Suara langkah kaki terdengar dari luar bersamaan dengan suara tembakan itu. Puluhan tentara bersenjata lengkap mendekati markas pusat. Mereka mengenakan seragam dari pasukan keamanan SIV. Namun, anehnya mereka langsung menodongkan senjata ke arah seluruh staf SIV dan ATAV yang ada di markas pusat, termasuk diriku.
"Marsda Ros," seru salah seorang yang paling depan dari mereka, "Menyerahlah demi keamanan seluruh stasiun ini!"
"Apa-apaan ini?" Marsda Ros menoleh ke kanan dan kiri, tampak sangat kebingungan dengan situasi yang menimpa ia dan rekan-rekannya di markas pusat. Pasalnya, bukan hanya pasukan keamanan SIV saja yang menodongkan senjata padanya, tapi juga sebagian besar staf yang ada di markas pusat. Masing-masing staf yang berkhianat itu menyandera staf lainnya.
"Jangan bertingkah sok bodoh," kata orang yang memimpin pasukan pengkhianat SIV, "Leberyntos akan segera menguasai tempat ini. Lebih baik segera menyerah daripada menumpahkan darah yang tidak perlu."
"Kapten Hans," panggil Marsda Ros dengan ekspresi wajah yang tegang, "Apakah kamu seputus asa ini dengan takdir? Kita hanya perlu bertahan seminggu lagi. Bantuan akan segera datang."
"Tidak, Marsekal," bantah orang yang dipanggil sebagai Kapten Hans itu, "Bantuan sebenarnya telah datang, tapi kalianlah yang menghalanginya."
"Omong kosong apa yang kamu ucapkan?" Marsda Ros menunjukkan amarah yang amat kentara di wajahnya. Dia bahkan mengambil pistolnya dengan cepat, lantas menodong Kapten Has. "Kami berusaha mati-matian mempertahankan SIV, tapi apa yang kamu katakan, hah? Kalau stasiun ini sampai direbut, selanjutnya Varsa akan bernasib sama seperti bertahun-tahun yang lalu."
Di tengah kedua orang perwira tinggi yang saling menodong itu, aku mati-matian berusaha menahan gemetar pada tubuhku. Salah sedikit, bisa jadi peluru-peluru mereka langsung menembus tubuhku. Andai aku punya kemampuan seperti Weldy yang bisa memanipulasi energi, atau Yuni yang mampu memanipulasi pikiran, aku mungkin punya satu dua cara untuk keluar dari masalah pelik ini.
"Kamu tidak akan mengerti, Marsekal," kata Kapten Hans tak sependapat dengan ucapan Marsda Ros sama sekali, "Kamu bahkan bukan penduduk asli Varsa, tapi anjing kekaisaran. Buat apa kamu sok membeli kampung halaman kami tercinta?"
"Apa kalian buta sejarah, hah?" bentak Marsda Ros makin bertambah emosi, apalagi setelah dipanggil sebagai 'anjing' kekaisaran. Jelas dia tidak akan terima dirinya dihardik begitu rendah. "Leberyntos memporak-porandakan Varsa belasan tahun lalu. Kekaisaranlah yang membantu kalian melawan mereka, bahkan membantu kalian untuk pulih dari krisis ...."
"Halah! Kami tidak pernah meminta kekaisaran untuk ikut campur," sangkal Kapten Hans yang terdengar tak kalah emosi, "Kalian yang sembarangan mengintervensi pembersihan Varsa. Seandainya kalian diam menonton saja, pasti para tikus busuk itu sudah mati semuanya!"
"Hah? Apa pembersihan yang kamu maksud itu adalah menghancurkan kota-kota dan membakar desa?" tanya Marsda Ros kesal, teramat-amat kesalnya, "Leberyntos telah membunuh banyak nyawa tak bersalah di Varsa. Apa itu yang kamu sebut pembersihan? Kamu anggap apa saudara-saudaramu yang jadi korban penjajahan itu, hah?"
"Kalianlah penjajah!" bentak Kapten Hans dengan suara yang lantang sampai memekakkan telinga, "Kalian yang memerah Varsa selama belasan tahun ini untuk keuntungan kalian sendiri. Enyahlah dari Varsa, Anjing!"
Dor!
Marsda Ros menembakkan pistolnya. Peluru panas dari senjata plasma itu membakar setitik rambutku sampai kukira aku akan mati. Jantungku berdegup kencang dibuatnya. Mataku terpejam seketika. Dalam kegelapan, kudengar kegaduhan yang dipenuhi amarah.
"Ja***g itu membunuh kapten!" seruan itu berulang kali kudengar, bersahut-sahutan di telingaku. "Bunuh dia! Bunuh! Balaskan dendam kapten!"
Aku membeku di tempat. Hah ... siapa sangka aku akan terjebak dalam kekacauan ini? Padahal, aku hanya ingin memberi Marsda Ros sebuah kabar buruk, ternyata kabar buruk itu mengunjunginya lebih cepat.
"Savil," seru Marsda Ros memanggil, "Tiarap!"
Aku langsung menjatuhkan badan ke lantai. Sakit sekali dadaku. Sedetik kemudian, suara rentetan peluru terdengar di belakangku.
"Tangkap dia! Tangkap!" seruan itu sahut-menyahut. Pasukan keamanan SIV yang mengepung markas pusat mulai bergerak. Derap langkah mereka terdengar di sekitarku. Beberapa di antaranya bahkan sampai menginjak kakiku.
Aku tidak kuasa membuka mata sama sekali dalam kondisi itu. Suara tembakan di sekitarku amat keras dan dekat sekali. Rasanya, aku juga akan di tembak bila menunjukkan pergerakan badan barang seinci saja.
"Sial! Dia di sana!" seruan itu makin menakutkan. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi. Apakah Marsda Ros sudah tewas? Bagaimana dengan para staf ATAV lainnya? Tidak, yang lebih penting, bagaimana dengan nasibku yang malang ini?
"Huh, siapa bocah ini?" Sebuah suara mengejutkanku bersama seseorang yang tetiba menendang perutku perlahan, "Kenapa ada anak semuda ini di markas pusat?"
"Entahlah," timpal yang lain, "Apa dia sudah mati?"
"Entah, mungkin," jawab yang lainnya lagi, "Aku tidak sengaja menginjaknya tadi."
Ini gawat. Aku refleks menahan napas. Mereka pasti akan membunuhku kalau sadar bahwa aku masih hidup. Skenario terbaiknya, mereka hanya akan menangkapku. Tapi, bagaimana kalau mereka tetap membunuhku setelah itu? Bagaimanapun juga, aku sudah membunuh beberapa tentara pelopor dari Sekte Leberyntos.
"Apakah ini akan jadi lebih buruk lagi?" pikirku cemas. Saat itu juga, sebuah suara keras yang amat nyaring terdengar memekakkan telingaku. Suaranya mirip sekali dengan suara monster. Aku tidak tahu apa itu, tapi aku yakin bahwa pikiranku benar. Situasinya telah menjadi semakin buruk.
"A-apa itu?" seru seseorang entah siapa itu, aku tidak melihatnya.
"Bagaimana bisa ada monster di sini?" timpal yang lain. "Tidak, ini pasti ulah kekaisaran."
"Kekaisaran sudah gila!" timpal yang lainnya lagi, "Mereka bahkan membawa monster ke stasiun. Apa yang kalian lakukan? Tembak dia! Tembak!"
✨️✨️✨️
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Science FictionSavil Ghenius lahir dalam keluarga elementalis ternama, tapi dia tak pernah merasa benar-benar menjadi bagian dari mereka. Rambut hitam legamnya adalah tanda kutukan-tanda bahwa dia adalah seorang esper yang "jatuh", gagal mewarisi kekuatan elemen d...