Sebenarnya Sofia ingin memaki dirinya sendiri kala melihat wajah Isa beberapa Minggu lalu. Ia merasa bersalah, sangat merasa bersalah atas semuanya. Walaupun Sofia jelas tidak tahu kenapa ia harus merasa hal seperti itu? Ingat, mereka bahkan tidak saling mengungkapkan cinta atau sebagainya, jadi kenapa ia terlihat sebagai gadis yang baru saja selingkuh dari sang pacar?
Saat bersama Vito, sebisa mungkin Sofia mencoba menikmati suasana. Walau ia tahu, dari lubuk hatinya ia ingin Isa, ia ingin bersama dengan Isa, menghabiskan waktu di rooftop seperti hari-hari sebelum ia dan Vito berpacaran. Namun, bukankah sudah terlambat? Sofia menyesal kenapa ia harus menerima pengakuan Vito.
Apakah dia pacar yang kurang ajar? Mungkin saja iya.
"Sayang, makan dulu lah! Kok melamun dari tadi?"
Mata cantik Sofia kini menatap Vito, laki-laki yang sudah ia pacari selama tiga Minggu ini. Sedikit tersenyum kecil berusaha membuat suasana tidak terlalu canggung, Sofia kemudian mengangguk dan mengambil setusuk sate kambing yang terhidang di depan mereka. Gadis itu memakan dengan pelan, masih memikirkan hal lain ketimbang mendengar obrolan Vito yang ia 'tak paham.
"Habis ini kita mau kemana lagi?" tanya laki-laki tampan itu dengan senyuman yang 'tak pernah hilang dari wajahnya. Bagi Vito, Sofia tentu saja gadis yang ia cintai dan akan tetap ia cintai sampai kapanpun, walau ia jelas tahu hati Sofia masih belum lepas dari bayang-bayangan laki-laki lain. Vito 'tak tahu jelas siapa sosok tersebut, tetapi menurut tebakannya selama ini, mungkin laki-laki yang membuat Sofia jatuh cinta adalah Isa.
Tak ada jawaban selama beberapa waktu, Sofia tampak berpikir, ia ragu untuk melanjutkan perjalanan. Apa mungkin mereka pulang saja? Tetapi baru jam 08.12, Vito jelas akan merasa sedih jika ia bertingkah seperti itu.
"Aku ikut kemana aja kamu bawa."Mendengar itu Vito tertawa keras, membuat beberapa pasang mata menatapnya penuh tanda tanya. "Jangan sampe kamu ngomong gitu ke cowok lain! Bahaya, tau-tau dibawa ke tempat nggak jelas."
Sofia mendelik. "Ih maksud aku bukan gitu!"
"Makanya kalau ngomong hati-hati, Sayang."
Sofia terpaku, bukan karena ia merasa senang dengan panggilan Sayang yang selalu Vito lontarkan untuknya. Saat Vito memanggil dengan embel-embel 'Sayang,' Sofia tidak merasakan debaran ketika Isa memanggilnya dengan sebutan 'Sofa'. Ejekan yang selalu membuat dirinya berdebar bahkan sampai saat ini. Tunggu, apakah ia benar-benar pacar yang kurang ajar? Berani-beraninya memikirkan laki-laki lain ketika sedang dengan sang kekasih.
"Kita pulang aja."
***
Vito menghentikan motor matic-nya di depan toko Sofia yang masih buka. Para pekerja tampak sibuk, apalagi ketika Mama dan Papa Sofia yang katanya sedang pergi ke acara pembukaan toko baru teman-temannya, dan Margaretha juga ikut. Itulah mengapa mereka sibuk karena kurangnya para pekerja.
Sofia turun tanpa mengatakan apa-apa, mengembalikan helm milik Vito dan hendak melangkahkan kakinya ke dalam toko, akan tetapi, perkataan Vito barusan membuat langkahnya terhenti. "Kita kayaknya harus ngelurusin sesuatu deh."
Tidak ada jawaban, Sofia kemudian berbalik dan memperhatikan Vito yang kemudian juga turun dari motornya, ia mendekati gadis itu, matanya menyiratkan kesedihan.
"Kita udah pacaran selama tiga Minggu dan kamu kayaknya belum benar-benar serius sama aku, Sof."
"Serius?" tanya Sofia keheranan. "Bukannya kamu yang waktu itu ngomong ke aku kalau bakal yakinkan perasaan aku? Jadi tunggu aja kapan pastinya."
Vito membasahi bibir merah alaminya yang mulai mengering. Ia sedikit menunduk, lalu kembali mengunci manik mata Sofia yang tampak 'tak pernah bahagia menatapnya. "Iya aku emang ngomong kayak gitu. Tapi harusnya kamu juga usaha, Sofia! Kamu bimbang dan buat aku ikutan bimbang. Harusnya kamu bisa tahu setelah tiga Minggu ini 'kan? Siapa sebenarnya yang ada di hati kamu?"
Suara Vito sedikit meninggi membuat beberapa pasang mata menatap mereka. Orang-orang di toko, para pekerja dan termasuk pelanggan ikut menonton drama yang dilakoni sepasang kekasih di depan toko. Sangat mendebarkan dan membuat mereka terkepo-kepo.
"Tiga Minggu nggak akan bisa nyimpulin apapun! Cuma tiga Minggu, Vito!"
Vito tertawa sumbang. "Cuma kata kamu? Iya buat kamu yang nggak suka sama aku jelas itu cuma tiga Minggu. Tapi bayangin, aku .., aku udah lama suka sama kamu dan dapat kesempatan berharga selama tiga Minggu ini benar-benar surga. Aku tahu kamu belum suka sama aku, aku ngerti, tapi setidaknya tolong bahagia kalau lagi sama aku. Tolong lupain dia selama lagi sama aku." Laki-laki itu memohon lirih. Entah kenapa ia jadi sedikit emosional. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang ia rasakan sekarang, ia hanya ingin Sofia senang memilihnya.
Tidak ada jawaban, sunyi, hening. Hanya suara di toko yang sedikit mulai kembali melanjutkan kesibukan karena tidak ingin terlalu kentara kalau mereka sedang menguping.
Sementara Sofia tidak tahu harus bagaimana, ia benar-benar bingung. Ya perkataan Vito memang ada benarnya, ia juga mempertimbangkan hal itu. Namun, ini diluar kendali, apa yang harus ia lakukan sekarang?
"Yaudahlah kita putus aja."
Mata Vito sedikit melebar, ia tidak menyangka Sofia akan mengatakan hal itu. Putus? Yang benar saja.
"Lagian kamu tau aku nggak suka kamu. Kalau kita lanjut semuanya bakal lebih rumit, dan kamu bakal lebih sakit hati." Gadis itu memainkan kukunya gelisah. Ya ia memang ingin putus dengan Vito, tetapi entah kenapa ia merasa takut. Apalagi ketika merasakan aura Vito tidak seperti biasanya. Tidak lagi ada senyum manis yang selalu laki-laki itu tampilkan.
"Nggak akan!"
"Hah?"
Vito mendekat, mengikis jarak antar mereka berdua. "Nggak akan!"
Sofia menggigit bibir bawahnya, ia tahu Vito sedang marah, tetapi ia bingung harus mengatakan apa untuk meredakan amarah yang sedang meluap-luap itu.
"Aku sebenarnya suka sama Isa!" teriak Sofia sembari menyurutkan langkahnya ke belakang.
"Aku tahu."
Tentu saja jawaban cepat dari laki-laki tampan tersebut membuat Sofia terkejut. Kenapa dia bisa tahu?
"Aku tahu, kamu suka sama Isa udah jadi rahasia umum buat orang-orang sekitar sini. Tapi emangnya kenapa? Selama dia nggak suka kamu, dan selama kamu masih jadi pacar aku, emangnya kenapa? Itu nggak penting, Sof."
"Kamu gila!"
Vito mengangguk. "Iya aku emang gila, tapi aku udah capek, Sofia. Aku capek pas kita berduaan kamu selalu mikirin cowok itu! Kamu nggak denger emangnya?"
"Denger apa?"
"Isa juga udah punya pacar!"
***
"Sofia, di antara aneuk agam lam kelas, soe pileh?" (Sofia, di antara cowok-cowok di kelas, kamu pilih siapa?) tanya Rina, ketika para siswi kelas mereka sedang berada di kantin. Sementara anak laki-laki sedang asik bermain voli di lapangan karena ini memang jam olahraga.
"Heuh? Peujeut payah pileh?" (Hah? Kenapa harus dipilih?)
"Keu galak-galak." (Iseng-iseng aja.)
Sofia tampak berpikir, tetapi tak lama setelah itu ia kembali menatap teman-temannya yang tampak menunggu jawaban. "Mungken, Isa." (Mungkin Isa)
"Oooo, paken???" (Ooooo, kenapa?) Rina mendelik penuh curiga, sementara Sofia hanya menggeleng tak tahu.
"Hom, hana alasan." (Nggak tau, nggak ada alasan) jawab Sofia tampak ragu. Sebenarnya ia juga tidak tahu kenapa harus memilih Isa di antara yang lainnya. Akan tetapi, kenapa jantungnya tiba-tiba berdebar? Apa mungkin ia punya riwayat jantung, ya ampun dia masih terlalu muda untuk dipanggil sang pencipta.
Tidak, dia tidak boleh mati dahulu!
KAMU SEDANG MEMBACA
RUKO With Love [END]
Short StoryIsa pindah kota saat ia kelas 2 SMP. Meninggalkan sesosok gadis yang ia cintai di sana dengan hati yang tak rela. Namun, beberapa tahun kemudian, mereka kembali dipertemukan di rooftop ruko yang bertetanggaan saat malam hari. Siapa sangka itu menjad...