Duduk termenung sambil memandang jauh ke depan menjadi hal lumrah untuk Dowoon lihat beberapa hari ini dari seorang Brian. Dia ambil duduk di sebelah pria itu. Bahkan saat dia tiba-tiba mengambil bagian begini pun pria itu tidak terusik. Lamunannya pasti sangat jauh.
"Kalau kangen mending pulang saja," katanya penuh perhatian.
Mendengar hal itu Brian menoleh sekilas ke sebelahnya, lalu kembali fokus ke depan. Ada banyak pertimbangan yang dia pikirkan. Dan pertimbangan itu yang buat kepalanya sakit beberapa hari ini.
"Aku, aku masih nggak nyangka dia bilang begitu," ujarnya dengan senyum kecewa di bibir. "Dari kecil bareng aku, kalau nangis aku yang hibur, kalau sakit aku yang urus, ada yang ganggu aku yang bela, butuh bantuan aku bantu, butuh apapun aku penuhi, aku anggap adikku sendiri, tapi ternyata, dia masih anggap aku kakak tirinya."
Brian menggigit bibir dalamnya. Menahan diri untuk tidak menangis di depan pacarnya sendiri. Kalau pun dia menangis sebenarnya tidak apa-apa, Dowoon pasti memakluminya. Karena rasanya benar-benar sakit. Rasanya seperti dia sayang seorang diri.
"Aku nggak marah kok," lanjut Brian. Dia teguk liurnya untuk basahi tenggorokan yang mendadak kering, lalu menarik napasnya dalam-dalam. "Aku malah merasa gagal jadi seorang kakak. Bisa jadi memang yang aku lakukan untuk adikku belum seberapa."
Dowoon mengernyit dahi mendengar itu. Dia sama sekali tidak setuju dengan pernyataan yang Brian beri. "Gagal bagaimana? Memang dasar adikmu saja yang tidak tau terima kasih. Aku kalau punya kakak seperti kamu pasti sangat bersyukur," omel Dowoon. Dia mendengus kesal. "Memang sudah paling benar nggak usah kamu pedulikan, dia saja tidak peduli perasaanmu. Bagaimana bisa membela laki-laki yang baru dikenal dan mengabaikan kakak yang selama ini ada untuk dia? Kamu nggak gagal sama sekali."
Mendengar kalimat yang terkesan seperti hiburan untuknya itu Brian tersenyum. Tangannya terulur untuk usak rambut pendek pacarnya. "Ngomel terus," katanya sambil terkekeh.
Bibir Dowoon maju sedikit. Dia tepis tangan Brian. Sumpah, dia kesal dengan Minho. Tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena bocah itu kesayangan Brian. "Nanti kamu tinggal dinas jauh dan lama baru dia tau rasa," gerutunya lagi nyaris tidak terdengar jelas.
"Tapi nanti kamu yang senang."
Pipi Dowoon seketika bersemu dan dia tidak bisa menahan bibirnya untuk tertawa. Benar, dia senang karena akan berada dekat dengan pacarnya. Rasa senangnya justru berkebalikan dengan kesedihan Minho nantinya.
Dan dia tidak peduli.
***
Minho usap dahinya yang terasa basah oleh keringat, padahal suhu AC di kamarnya sudah paling rendah. Napasnya dihembuskan berat. Dia gelisah dan bingung tidak tahu harus berbuat apa. Beberapa hari ini terus kepikiran omongannya pada Brian. Dadanya sesak, tapi dia tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.
Ketukan pada pintu kamarnya menarik perhatian Minho. Alisnya terangkat sedikit. Mempertanyakan apa keperluan maid-nya datang ke sini.
"Makan siangnya mau diantar ke sini atau bagaimana, mas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BUBBLE GUM | 2MIN
FanfictionBanyak yang iri pada Minho. Iri karena seorang Minho yang biasa-biasa saja bisa pacaran dengan Seungmin, yang kata orang mirip pangeran negeri dongeng. Ganteng, baik hati, pintar, kaya, dan ganteng lagi, pokoknya ganteng terus. Dalam hati Minho men...