08. Ini, Perasaan Apa?

18 4 0
                                    

Isa merebahkan diri di atas kasurnya sembari menatap langit-langit kamar. Seusai mandi dan makan malam bersama, Isa akhirnya memutuskan untuk tidur.
Atau, mungkin ia tidak akan tertidur lelap seperti seharusnya.

"Lho, Kak Isa?"

Semuanya menoleh ketika Margaretha memanggil nama Isa. Entah kenapa mereka semua merasa bersalah, padahal tidak ada kesalahan yang mereka perbuat. Namun, Isa tahu maksud dari tatapan mereka saat itu. Margaretha dan keempat pekerja yang menatapnya penuh kasihan.
Ya, iya tahu perasaannya kepada Sofia memang terlihat begitu jelas, dan untuk sekarang ia memang tidak berniat menutupinya lagi.

Lagi .., tetapi sudah terlambat. Sofia baru saja memiliki kekasih.

Isa mengabaikan tatapan bersalah Sofia yang seakan-akan terlihat seperti tatapan gadis yang menyelingkuhi pacarnya. Mereka bahkan tidak pernah saling mengungkapkan cinta, jadi tidak ada yang harus disalahkan.
Ya, Isa memilih untuk terlihat biasa-biasa saja walau sebenarnya tidak.

"Tepung Sajimu ukuran besar sama minyak makan kemasan satu, Mar."

Selama beberapa detik, Margaretha tampak bingung, lalu sesaat kemudian remaja itu mengangguk dan menyuruh salah satu pekerja untuk mengambil barang yang Isa perlukan.

"Ada apa dengan situasi ini?" Suara Vito tampak jelas terdengar karena yang lain terdiam. Sofia tidak berniat menjelaskan, tetapi Wanda hanya tertawa dan mencoba meluruskan suasana.

"Ah enggak. Kita semua cuma kaget sama kalian yang tiba-tiba pacaran. Mana kau nembaknya di depan toko lagi."

Vito menggaruk tengkuknya yang 'tak gatal. "Habisnya sih, Sofia nggak mau aku ajak jalan-jalan."

Bukannya membuat suasana menjadi lebih baik, Wanda malah tampak memperburuknya. Ia merutuki dirinya sendiri karena hal itu, sementara tiga temannya, Agung, Rama, dan Hakim hanya bisa menghela napas kasar.

Seusai membayar barang belanjaannya, Isa segera pergi tanpa berniat menyapa. Dia ingin segera jauh dari tempat ini, segera pulang dan tidur. Dan, ia harap ia bisa melupakan ini semua.

Ya, itu harapannya tadi sore. Buktinya, sudah jam  00.58 ia masih belum tertidur juga. Hatinya benar-benar terasa sangat sakit, seolah-olah ditumpuki banyak beban yang berat, membuat sesak, tak berdaya. Hanya saja Isa menolak untuk menangis. Pikirnya, menangis hanya akan membuat ia terlihat lemah.

Mencintai Sofia bukanlah sebuah cinta monyet yang dahulu ia simpulkan. Ah, mungkin itu hanya cinta remaja pada umumnya, itu mungkin hanya akan bertahan sementara, atau mungkin saja hanya sebuah kekaguman biasa. Dahulu sekali, Isa berpikir demikian.
Namun siapa sangka kalau ternyata cintanya tidak sekonyol pemikirannya saat itu.

Dengan gerakan pelan, Isa mengambil ponselnya di dekat bantal tidur. Membuka google foto dan melihat foto yang tersimpan pada tahun 2017 sampai sekarang. Banyak hal yang telah lewat, dan banyak pula kenangan yang masih terjaga di akun google miliknya. Isa tersenyum ketika matanya menangkap sesosok gadis cantik yang berdiri di depan kelas, sembari memegang piala juara 3.
Kenangan kala itu perlahan-lahan mulai terputar.

Pembagian raport kenaikan kelas sudah lama berlangsung. Sekarang, wali murid tampak sedang berada dalam aula untuk mendengar beberapa 'ceramah' dari kepala sekolah. Sementara anak-anak mereka tampak berkeliaran di seluruh halaman sekolah. Ada yang ke kantin, ke toilet, di dalam kelas, berlari-larian di sekitar lapangan, duduk merenung karena nilai raport-nya banyak merah, serta banyak kegiatan lainnya yang sering dilakukan jutaan siswa-siswi ketika pembagian raport usai dilaksanakan.
Begitu juga dengan anak-anak di kelas Isa.

RUKO With Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang