🍹My Young Slut🍹
°°°
Seperti biasa, jam delapan malam adalah waktu Jimin untuk pulang. Merapikan beberapa map, kertas, dan juga memilih-milih berkas yang penting untuk disimpan.
Tatkala Jimin ingin menaruh satu map birunya ke dalam laci, jatuhlah tatapannya pada ponsel keduanya yang sudah satu minggu ini tak ia sentuh.
Mengambil benda pipih tersebut, Jimin menyalakan ponselnya dan ia terkejut. Mata Jimin membulat seakan tak percaya atas pemberitahuan penting jika Ahn Jina, mantan kekasihnya memanggil nomornya satu kali.
Dengan gerakan cepat Jimin membuka password ponselnya kemudian menekan panggil ke nomor itu.
“Ck! Sial, kenapa aku bisa sebodoh ini membiarkan panggilannya tak terjawab!” Jimin kesal sendiri.
Mencoba untuk menghubungi Jina kembali. Dan terhubung. Merekah sunggingan senyum pada bibir Jimin yang tebal itu. Tak sabaran ia menunggu diseberang sana mengangkat teleponnya.
“Angkat, angkat Jina.” Jimin benar-benar tak sabar, sehingga ia mulai berdiri, berjalan kesana kemari secara repleks membuatnya sungguh tak tenang, sekaligus senang.
Lama tak di angkat, akhirnya diseberang sana mengangkat teleponnya. Beruntung, sekali.
Sigap Jimin bicara lebih dulu—
“Jina ... aku tahu kau pasti merindukanku. Aku tahu kau akan menghubungiku lagi. Aku benar-benar tidak percaya ini, aku sangat mer—”
“Aku ingin bertemu, bisa?” potong Jina cepat.
“Tentu saja bisa, kau mau kita bertemu dimana? Aku akan menjemputmu, katakan saja,” sahut Jimin tak sabaran.
Di seberang telepon sana, Jina merasa tidak karu-karuan. Gugup, agak kikuk dan tidak menyangka ia bisa mendengar suara Jimin lagi. Setelah sekian lama mereka berdua lost contact.
“Ak-aku ... aku ada di depan kantormu," sahut Jina akhirnya setelah beberapa detik terdiam. Menggigit bibir kuat.
Cepat Jimin berjalan, tanpa memutus panggilan ia kembali berkata, “Aku akan turun, tolong jangan kemana-mana,” pintanya dengan nafas memburu.
Benar sekali, Jimin tersentak di pintu utama kantornya. Berdiri di ambang pintu, Jimin menatap Jina yang berada di dalam mobilnya dengan jendela yang terbuka.
Saat itu pula Jina mematikan sambungan telepon. Gugup menyerang bertubi-tubi, sehingga Jina merasakan suhu tubuhnya kentara berubah panas dingin.
Pintu mobil di ketuk dari luar, kemudian Jimin masuk begitu saja dan duduk di samping Jina dengan perasaan campur aduk.
“Aku tahu kau pasti akan melakukan ini, aku tahu kau pasti tidak akan bisa jika tak bertemu dengan k—”
“Elus ..." Jina kembali memotong ucapan Jimin, tidak menoleh sama sekali, karena Jina merasa begitu gugup. “Aku kesini memintamu untuk mengelus perutku,” sambungnya.
Terkejut, Jimin tidak percaya. Sungguh.
“Aku tidak salah mendengarnya, kan?” Jimin bertanya ingin memastikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Young Slut
RomantikJika boleh memiliki dua wanita? kenapa cuman harus memilih salah satu? Oh, God. pemikiran yang amat sangat bodoh.