"Savil, harusnya kamu tinggal saja di pesawat!" Weldy, tuan muda kedua dari Keluarga Wardein itu protes padaku. Dia tidak menyembunyikan aura permusuhannya sama sekali. Dari tatapannya yang tajam saja, aku langsung tahu kalau dia membenciku.
"Hai, kau tidak boleh begitu, Tu-an Mu-da War-Dein!" balas si gadis bernama Yuni Nuuri. Dia adalah gadis esper dari ras Penenun yang sebelumnya berusaha menyusup ke dalam pikiranku. Entah apa yang dia incar kala itu.
"Hah, kamu pasti memanipulasi pikirannya agar mau keluar, kan?" tuduh Weldy, tak terima kalah dalam taruhannya.
Mendengar itu, Yuni sangat tampak kesal. Dia pun menatapku dengan tajam, lalu kembali menoleh kepada Weldy seraya menudingku dan berkata, "Dia ini bukan esper lemah sepertimu. Mau berapa kali pun aku mencoba, aku tidak pernah bisa masuk ke pikirannya."
Hah? Jadi, dia terus mencoba masuk ke pikiranku selama ini? Pantas saja aku sesekali merasakan kepalaku seperti ditusuk sesuatu entah dari mana. Awas saja dia nanti.
"Sudahlah, ayo kita pergi. Nggak ada gunanya kita ribut di sini," ajak seorang esper muda dari ras elementalis udara. Namanya Rahim Bajra. Kudengar, dia adalah sepupu dari Reina Bajra, gadis yang sempat bertatapan denganku di kereta angkasa.
"Kau harus menepati janjimu, Weldy," ucap Yuni dengan senyum manisnya. Gadis itu tiba-tiba menoleh padaku seraya melambaikan tangan. Entah bagaimana, bunga-bungaan muncul di sekitar wajahnya.
"Cih!" decak Weldy kesal. Ia pun juga menatapku, lantas memberi peringatan, "Jangan sampai tergoda olehnya. Dia adalah gadis yang menyebalkan."
"Berapa kali dia menyusup ke pikiranmu?" tanyaku iseng.
"Entah, tapi sering sekali dia menggangguku," jawab Weldy dengan wajah yang semakin kesal seolah tengah mengingat sebuah pengalaman pahit, "Dia mengirimkan suara-suara aneh padaku. Aku sampai muak dibuatnya."
"Oh, aku turut prihatin," Aku tidak mau berkomentar banyak.
"Hai, itu cara kami menyapa dan mengakrabkan diri dengan orang lain, tahu!" seru Yuni protes atas ucapanku. Jika memang begitu, para esper dari ras lain yang tidak terbiasa dengannya pasti akan terganggu akan hal tersebut. Seperti Weldy misalnya.
"Suara-suara aneh itu kamu bilang sapaan, heh?" protes Tuan Muda Wardein II itu pada Yuni.
Yuni pun memalingkan wajah darinya. Ia terdiam sejenak sambil terus berjalan. Beberapa saat kemudian, barulah ia menjawab, "Itu karena menyenangkan bisa melihat wajah bingungmu yang konyol."
"Itu ..." Reina yang ada di samping gadis itu pun menegur, "... sudah termasuk kelewatan, Yuni."
"Hai, Savil," panggil Souli setengah berbisik kepadaku, "Mungkinkah Nona Muda Nuuri itu sedang mencari perhatian dari Tuan Muda Wardein?"
"Hm?" Aku mengerutkan kening, lalu menjawab sama lirihnya, "Mungkin."
"Hai!" seru Yuni tiba-tiba, "Jangan asal menyimpulkan kalian! Mana ada aku caper dengan tuan muda pemarah ini?"
"Apa katamu?" Weldy sampai tersinggung mendengarnya. Sepanjang sisa perjalanan kami, kedua esper muda itu tak henti-hentinya berdebat sampai petugas keamanan menegur.
"Selamat datang di Stasiun Interglobal Varsa! Gerbang menuju surga impian alam semesta, Planet Varsa!" Sebuah holografic berjalan menyambut kami begitu keluar dari area hanggar.
Pesawat kami transit di stasiun ini selama lima hari. Ini adalah waktu pemberhentian terlama sejauh perjalanan kami selama ini. Karena itu, kondektur mengizinkan kami untuk bertamasya ke Planet Varsa jika mau. Ada belasan orang yang benar-benar ke sana, tentu dengan membayar harga yang mahal. Mereka sudah harus kembali ke Stasiun Interglobal Varsa sebelum hari kelima, jadi mereka punya waktu sekitar empat hari, termasuk pulang-perginya.
"Planet Varsa memang menarik," jawabku ketika Souli bertanya tentang hal itu, "Tapi aku mau menghemat uang untuk keperluan lain."
"Bukannya kau dari Keluarga Ghenius?" tanya Yuni heran, "Kau pasti diberi uang jajan yang cukup banyak, kan?"
"Ya, tapi bukan buat foya-foya," jawabku lugas.
"Hah?" Souli tampak terkejut, "Jadi, Savil juga seorang tuan muda?"
"Hm." Aku hanya mengangguk kecil.
"Heh~" Yuni menyunggingkan seulas senyum manis, lalu bersenandung riang dengan suara yang lirih.
"Koridor B-203, Koridor D-245, Koridor D-246," gumamku pelan di sela-sela perjalanan menuju bioskop. Aku mengamati setiap tulisan-tulisan yang ada agar tidak tersesat nanti. Tulisan tersebut dibuat dengan dua bahasa berbeda, bahasa internasional planet dan bahasa interglobal semesta. Sebagai murid yang sudah terdaftar si Akademi Burlian, tentu aku sudah menguasai bahasa semesta tersebut.
"Ini dia tempatnya!" kata Souli begitu kami memasuki aula rekreasi stasiun. Aula ini sangat luas. Ada berbagai macam hiburan di sini, termasuk kolam renang. Bila ditanya bagaimana bisa ada kolam renang di luar angkasa, jawaban mudah. Itu karena Stasiun Interglobal Varsa merupakan stasiun angkasa canggih yang memiliki sistem gravitasi artifisial.
"Filmnya sudah mau mulai," kata Weldy meminta kami bergegas, "Ayo cepat."
"Syukurlah harganya benar-benar terjangkau," ucap Souli melihat harga tiket yang ditampilkan pada sebuah layar holografik, "Kupikir, aku tidak akan pernah bisa menyentuh fasilitas semacam ini."
"Tenang saja," balas Yuni tiba-tiba, "Tuan Muda Weldy yang akan membayarkan tiket untuk kita semua. Bukan tiket bioskop saja, tapi tiket paket semua hiburan. Jadi, kalian bisa menikmati semua wahana yang ada di sini sesuka hati."
"Aku menolak," balasku enggan menerima tiket yang Weldy berikan, "Aku tidak mau memakan hasil taruhan kalian."
"Hmph!" Weldy pun langsung berpaling dariku, "Ya sudah kalau tidak mau!"
Aku benar-benar hanya ingin ke bioskop saja awalnya. Itu pun karena ajakan Souli. Namun, akhirnya aku menikmati semua wahana lain bersama teman-teman, tentu dengan tiket paket yang kubeli sendiri karena aku bersikeras menolak pemberian Weldy.
Hari itu memang menyenangkan. Aku tidak pernah menyangka dapat bergaul dengan esper lain selain ayah, ibu, dan kakekku. Namun, hari itu juga hari yang tidak dapat kulupakan. Bukan hanya aku saja, tapi seluruh pengunjung Stasiun Interglobal Varsa saat itu pun tidak akan melupakan tragedi tersebut, tragedi yang hampir membuat Planet Varsa nan indah terjajah untuk kedua kali.
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Science FictionSavil Ghenius lahir dalam keluarga elementalis ternama, tapi dia tak pernah merasa benar-benar menjadi bagian dari mereka. Rambut hitam legamnya adalah tanda kutukan-tanda bahwa dia adalah seorang esper yang "jatuh", gagal mewarisi kekuatan elemen d...