041

351 32 22
                                    

HELLO🖤

HAPPY READING🐙

Part ini berisikan masalah Marvel.

•••••

Nasib sial menimpa Marvel untuk hari ini, niat awal ingin menguntit Arga dan Alea beralih terkena karma instan. Karena emosi tinggi Marvel sulit ia kontrol, alhasil pedal gas motor yang ia tarik juga tinggi berakhir menabrak seseorang.

Cemas karena luka korban yang ia tabrak lumayan parah, ia menunggu di luar ruangan hingga kedatangan sang mama menenangkan.

"Yang kamu tabrak cowok atau cewek? Umurnya udah tua atau masih muda?" tanya Kanaya.

Marvel menjawab acuh. "Nggak tau, keburu panik langsung panggil ambulans."

Kanaya menyisir lembut rambut sang anak. "Dengan kamu gerak cepat bertanggung jawab itu udah keren banget, nanti mama coba hubungi keluarga dia dengan data yang ada."

Marvel mengganguk mengerti.

Pikirin nya kusut bak benang Marvel memilih beranjak keluar dari area rumah sakit, mencari udara segar dan merokok sebentar.

"Rumit banget sialan," dengusnya seraya menyalakan api di ujung rokok.

Marvel duduk di sebuah pondopo taman rumah sakit yang sedang tidak ada orang, bebas mau merokok. Bibirnya menghisap nikotin seraya berpikir jauh tentang Alea namun di halangi oleh masalah korban yang baru saja ia tabrak.

Sekelebat bayangan berputar, ingatan Marvel mengenai korban tadi menjadi yakin bahwa yang ia tabrak adalah seorang gadis sebaya nya. Tetapi ada yang janggal, Marvel menyadari ia mengendarai motor laju namun tetap di jalannya, malahan gadis itu yang mendekatkan diri ke arah jalan raya.

"Bego amat," ketus Marvel.


🐙🐙🐙

"BRAGHKKK!"

Pecahan kaca bertaburan.

"Aduh non Ruby tenang non, kaki nya bisa sembuh kok kan kata dokter cuma sakit sementara."

Marvel yang hendak mengintip ke arah ruangan korban tadi refleks menekuk alis tajam, tiba-tiba banget jadi sericuh ini?

Tanpa basa-basi Marvel masuk ke dalam ruangan, berdiam diri didepan pintu meratapi kejadian tidak terduga itu.

"Bibi keluar sekarang! Aku nggak mau ada satu orang pun di dalam ruangan ini!" Seorang gadis bertubuh mungil menangis histeris di brangkar tidur, mata sembab dan tetesan darah yang mengalir dari infus di tangan.

Wanita paruh baya yang menurut Marvel adalah asisten gadis itu pucat pasi, menatap ragu Marvel sebelum pergi meninggalkan ruangan. Sesuai permintaan sang nona, dari pada semakin membuat runyam ia lebih baik pergi.

"Bibi masih berani disini? Denger nggak aku bilang keluar sekarang!" Teriak gadis itu lancang.

"Gue bukan bibi lo," ketus Marvel membuka suara.

Air wajah Ruby kaget sekilas lalu berubah lagi menjadi dingin. "Yang nggak berkepentingan keluar, aku mau sendiri."

"Kaya bisa sendiri," sindir Marvel ketus seraya berjalan santai mendekat ke arah brangkar sang gadis itu.

"Kamu siapa sih? Jangan sok ikut campur, nggak tau apa-apa mending diem."

"Keluar." Perintah Ruby mutlak.

"Gue yang nabrak lo," ketus Marvel bersedekap dada seolah menyaingi kesombongan Ruby.

Detak jantung Ruby berdetak tidak karuan, tangan dan kakinya keringat dingin. Rasa takut itu kembali terulang, emosinya tidak bisa ia kontrol hingga dadanya sesak menahan tangis.

Dalam hitungan detik ruangan itu di penuhi suara tangisan Ruby yang mengaung keras.

"Marvel, ada apa?" Kanaya masuk ke dalam ruangan, ekspresi kaget begitu ketara usai melihat keadaan seorang gadis menangis histeris.

Dokter menyusul masuk ke dalam ruangan, mempersilahkan Marvel dan mama nya menunggu di luar ruangan terlebih dahulu.

Kanaya mengusap bahu sang Marvel. "Ada apa?" tanya nya cemas, baru di tinggal sebentar ke kantin beli makanan sudah ada lagi saja kejadian aneh menimpa sang anak.

"Dia buta mah."

"Keluarga nya ada tadi?"

"Asisten nya ada, bukan salah Marvel mah. Dia yang jalan ke tengah sendiri, jadi kecelakaan maka nya."

"Tapi bukan bearti kamu nggak salah, kecepatan nya udah termasuk ugal-ugalan."

"Mama coba ngobrol sama asisten nya, mau selidik soal keluarga dia. Kasian sendirian dalam kondisi terpuruk gitu." Cemas Kanaya.

Marvel menghembus napas kasar.

"Cewek sialan."

🖤🖤🖤

Secepatnya bakalan update🩷🐙

KOMEN YANG BANYAK!!!

BYE LOVE🩷🩷🩷

ARGANTA. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang