendu dengan jejak air mata di bulu matanya itu, bolehkah Bricia bilang jika dia tidak mau menganggapnya sebagai seorang Ayah? bolehkah dia membuang semua harapan Miller selayaknya pria itu membuang dia dulu?

Bricia's world (Proses Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang