02. Ternyata, Itu Kamu

46 20 81
                                    

Bagaikan adegan dalam novel atau film romansa. Pertemuan ini benar-benar tidak pernah terduga sebelumnya. Entah itu dari Isa sendiri ataupun dari Sofia yang kini mematung di halaman tokonya menatap kehadiran laki-laki yang sudah lama tak ia lihat lagi.

"Kok?" heran gadis itu antara terkejut dan bahagia. Dia benar-benar Isa, 'kan? Pikirnya kacau.

"Bukannya kamu di Riau, ya?" tanya Sofia masih keheranan.

"Bukannya kamu juga di Aceh?" Isa balik bertanya.

"Medan sama Aceh deket. Jadi wajar aja aku disini," jawab Sofia kemudian.

"Ya, Riau sama Medan juga deket."

Entah pembahasan seperti apa itu. Yang jelas, orang-orang di toko grosir bertuliskan 'Anugrah' itu tampak menikmati drama pagi-pagi yang dilakoni Isa dan Sofia.

"Jadi, kalian saling kenal?" tanya Bunda Isa yang keluar dari toko sembari membawa sekantong telur untuk ia masak pagi ini dan sebagian lagi menjadi stok untuk beberapa hari ke depan.

Mama Sofia dari bangku kasir hanya bisa memfokuskan pendengarannya untuk mendengar lebih lanjut pasal hubungan Sofia dengan tetangga baru mereka.

"Kita dulu satu SMP," jawab Sofia cepat.

"Satu SMP? Isa dulu SMP-nya di kampung. Di Aceh, kamu orang Aceh juga?"

"Iya, Tante."

Detik itu juga Bunda Isa tersenyum bahagia. "Ya Allah, Bunda juga orang Aceh, udah lama nggak ketemu orang satu daerah. Kampung mana dulunya?"

"Oh, lon Ujong Rimba, Meugit."
(Oh, saya dari Ujong Rimba, Meugit.)

"Meugit? Toe that goe, Bunda dari Paloh."
(Meugit? Dekat juga. Bunda dari Paloh.)

"Tahu, Bun. 'Kan Bunda Ibunya Isa."

Bunda tertawa. "Iya juga ya. Ih, ketemu teman satu SMP kok mukanya judes, Sa."

Isa hanya diam tanpa berniat mengatakan apa-apa. Mungkin masih kaget dengan pertemuan tak terduga ini.

"Anak itu selalu aja. Maaf ya, Sofia. Isa makin berubah, ya?"

"Iya, tan. Dia jadi kelihatan beda."

***

Brak!

Pintu kamar ditutup dengan keras. Isa menyenderkan badannya di belakang pintu dengan pikiran tak karuan. Tunggu ... ini bukanlah mimpi 'kan?

Sofia kini berada di depan matanya. Itu Sofia, gadis yang paling ia cintai. Selama bertahun-tahun ia memendam perasaan itu dan sekarang ia kembali dipertemukan dengannya.

Namun, kenapa dari tadi ia mendadak kaku? Bahkan sekedar bertanya bagaimana kabar gadis itu setelah sekian lama saja ia tidak bisa.

Isa kemudian duduk di atas kasurnya sembari menetralkan napas. Jantungnya berdetak sangat cepat dari biasanya dan itu sangat jelas. Saat menatap cermin, ia tahu telinganya sudah memerah layaknya kepiting rebus. Memalukan.

Ia jadi mengingat kembali kenangan tujuh tahun lalu. Saat ia hendak pindah dari Aceh ke Riau, tahun 2018. 

2018, Kelas 8 SMP.

"Pinah, ho?" ("Pindah, kemana?") tanya Sofia kenapa Isa di depan anak-anak kelas yang lain. Saat itu, Isa sudah menceritakan semuanya kepada teman-temannya bahwa ia akan segera pindah.

"U Riau." ("Ke Riau.") Jelas terlihat raut sedih dari wajahnya. Teman-temannya disini begitu menyenangkan, ia bahagia bermain bersama mereka. Terlebih lagi, ada Sofia, gadis yang ia cintai. Pindah kali ini, sangat berat.

"Ooo, kakeuh lah, hati-hati." ("Ooo, oke lah, hati-hati.") Usai mengucapkan kalimat itu, Sofia langsung keluar dari kelas, gadis itu terlihat baik-baik saja dengan hal itu, seolah tidak masalah jika Isa pergi kemanapun bahkan menjauh dari sisinya.

"Dari dulu dia paling nggak suka sama aku." Kini, Isa menunduk. Mengingat kembali seberapa bencinya Sofia kepada dia dahulu. Bukan benci yang gimana-gimana sih, Isa sering menjahili Sofia, dan mungkin gadis itu risih karenanya.

"Hah, tapi bodoamat. Sekarang dia ada disini, di depan mata. Rugi kalau aku nyerah gitu aja."

***

"Siapa dia, Kak?" Adik Sofia, Margaretha tampak penasaran dengan sosok yang tadi sempat berbicara dengan kakaknya. Lumayan tampan, apa mungkin pacar kakak, ya? Batinnya nakal.

"Isa, temen kakak dulu. Nggak nyangka bakal ketemu lagi di sini."

"Yakin cuma temen?" goda Margaretha lagi. Anak kelas 2 SMP ini tampak begitu senang menggoda kakaknya yang polos-polos ngeselin.

"Iyalah. Dia asik orangnya, pas dia pindah kakak sempat ngerasa kesepian, soalnya di kelas udah nggak ada yang bikin lawak."

"Itu artinya kakak rindu sama dia. Nggak terima kalau dia pindah."

Sofia hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar teori liar adiknya itu. "Enggak lho, kakak murni anggap Isa teman, nggak lebih."

Margaretha terdiam. Ia cukup kasihan kepada Isa tentang ini. Laki-laki itu jelas menyukai kakaknya, tetapi tidak kunjung mendapatkan balasan yang setimpal. Bagaimana mungkin Sofia tidak merasakan jatuh cinta di usia yang sudah menginjak 20 tahun? Sungguh aneh. Dia yang masih kelas dua SMP saja sudah tahu cinta-cintaan, tetapi kakaknya sungguh berbeda.

"Terus, kalau misalnya nanti bang Isa nembak Kakak, kakak mau?"

"Pikiran kamu kejauhan, Mar! Kakak seneng ketemu dia. Nggak usahlah bahas gitu-gituan."

Hah, ini bakal rumit. Batin Margaretha dalam hati.

RUKO With Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang