Prolog

1.3K 135 53
                                    

Siang hari, tepat ketika mentari telah berdiri tegak di atas kepala dengan teriknya. Junkyu memutar setirnya, membawa mobil putihnya melaju memasuki sebuah pedesaan kecil yang masih ramai oleh anak-anak kecil yang asyik bermain dan berlarian kesana-kemari. Laju mobilnya diperlambat, berhati-hati pada ramainya orang yang berlalu di sekitar jalanan.

Mobilnya berhenti di depan sebuah pekarangan rumah. Di depan sebuah rumah bergaya lawas itu sudah ada seorang wanita paruh baya yang menunggu kedatangannya dengan tak sabar. Junkyu segera keluar meninggalkan mobilnya dan hampiri si wanita; ibunya, seorang yang sudah jarang ia temui sejak usianya masuk sepuluh tahun.

"Anak sayangnya Mama," ucapnya penuh haru gembira melihat kedatangan sangat putra. Kedua lengannya terbuka lebar, siap berikan pelukan hangat untuk putra tunggalnya tersebut. "Astaga, kamu sudah makin besar aja," ujarnya sambil menepuk bahu lebar Junkyu.

"Nah, ayo masuk, kamu udah makan?"

Junkyu hanya menggeleng. Ia tak ingin banyak bicara untuk sekarang dan hanya mengikuti ibunya memasuki rumah.

Tujuannya datang ke kampung halamannya ini sudah jelas, hanya ada satu tujuannya datang kemari setelah lama tidak datang karena menolak undangan ibunya, yaitu pernikahan.

Terlalu jelas. Di usianya yang sudah menginjak kepala tiga, ibunya terus mendesaknya untuk menikah sedangkan ia sendiri tidak memiliki keinginan untuk melakukannya. Sejak ayahnya meninggal delapan tahun lalu Junkyu sudah memutuskan untuk tidak menikah daripada ia harus mengambil beberapa resiko.

Demi bisa jalani hidup tenang tanpa teror dari ibunya, Junkyu akhirnya menyetujui permintaan ibunya untuk menikah, dengan orang pilihan dari ibunya. Ya, Junkyu dijodohkan. Bukan karena ia tak mampu mencari pasangan sendiri tapi karena ia malas mencari mengingat ia sendiri memang tidak berminat.

Pendeknya, ia datang kemari hanya untuk menjemput orang yang katanya akan dinikahkan dengannya dan melakukan pesta pernikahan kecil-kecilan. Kecil-kecilan saja atas permintaan Junkyu karena dia tidak bisa berlama-lama di sini dan harus segera kembali ke kota untuk mengurus pekerjaannya yang sebenarnya tidak bisa ditinggal.

"Kamu hari ini bisa nginep kan? Gak mungkin kamu langsung pergi lagi, iya kan?"

"Iya Mah, tapi aku cuman bisa di sini sampai lusa. Jadi cepet aja, Mama gak nyiapin yang aneh-aneh kan?"

Ibunya berdecak lirih, raut wajahnya sendu ketika menatap wajah tanpa ekspresi putranya. Rasanya kasihan ketahui bahwa putranya menolak mengadakan pesta padahal jika soal keuangan, Junkyu itu sudah lebih dari mampu untuk mengadakan pesta paling meriah dan mewah tapi karena Junkyu menolak pesta yang terlalu meriah jadi sebagai ibu pun ia hanya bisa menurut selama Junkyu masih setuju untuk menikah.

"Oh iya, Mama udah siapin semua dokumen untuk daftar pernikahan, jadi kamu tinggal tanda tangan aja," terangnya, kemudian mengajak Junkyu untuk duduk di ruang makan dan siapkan makan siang untuk putranya tersebut.

"Oh, bagus kalau gitu, mana yang perlu ditandatangani?" Junkyu langsung menanyakan, buat ibunya kembali pasang wajah masam.

"Nanti ya, kamu makan dulu, abis ini Mama ambilin."

Junkyu setuju, ia akhirnya santap makan siangnya lebih dulu, mengisi perutnya yang sudah keroncongan sejak ia memasuki desa tadi. Perjalanannya kemari cukup panjang, cukup buat fisiknya lelah dan perutnya kembali kosong setelah pagi tadi hanya diisi segelas kopi dan beberapa keping biskuit.

Sesuai ucapan ibunya tadi, setelah makan siangnya tandas, Junkyu langsung disodori sebuah berkas yang memerlukan tanda tangannya sebagai pengesahan pendaftaran pernikahannya. Selesai menandatangani Junkyu menyadari bahwa baru ada satu yang bertandatangan di dokumen tersebut.

Little Star [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang