038: Yang Ditunggu-Tunggu

18 3 3
                                    

"... mengeliminasi musuh?" gumamku, melanjutkan ucapan Reina yang terpotong. Aku merasa ada yang tidak beres. "Reina, apa aku salah?"

"Tidak, jelas bahwa sinyal musuh menghilang," jawab Reina cepat, meski ada nada ragu yang mencemari kata-katanya. Wajahnya mengerut, penuh kebingungan. "Apakah mecha itu sekutu? Tapi sistem SIV tidak mengenalinya sebagai sekutu."

Suaranya mulai goyah, seperti terombang-ambing antara keyakinan dan ketakutan.

Aku memperhatikan monitor yang memancarkan sinyal-sinyal musuh. Titik-titik merah itu kini menghilang begitu saja. Seolah tidak ada ledakan besar, tidak ada pertempuran habis-habisan. Mereka menghilang dengan kecepatan yang tak bisa kubayangkan.

Padahal aku dan Reina, bersama segenap unit yang kami pimpin, tidak bisa mengeliminasi barang seperempat dari titik-titik merah yang ada di radar tersebut. Musuh terlalu banyak untuk kami. Bahkan dengan kekuatan tempur yang besar dari para esper, itu tetap terlalu berat.

Namun, mecha yang memancarkan sinyal misterius itu berbeda. Dia seolah menyedot mereka. Apakah dia menghancurkan mereka? Atau dia memanipulasi sistem radar SIV? Aku tidak tahu.

Entah bagaimana kondisi lapangan saat ini. Tak ada kamera yang menunjukkan pertempuran. Hanya ada bangunan-banguan runtuh yang hancur oleh peperangan. Reina pun mendapat laporan dari unit di lapangan. Dia meneruskannya padaku.

"Tampaknya musuh mengalihkan target sasaran," katanya masih dengan ekspresi yang mencoba untuk memahami situasi membingungkan ini, "UE-1 dan Beta-1 akan segera bisa menuju Markas Area-X tanpa pertempuran setelah menunggu beberapa saat lagi."

Tepat saat laporannya tuntas, saat itulah layar monitor kami tiba-tiba berubah. Secara paksa.

Ini gawat!

"Seseorang sedang meretas sistem," seruku pada Reina, berusaha menguasai kepanikan yang mulai membayangi. Layar itu mulai menampilkan huruf dan kode yang tidak bisa kami kendalikan. Ada pergerakan dari luar—sesuatu yang mengganggu koneksi pusat komando kami.

 Ada pergerakan dari luar—sesuatu yang mengganggu koneksi pusat komando kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jari-jemariku menari cepat di atas keyboard, berusaha melawan peretasan itu. Aku mengetik kode demi kode dengan ketelitian yang tajam, mencoba mengambil kembali kendali. Namun, dalam sekejap mata, layar berubah lagi—kali ini bukan kode, melainkan sebuah wajah yang muncul tiba-tiba.

Seorang pilot. Berseragam khusus, dengan senyum arogan yang terpampang di wajahnya.

"Yoo~ semuanya..." sapa pilot itu dengan nada riang yang tidak sesuai dengan keadaan kami yang genting, "Kalian sudah bertahan dengan baik. Jangan khawatir. Kekaisaran sudah datang untuk menyelamatkan kalian lagi."

"Kekaisaran Bima Sakti," ucapku pelan, hampir tak percaya.

Kekaisaran ini—mereka adalah pihak yang dulu nyaris menguasai Esperheim. Mereka yang hampir menghancurkan segalanya. Namun kini, dengan upaya para pahlawan di masa lalu, hubungan kedua pihak telah berubah. Bukan hanya sekutu, tapi hampir seperti keluarga. Rumor mengatakan bahwa darah esper bahkan mengalir di tubuh para keluarga kekaisaran sekarang.

Suasana di ruangan masih tegang ketika suara lain masuk ke dalam komunikasi. Lebih formal, lebih militer.

"Kami dari Angkatan Perang Angkasa Burlian," terdengar suara tegas yang memecah keheningan, "Stasiun Angkasa Varsa, jawab kami bila kalian masih bertahan."

Aku menoleh ke Reina, yang tatapannya juga dipenuhi kebingungan yang sama seperti milikku.

"Ini nyata?" gumamku tak percaya. Sementara itu, di ruang mental, Yuni muncul tiba-tiba, suaranya terdengar lembut di pikiranku.

"Kamu pasti sudah mendengarnya, kan?" tanya Yuni, suaranya serupa bisikan dalam pikiranku yang penat. "Bantuan sudah benar-benar datang sekarang. Jadi, tugasku sudah selesai. Aku pamit undur diri dulu."

Sebelum aku sempat merespons Yuni, suara ribut di markas pusat mulai terdengar kembali. Terkejut, aku dan Reina refleks menoleh ke belakang, mendapati Kolonel Amad yang tengah berkomunikasi dengan pihak APAB dan kekaisaran melalui layar holografis besar di ruangan komando.

Wajahnya, yang tadinya tegang, kini berubah menjadi ekspresi lega

Tak lama setelah itu, dengan nada yang lantang, penuh dengan semangat yang tak terbendung, dia berseru hingga seluruh ruangan bisa mendengarnya. "Semua unit, bersiaplah! Bantuan dari kekaisaran dan APAB telah tiba! Kita akan melakukan serangan balasan!"

✨️✨️✨️

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang