Happy reading, semoga suka.
Ebook full version sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa. Bab perbab hanya bisa dibaca di Karyakarsa.
Luv,
Carmen
______________________________________________________________________________
Sejak aku bekerja di kantor pria itu, minuman teh selalu setia diseduh dan dihidangkan secara teratur, terkadang bahkan di sore hari, akan ada ham dan sandwich yang diletakkan di sampingku. Aku memakannya tanpa benar-benar merasakannya. Proyek baru memang selalu melelahkan dan memakan banyak energi dan waktu dan proyek kali ini juga tidak berbeda. Aku memastikan setiap garis sudah memenuhi skala yang tepat, lalu mengecek ulang lagi hanya untuk memastikan tidak ada kesalahan. Aku senang melihat bagaimana bentuk bangunan itu mulai terlihat di kertas gambar tersebut.
Aku selalu memulai denah dari lantai dasar, sebelum berpindah ke lantai bawah tanah lalu lanjut ke lantai-lantai di atas lantai dasar. Setelah selesai, aku lalu bisa berfokus pada ketinggian masing-masing bangunan lalu baru detail dari arsitektur di dalamnya, seperti misalnya tangga, kurasa membutuhkan pengerjaan yang sangat lumayan dan tidak boleh ada ruang bagi kontraktor untuk membuat kesalahan. Denah rancangan sebuah bangunan bisa terkadang membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan jam kerja untuk mendapatkan sebuah kesempurnaan.
Di belakangku, aku hanya samar-samar menyadari keberadaan pria itu – suara rendahnya saat bicara di telepon, orang-orang yang masuk keluar kantornya, goresan pena pria itu saat dia menulis, tapi seluruh fokusku, satu-satunya hal yang saat ini kupedulikan adalah kertas gambar di hadapanku saat ini.
"Kaylee?" panggil pria itu dengan suara yang agak ragu tetapi tajam. "Kaylee?"
Aku mengangkat wajah dan menoleh, berusaha mengabaikan sakit di tengkukku. "Ya, apa?"
"Sudah jam lima. Hari ini Jumat. Pulanglah."
"Aku masih belum selesai," balasku.
"Kau juga tidak mungkin menyelesaikannya malam ini. Dan kau tampak seperti orang yang tidak tidur berhari-hari. Go home and take a rest, Kaylee."
Aku menggeleng dengan keras kepala. Selain rasa pegal dan kelu di tengkuk dan pergelanganku, aku baik-baik saja dan aku ingin melanjutkan. Aku harus membuktikan pada semua orang, terutama pria itu bahwa aku bisa, dan aku akan melakukannya dengan sangat baik.
Pria itu mendesah pelan. "Baiklah. Let's see what you've got."
Pria itu lalu berjalan mendekat dan mencondongkan tubuhnya untuk mempelajari denah bangunanku, menyelimutiku dengan kehangatan dan aromanya yang memabukkan. Aku berusaha melawan keinginan untuk menutup mataku dan bersandar padanya.
Dia menelusurkan jarinya pada garis dinding luar bagian selatan lalu berkomentar singkat, "Ini bengkok."
Aku menatap pria itu dan memelototinya tidak senang. "Tidak bengkok, Craig. Aku sudah memastikannya, aku menggunakan penggaris T-square, bagaimana mungkin bisa bengkok?"