Separate?

206 21 48
                                    

🍹My Young Slut🍹

°°°

“Jika kau masih belum bisa memutuskan pilihanmu. Sebaiknya kau lepaskan saja aku. Kau harus belajar melupakan aku, seperti halnya aku yang berusaha melupakanmu.”

Menggeleng cepat kepala Jimin. Mana mungkin ia melepaskan serta mampu melupakan gadis muda yang sudah sangat jauh merebut hatinya.

“Hei, hei, apa maksudmu berkata seperti itu?” Jimin mengelus pipi Jina lembut, takut ia akan ucapan Jina tadi.

“Kita baru saja berbaikan beberapa hari ini,” lanjut Jimin menolak ia akan keputusan Jina.

“Setelah aku pikir-pikir, aku sudah sangat jahat ke Doona, Dahyun. Mereka sepertinya jauh lebih membutuhkanmu,” kata Jina merasa dadanya ikut sesak usai berkata demikian.

Air liur yang Jimin teguk rasanya begitu membuat kerongkongannya nyeri. Pahit dirasa, Jimin kembali menggeleng tak setuju.

“Sayang, hei. Tolong jangan katakan itu, aku tidak bisa kita pisah.” Kan, Jimin memang sudah begitu mantap untuk memilih Jina.

Bukan karena Jina gadis muda yang masih terlihat segar serta karena parasnya yang molek. Namun lantaran Jimin memang tak bisa memungkiri, jika hatinya jatuh sedalam-dalamnya pada gadis yang jauh lebih muda sebelas tahun darinya itu.

Dan mengapa Jina berkata demikian setelah mereka beberapa hari kembali untuk bersama? Itu semua karena Jina tidak tega kepada Dahyun yang nantinya harus menerima perceraian kedua orang tuanya.

Meskipun Jina sedari kecil selalu diperhatikan, dimanja, disayang tak terhingga. Tapi untuk nasib Dahyun nanti, Jina seolah bisa merasakan, bagaimana nantinya hidup gadis kecil itu jika orang tuanya sudah tidak bersama lagi.

“Sayang, plis,” lirih Jimin, mimik wajahnya menyendu.

Jimin mnggenggam erat-erat tangan Jina seolah meminta untuk jangan pernah pergi.

“Aku mohon, Jim! Jangan buat aku menjadi orang jahat.”

Menatap Jimin dengan air mata yang sudah tumpah, Jina merasa hatinya sakit selepas memilih untuk kembali berpisah.

Telah Jina pikirkan matang-matang selama dua hari ini tak bertemu dengan Jimin. Dan sekarang tekadnya sudah bulat, meskipun ia harus menangis, berperang dengan perasaannya sendiri.

“Katakan padaku! Siapa yang sudah mengancammu? Doona? Apa dia mendatangimu sampai-sampai kau jadi seperti ini? Katakan, Jina!” desak Jimin mulai tersulut emosi.

“Tidak ada yang mengancamku! Semua ini memang sudah menjadi keputusanku,” kata Jina masih dengan deraian air mata.

“Percuma Jina. Percuma kau memintaku untuk pergi, karena itu tidak akan pernah bisa aku lakukan.” Jimin bersikeras masih ingin mempertahankan.

Lelah sudah Jina menghadapi sikap keras kepala Jimin. Laki-laki di depannya itu terus saja mempersulit keadaan.

“Aku sudah tidak mencintai Doona lagi,” ungkit Jimin tiba-tiba.

Jina yang masih duduk di atas pangkuannya itu menatapnya lelah. Jimin tahu ini begitu rumit, tapi jika boleh ia meminta, maka Jimin akan pinta lebih dulu dipertemukan dengan Jina.

My Young SlutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang