25. ☆

596 94 45
                                    

Junkyu masih bergelut dan pikirannya sendiri tentang apa yang sebaiknya ia lakukan sekarang mengenai pernikahannya dengan Jihoon yang rupanya masih abu-abu perpisahannya. Junkyu berusaha menyibukkan diri walau sebenarnya juga tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain melamun dan memikirkan Jihoon setiap detiknya.

Ketika mentari mulai beranjak di minggu siang itu, Junkyu memutuskan untuk meninggalkan apartemennya dan pergi ke sebuah cafe dekat sana untuk membeli minuman dingin. Junkyu menunggu dalam antrian, menanti gilirannya dengan sabar.

"Atas nama siapa Kak?"

"Jihoon."

Perhatian Junkyu segera teralihkan begitu rungunya mendengar suara dan nama yang begitu familir. Junkyu menengok ke antrian depannya dan ketika itulah matanya melebar saat sadari siapa yang kini berdiri di depannya dengan hanya berjarak satu orang yang memisahkannya.

Bahkan hanya dengan melihat bagian belakang kepalanya saja Junkyu sudah tahu bahwa Jihoon lah yang berdiri di sana menunggu pesanannya dibuat. Junkyu terus memperhatikan, netranya mengikuti setiap pergerakan Jihoon yang mulai tinggalkan antrian setelah dapatkan pesanannya.

Jihoon tak memperhatikan sekitar. Dia mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto selfie bersama kopi pesanannya lalu sibuk mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Junkyu masih terus memperhatikan sampai Jihoon keluar dari cafe dan lepas dari jangkauan pandangannya.

"Kak!"

Junkyu tersentak, menoleh pada kasir yang kini menatapnya dengan kesal karena sejak tadi melamun padahal sudah gilirannya memesan.

"Mau pesan apa Kak?" Si kasir itu kembali bertanya.

Junkyu tak menjawab, ia lantas beranjak keluar dari antrian dengan tangan kosong. Langkah kakinya memburu keluar dari cafe. Kepalanya ditolehkan ke kanan dan kiri mencari kemana kiranya Jihoon tadi pergi. Berusaha menguji keberuntungan, Junkyu lantas membawa tungkainya melangkah ke sebuah taman yang terletak dekat cafe tersebut. Pandangannya terus diedarkan ke sekeliling mencari sosok manis yang tadi masih dilihatnya.

"Hahaha, udah kok, enggak, cuman mau jalan-jalan aja mumpung libur."

Lehernya berputar dengan cepat begitu telinganya kembali menangkap suara lembut Jihoon tak jauh dari sana. Tepat di sana Junkyu menemukan Jihoon sedang duduk sendirian di bangku taman sambil menelepon seseorang. Junkyu menghampirinya, tapi hanya berani berdiri di belakang Jihoon menunggu Jihoon selesai dengan obrolannya.

"Iya tahu, aku udah hati-hati kok, crewet banget kenapa sih, lama-lama nyebelin banget kayak ibu-ibu," Jihoon langsung mematikan sambungan teleponnya dengan kesal. "Apa sih Yoshi ini, sibuk banget ngurusin aku huh," Jihoon ngedumel sebal sambil menikmati kopinya, berusaha rilekskan pikirannya yang banyak semrawut.

Junkyu masih di sana, masih mempertimbangkan bagaimana ia harus memulai. Tangannya ragu untuk bergerak begitupun lidahnya yang kelu tak mampu berucap. Rasanya gugup sekali padahal ia hanya akan menghadapi Jihoon. Hanya seorang Jihoon. Junkyu tidak pernah merasa begitu gugup sampai penuh keringat begini sebelumnya.

Junkyu berusaha memberanikan diri. "Jihoon," panggilan itu akhirnya berhasil meluncur dari mulutnya.

"Eung," Jihoon berbalik saat mendengar namanya dipanggil dari belakang. Ketika itu juga matanya melebar dan ia otomatis berdiri menghadap langsung pada Junkyu. "Mas...," bibirnya kaku begitu matanya saling tatap dengan mata sendu Junkyu.

Jemarinya saling mengepal. Jihoon menahan diri. Pikirannya berusaha ia kendalikan di tengah buncahan menggila di dadanya.

"Pokoknya kamu gak boleh langsung nyamperin dia," ucapan Yoshi dua tahun lalu kembali berputar di kepalanya. "Kamu jangan jadi gampangan Ji, nanti dia malah kayak gini lagi, ngeremehin perasaan kamu. Pokoknya kamu harus pergi, cuekin dia, kalau perlu lari, jangan langsung nyamperin dia sebelum dia duluan yang datengin kamu, jangan kelihatan kalau kamu desperate banget butuh dia walaupun sebenarnya kamu udah kangen banget sama dia."

Little Star [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang