"Tunggu!" bisik Souli dengan lengan yang terangkat, meminta kami untuk berhenti, "Biar aku mengamati kondisinya lebih dulu."
Aku dan Reina yang masing-masing siaga dengan sebuah pistol pun berhenti. Kulihat Souli berlutut seraya membuat cengkeraman di tangannya seolah-olah tengah menangkap udara. Dalam tiga detik, sebuah kabut tebal yang gelap berpusar di telapak tangannya itu. Dari sana, muncul seekor kucing perak berbelang hitam yang mungil.
"Lihatlah mereka untukku, Sil!" pinta Souli dengan senyum yang hangat. Ia pun menoleh pada kami seraya berkata, "Tolong lindungi aku sampai Sil datang ke mari."
Aku dan Reina mengangguk. Kami segera memasang posisi siaga. Aku berjaga di depan, sementara Reina mengawasi sisi belakang.
Selama beberapa saat, suasana menjadi tegang. Walaupun senyi, aku merasakan situasi yang mengancam nyawa kami. Hais ... padahal aku hanya ingin pergi ke Akademi Burlian untuk meninggalkan Esperheim. Mengapa malah jadi begini?
"Ada dua orang yang berjaga di depan markas pusat," kata Souli tiba-tiba, "Satu lagi di dalam. Beberapa staf disandera, lainnya masih bekerja seperti biasa."
Ini buruk. Kami tidak bisa mengira siapa kawan siapa lawan. Di antara para staf, ada juga pengkhianat. Kami tidak bisa sembarangan bertindak kalau begini.
"Haruskah aku membuat mereka panik lagi?" tanya Souli dengan mata yang tertutup. Pandangannya pasti masih tertaut dengan mata Sil sekarang.
"Apa itu memungkinkan?" tanyaku memastikan.
"Selama Sil tidak ketahuan dalam proses pemanggilan," jawab Souli, "Aku bisa membuka portal di sana."
"Aku mengerti," balasku seraya memikirkan langkah berikutnya, "Kita harus bergegas masuk begitu mereka meninggalkan markas. Mereka pasti akan segera meminta bantuan dari sekutu terdekatnya. Fokuskan kawan-kawanmu untuk menggiring musuh keluar dari markas."
"Baiklah." Souli terdiam. Sekilas, aku melihat wajahnya berkerut seperti kesakitan. Namun, ia tidak merintih sama sekali.
"Monster itu datang lagi!" Sebuah seruan mengejutkanku disusul dengan deru rentetan peluru. Aungan keras menyusulnya. Tak berselang lama, suara nyaring mengikutinya.
Terdengar langkah-langkah yang terburu-buru ke arah kami. Tanpa melihat pun, aku bisa menebak siapa mereka.
"Savil," panggil Reina dengan posisi pistol di depan dada. Pandangan matanya seolah berkata, "Bersiaplah sekarang juga!"
"Tunggu!" Aku menyembunyikan pistolku, lalu menunduk seolah tengah memeriksa Souli. Reina tampak bingung awalnya, tapi ia pun juga segera menyembunyikan pistolnya. Bertepatan dengan itu, muncul para staf yang berlarian dari markas pusat.
"Hai, kalian!" panggil salah seorang dari mereka, "Cepat lari! Ada monster misterius yang datang."
"Tapi temanku-" jawabku sengaja menunjukkan ekspresi khawatir.
"Masa bodoh!" jawab salah seorang dari mereka yang lain, "Tinggalkan saja dia kalau mau selamat!"
Mereka berlalu dengan cepat. Tak hanya staf, aku juga melihat salah seorang pasukan keamanan SIV yang ikut lari bersama mereka.
Begitu deru tembakan peluru berhenti terdengar, Souli membuka matanya. Dia pun tersenggal. Napasnya naik-turun dengan cepat. Dahinya basah oleh bulir keringat. Dalam kondisinya yang tampak buruk itu, ia menatapku dengan sebuah senyuman seraya berkata, "Mereka semua telah pergi kecuali para sandera."
"Apa semudah itu?" tanyaku heran. Yah, kalau aku ada di antara mereka, aku pasti juga kabur sih. Bohong kalau bilang aku tidak takut pada monster. Aku pasti akan bersikap realistis untuk menyelamatkan nyawaku dari mulut para monster itu.
"Yah, tapi kita harus bergegas sekarang," kata Souli seraya bangkit, "Entah kapan mereka akan datang ke markas pusat lagi dengan membawa banyak bala bantuan."
Kami pun bergerak. Begitu sampai di halaman, kulihat "kawan-kawan" Souli tengah berjaga di sana. Kadal bersayap dan kucing besar itu tampak menyeramkan sekali. Aku pasti akan langsung sembunyi kalau tidak tahu bahwa mereka adalah familiar dari Souli.
"Monster itu tidak akan memakan kita, kan?" Kudengar bisik-bisik di dalam markas pusat, "Apa mereka masih ada di depan? Sebenarnya, bagaimana mereka bisa tiba-tiba muncul begitu?"
"Mereka tidak akan memakan kalian," jawab Souli yang juga mendengar pertanyaan itu. Suaranya membuat para staf yang disandera terkejut. Tidak seperti yang lain, mereka diikat dan diborgol sehingga tidak dapat kabur dari markas pusat.
"Si-siapa kalian?" tanya salah seorang dari mereka.
"Souli dari UE-2," jawab Souli mewakili kami, "Kami berafiliasi dengan ATAV untuk mempertahankan stasiun ini."
"Oh, kalian anak-anak dari akademi itu, kan?" Salah seorang di antara mereka membalas. Sebagai staf di markas pusat, tentu harusnya mereka tahu bahwa ada pasukan bantuan yang diminta oleh ATAV untuk melindungi SIV.
"Benar," jawab Souli, "Jadi, kalian tidak perlu khawatir lagi."
"Apa markas masih bisa berfungsi?" tanyaku seraya memperhatikan sekitar. Banyak piranti-piranti penting hancur di sini. Sebagian besarnya pasti karena baku tembak sebelumnya. Kawan-kawan Souli pasti juga ikut andil pada sebagiannya.
"Apa kamu mau menggunakannya?" tanya salah seorang dari mereka, "Sebaiknya kita pergi untuk menunggu bantuan dari ATAV."
"TIdak," tolakku, "Kita tidak tahu kapan mereka akan datang. Sebelum para pemberontak kembali datang, kita harus sebisa mungkin mempertahankan tempat ini untuk mengamankan sistem komando pusat."
"Apa kamu punya wewenang di sini?" Salah seorang staf yang kelihatannya tampak berbeda meragukan keputusanku. "Kita tidak bisa berbuat sembarangan tanpa seizin marsda."
"Lalu," balasku, "Di mana Marsda Ros berada sekarang?"
"Mereka ..." Orang itu terlihat sedikit ragu menjawabnya, "... membawanya pergi. Aku tidak tahu ke mana, tapi mungkin ..."
✨️✨️✨️
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Ciencia FicciónSavil Ghenius lahir dalam keluarga elementalis ternama, tapi dia tak pernah merasa benar-benar menjadi bagian dari mereka. Rambut hitam legamnya adalah tanda kutukan-tanda bahwa dia adalah seorang esper yang "jatuh", gagal mewarisi kekuatan elemen d...