Dering ponsel mengganggu istirahat Isa. Dengan malas-malasan ia bergerak mengambil ponsel di atas nakas dan mengangkat panggilan tanpa melihat siapa yang menelepon.
"Ini nomornya Isa, ya?"
Isa menaikan sebelah alisnya mendengar suara yang asing tersebut. Siapa yang meneleponnya saat ini? Jelas bukan orang yang ia kenal.
"Iya, ini siapa?"
"Gama."
Mata Isa terbelalak. Namun, ia berusaha terlihat tenang agar tidak menimbulkan kesan apapun. Tetapi, kenapa Gama—mantan pacarnya Erika kini meneleponnya? Ada yang tidak beres.
Laki-laki itu kemudian memperbaiki posisi duduk menjadi lebih nyaman, ia rasa obrolan ini akan panjang."Dahlah gak usah lama-lama yakan, kau kesinilah! Ke tempat Musa biasanya nongkrong, ada yang perlu aku omongin."
"Apaan?" Isa jelas tak paham.
"Ini masalah Erika, kau pacarnya yang baru 'kan? Kesini! Jangan lama! 5 menit telat, info penting kandas."
Isa meneguk ludahnya kasar. Ia kemudian mematikan ponsel dan mengambil kunci motor yang juga terletak di atas nakas, tak lupa juga meraih hoodie hitam miliknya yang tadi tergeletak di atas kasur dan segera meluncur pergi.
***
Warkop Agam terlihat di depan mata. Isa awalnya bingung hendak ke warkop Agam yang mana, pasalnya di Medan, warkop dengan nama 'Agam' ada di mana saja. Tentu saja Isa kemudian menyuruh Gama mengirim lokasi, dan ternyata tidak terlalu jauh dari rumahnya.
Langkah kakinya berjalan tenang ke dalam warkop, menatap keberadaan laki-laki berseragam putih abu-abu yang kini duduk dengan kedua orang yang ia kenal. Ya menurut perkataan Gama tadi, ia memakai baju seragam putih abu-abu dan duduk di dekat Musa dan Vito.
Walaupun Isa sempat heran, ternyata laki-laki yang suaranya terlihat seperti orang dewasa itu masihlah remaja labil kelas 3 SMA."Abang juga disini?"
Musa menatap adiknya malas. "Menurut kau kek mana? Duduk dulu ada yang perlu mereka kasih paham!" ujarnya, kemudian mengambil kopi yang terhidang di depan mata dan menyeruputnya perlahan.
Isa kemudian duduk di salah satu kursi dan menatap mereka bertiga yang tampak serius. Jujur ia tidak tahu apa yang terjadi saat ini, entah kabar buruk atau kabar baik. Akan tetapi, Isa bisa merasakan kabar buruk lah yang akan mereka beberkan untuknya.
"Erika ngomong apa aja tentang aku?" Akhirnya Gama membuka suara.
Anak SMA tersebut tampak ugal-ugalan, rokok ditangannya yang terlihat sudah hampir habis pertanda ia sudah menghisapnya sedari tadi, rambut gaya mullet yang menghiasi kepalanya terkesan layak preman modern. Isa heran, bagaimana anak ini bisa lolos dari guru-guru saat razia? Apa mungkin saat ini tidak ada razia rambut lagi seperti dahulu? Sungguh enak anak-anak zaman sekarang.
"Katanya kau suka gangguin dia," jelas Isa singkat. Ia masih tidak paham arah pembicaraan, melihat ketiga laki-laki di depannya tidak menatapnya dengan jelas. Mereka sibuk melakukan kegiatan masing-masing.
"Jelasin yang benar lah!" protes Musa membuat Isa hanya bisa menghela napasnya pasrah.
"Kata dia, mantan pacarnya dia ngancam harus balikan, kalau nggak mau bakal digangguin seumur hidup." Isa berusaha menjelaskan sesingkat mungkin. Ada rasa 'tak nyaman ketika berkumpul dengan mereka saat ini. Tentang abangnya, ya Bang Musa jelas terlihat lebih dingin dari biasanya. Entah apa yang sebenarnya terjadi.
"Kamu kenak tipi itu! Bisa-bisanya percaya sama cewek kek Erika. Keliatan alim, nyatanya enggak."
"Apa maksudnya?" Isa menaikkan suaranya sedikit lebih tinggi. Ia sedikit emosi mendengar Gama menjelek-jelekkan Erika, walaupun tidak punya perasaan apapun kepada gadis itu, Isa hanya merasa Gama tidak pantas melontarkan kata-kata yang tak layak.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUKO With Love [END]
Short StoryIsa pindah kota saat ia kelas 2 SMP. Meninggalkan sesosok gadis yang ia cintai di sana dengan hati yang tak rela. Namun, beberapa tahun kemudian, mereka kembali dipertemukan di rooftop ruko yang bertetanggaan saat malam hari. Siapa sangka itu menjad...