07. Dia, Yang Tersakiti

20 4 2
                                    

Bel pulang berbunyi. Anak-anak mulai mengambil tas dan berniat pulang. Mereka bahkan meninggalkan tugas kelompok dengan sendirinya di atas meja tanpa peduli guru yang kini mengomel di depan sana.

Begitupun dengan Sofia. Gadis itu bergegas keluar kelas setelah bersalaman dan mengikuti teman-temannya yang lain untuk segera pulang.

"Sofa!"

Gadis itu mengerutkan dahinya. Lagi dan lagi, laki-laki kurus kerempeng itu memanggilnya dengan panggilan 'Sofa.'

"Tem woe ngen lon?"
(Mau pulang sama aku?)

Sofia mengerutkan keningnya sesaat. "Beda arah. Kah keudeh lon kunan."
(Beda arah. Kamu kesana, aku kesitu.)

Isa menggeleng. "Jak ju, ku intat buet lon. Ek bek trep!" (Ayolah. Aku yang anterin.  Naik!)
Isa memperlihatkan sepedanya, mungkin sepeda baru yang baru saja ia beli. Masih terlihat sangat bersinar.

"Cie .. cie." ejek beberapa anak-anak yang melihat kejadian barusan. Sofia malu, sangat malu. Ia tidak mau orang-orang menyangka ia dan Isa dekat.

"Hana beh! Bangai re, Isa. Peu hom. Jak weh deh!"
(Enggak ya! Isa bodoh! Nggak jelas! Awas sana!) Setelah mengucapkan hal barusan Sofia langsung pergi dari sana dengan jengkel.
Saat itu ia tidak tahu, bahwa ada hati yang patah pertama kali, dan itu olehnya.

***

Sofia duduk di meja kasir sembari melamun. Sementara di sampingnya, terlihat Margaretha yang mendadak sibuk karena kakaknya sedang tidak dalam kondisi baik untuk bekerja.

"Kesana deh! Biar aku yang jagain aja. Kakak kayak lagi sakit gitu."

Sofia mengangguk kecil. Segera berdiri dari kursi kasir dan melangkahkan kakinya menuju keluar toko. Dia kemudian duduk di jok motor milik mamanya yang sedari tadi terparkir di sana.

Tadi pagi ia bermimpi dan mimpi itu sangat jelas. Ia mengingat kembali perlakuannya kepada Isa dahulu.
Itu bukanlah sekedar mimpi. Itu pengulangan dari kenangan masa lalu yang perlahan pudar dari ingatannya saat ini.

Apa mungkin ia telah menyakiti hati Isa, ya? Siapapun akan begitukan jika mendapatkan perlakuan yang sama? Bahkan dirinya sendiri pun akan merasakan sakit hati ketika mendapatkan penolakan.

Bagaimana mungkin Isa masih terlihat biasa-biasa saja bahkan ketika itu semua terjadi? Sofia ingat, keesokan harinya Isa malah menyapa dia dengan senyuman tengil yang selalu laki-laki itu berikan.

Klink

Bang Vito

Sofia, jalan yuk!

Sofia melihat pesan yang baru saja dikirim Vito untuknya. Hah, tampaknya laki-laki ini benar-benar menyukainya ya, seperti perkataan Bang Musa kemarin.

Anda

Kemana?

Bang Vito

Entah, kamu ada rekomendasi nggak?

"Cepet banget balasnya," gumam Sofia keheranan.

Anda

Aku juga kurang tau. Eh, tapi kayaknya aku lagi nggak bisa jalan deh bang. Harus jaga toko, mama lagi nggak di rumah.

"Masa sih?"

Sofia kaget. Menatap kesamping dan mendapati keberadaan Vito di sana. Pria itu tersenyum, menertawakan tingkah Sofia yang tampak linglung setelah ketahuan berbohong.

RUKO With Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang