Happy reading, semoga suka.
...
Pagi Senin tiba dan aku bangun setelah pria itu. Aku kemudian pulang ke apartemenku sendiri untuk mandi dan bersiap-siap berangkat ke kantor. Kami belum mendiskusikan apa yang akan kami katakan dan lakukan di kantor dan aku terlalu pengecut untuk menanyakannya – dan aku berasumsi mungkin pria itu masih belum berpikir tentang konsekuensi dari hubungan kami yang mungkin akan mempengaruhi hubungan kerja kami.
Aku tidak mendatangi kantor pria itu tapi alih-alih meja kerjaku sendiri karena ada beberapa hal yang harus kuselesaikan sebelum aku kembali fokus pada proyek yang kami kerjakan bersama. Saat aku tiba di mejaku sendiri, telepon di mejaku berbunyi. "Good morning, Kaylee Dimitriu speaking."
"Kaylee, oh thanks, God. Ke mana saja kau selama akhir pekan? Aku sudah meninggalkan jutaan pesan." Itu adalah sahabat terbaikku, Andrea Thomas, yang terdengar panik di ujung saluran. "Kau tidak muncul di acara minum-minum kita di Sabtu malam."
"Ah, sial. Maaf, aku lupa, Andrea." Sial! Aku sama sekali lupa untuk mengecek ponselku.
"Kau lupa? Kau tidak pernah melupakan apapun dan kau selalu mengecek pesanmu. Kaylee, apa sebenarnya yang terjadi?"
"Well, aku..." Aku bimbang sejenak.
"Oh Tuhan, apa kau bersama seorang pria?" Lalu sahabatku itu mulai tertawa keras.
Aku ikut tertawa setelah beberapa saat. "Ampun, Andrea. Bagaimana kau bisa tahu?"
"Ayolah, Kaylee. Kita sudah berteman hampir lima belas tahun dan kau hanya selalu tidak pernah membalas pesan dan teleponku ketika kau bertemu dengan pria baru. We missed you Saturday night, I hope the sex was worth it, Kaylee."
"Tentu saja," jawabku sambil tertawa lembut, merona akan kenangan yang aku dan Craig lakukan sepanjang akhir pekan itu.
"Baiklah. Jadi bagaimana kalau nanti kita bertemu dan kau dipersilkan memberitahukan semua detail kotor itu padaku."
"Tidak banyak detail kotor," sanggahku.
"Ayolah," tawa sahabatku itu lagi. "Seksnya?"
"Luar biasa," jawabku dengan jujur.
"Dari skala 1 ke 10?"
"Seratus."
Andrea tertawa begitu keras sehingga aku harus menjauhkan sejenak gagang telepon dari telingaku. "Siapa pria hebat ini?" tanyanya penasaran.
"We work together," ucapku dengan suara sepelan mungkin.
"Benarkah? Kau bilang kalau arsitek junior di sana sama sekali tidak ada yang menarik perhatianmu. Jadi kau berbohong padaku?" goda Andrea dengan nada yang menyebalkan.
"Tapi pria yang kumaksud ini bukanlah arsitek junior," kikikku.
"Kau sengaja ingin aku memaksamu untuk mengatakannya, huh? Aku tidak peduli, karena kau sudah melupakan janji kita Sabtu kemarin, setidaknya kau harus memberitahuku dengan siapa kau menghabiskan akhir pekan."
"Craig adalah seorang arsitek."
Ada jeda sejenak. Lalu... "Craig? Craig... Oh Tuhan, maksudmu itu Craig, Sang Naga? Pria yang dibenci oleh semua orang itu?" tanya Andrea dengan suara terpekik, jelas-jelas terdengar tak percaya.
Suara tawaku yang keras langsung mengundang perhatian kolegaku yng lain. "Ya, Andrea, dia yang kumaksud, tapi aku tidak bisa memberitahumu apa-apa di sini. Kita bertemu untuk makan siang? Aku akan menceritakannya nanti."
"Kau benar-benar tahu bagaimana menyiksa sahabatmu," gumam Andrea. "Oke, tempat yang sama, waktu yang sama?"
"Ya, seperti biasa," balasku sebelum Andrea menutup sambungan telepon.
Aku lalu duduk kembali di mejaku dan mulai membuka komputer untuk mengecek email yang masuk. Ini cukup untuk menyibukkanku sampai janji makan siangku dengan Andrea tiba.
_____
Yang mau baca duluan sampai tamat, bisa ke Karyakarsa atau Playstore.
You can find my new novella too di Playstore dan Karyakarsa (khusus 21+, cuplikan bisa dibaca di wattpad, cerita mengandung unsur forced submission (for adult only).
Luv,
Carmen