"Appa, menjauhlah dariku." Hyei berbisik sembari berjalan cepat sambil menunduk menyembunyikan wajahnya. Dia takut orang-orang akan memotret kebersamaan mereka. Namun, berbeda dengan Hyei, Hoseok justru menarik tangan gadis itu dan merangkulnya dengan mesra. Dia tampak biasa saja dengan apa yang dilakukan orang-orang. Sesekali dia tersenyum kepada orang-orang yang mengenalinya sebagai idol.
"Ada aku, apa yang kau takutkan. Tegakkan saja badanmu, aku berjanji akan selalu melindungimu."
"Terakhir kali kau pun berkata begitu, tapi kenyataannya kau meninggalkanku," ucap Hyei yang seketika membuat langkah Hoseok terhenti. Hyei menatap Hoseok dalam diam, begitupun sebaliknya. Seakan-akan tak ada siapa pun di bandara itu, mereka hanya saling menyelami perasaan masing-masing dalam kebisuan dan membiarkan mata yang berbicara.
"Maaf ...," lirih Hoseok dengan perasaan paling tulus. Tangannya bergerak ragu merapikan helai rambut di wajah Hyei, tapi baru saja tangan itu menyentuh wajah sang gadis, Hyei segera memalingkan wajah dan berlalu.
"Pesawatnya mungkin akan segera berangkat," ucap Hyei tanpa menoleh.
Hoseok menatap ayunan langkah Hyei dengan hati yang berdenyut. Semua memang salahnya. Dia berusaha mengatur hatinya, lalu berlari menyusul sang gadis.
Setengah jam berlalu, pesawat mendarat di Jeju. Baik Hyei maupun Hoseok masih memilih untuk berjalan dalam kebisuan. Hyei hanya mengikuti Hoseok ke manapun pria itu melangkah karena liburan kali ini rencana Hoseok dan keenam member lainnya.
"Naiklah," Hoseok mempersilakan Hyei masuk lebih dulu ke mobil jemputan. Tak berapa lama, mereka pun tiba di sebuah villa dekat pantai.
Hyei masuk dan melihat-lihat seisi rumah. Ketika dia membuka jendela, angin sejuk pantai Jeju menyapa dirinya. Sejenak dia berdiri di balkon rumah.
Hoseok datang membawa dua cangkir teh hijau. "Aku harap kau akan suka liburanmu kali ini." Pria itu berkata sambil menyodorkan salah satu cangkirnya.
"Terima kasih." Sambut Hyei, lalu menyeruput tehnya. "Aku akan suka kalau saja villa ini memiliki lebih dari satu kamar tidur," celetuk gadis itu membuat Hoseok hampir tersedak teh yang baru saja diminumnya.
"Tenang saja, kau bisa gunakan kamar tidurnya, aku akan tidur di ruang tamu. Aku tak tau kalau mereka menyiapkan villa pribadi seperti ini."
"Cih, mereka pikir kita mau berbulan madu." Hyei mendengkus, lalu melempar pandangan ke arah debur ombak pantai.
Hoseok mengulum senyum mendengar protesan gadis di depannya. Gadis yang membuat hatinya berdebar-debar dan menghangat.
Hoseok masih menatap gadis itu dengan rasa cinta yang enggan untuk disembunyikan ketika Hyei tiba-tiba menoleh ke arahnya.
"Mau makan apa? Biar aku masak sesuatu untukmu," ucap Hyei mengurai kecanggungan.
Hoseok melempar senyum. "Di sini kau adalah tamuku. Biar aku yang memasak untukmu."
"Ya sudah, terserah kau saja," ucap Hyei, lalu berlalu pergi. Gadis itu masuk ke kamarnya dan memutuskan untuk mandi.
Hoseok masih mempertahankan senyumnya. Dia melangkah ke dapur, meletakkan cangkir tehnya, lalu mulai memilah bahan makanan di dalam kulkas. Bahan-bahan makanan yang memang sudah disiapkan oleh pengelola villa. Tentu saja itu atas permintaan Hoseok di hari sebelumnya.
Hoseok tengah menata hidangan ketika Hyei datang dengan tampilan yang lebih segar. Gadis itu tampak makin menawan membuat Hoseok hampir menjatuhkan sup ikan yang dibuatnya.
"Duduklah," ucap Hoseok sedikit gugup sembari menahan debar jantungnya. Dia menunduk berpura-pura sibuk mengatur piring dan sendok.
Derit kursi yang ditarik mundur membuat perasaan Hoseok makin tak karuan. Wangi yang menguar dari tubuh gadis di sebelahnya membuatnya hampir gila karena menahan gelora yang meletup-letup dalam dadanya.
Dres mini berwarna toska yang membalut tubuh dengan pulasan make-up yang begitu natural, sungguh membuat Hyei tampil secantik bidadari. Hoseok bisa gila jika lama-lama berdekatan dengannya.
"Aku ke dapur dulu," ucap Hoseok, lalu melangkah pergi dengan cepat. "Kenapa bisa begini?" lirihnya sembari memegang dadanya dan bersandar di tempat yang sedikit tersembunyi, jauh dari pandangan Hyei. "Kenapa sekarang kau jadi secantik ini, Hyei?" monolog pria itu.
Setelah cukup tenang, Hoseok mengambil segelas air, lalu meminumnya tanpa dia tahu kalau Hyei juga datang ke dapur. Gadis itu mencari sebotol minuman dingin. Jantung Hoseok kembali berdegup kencang ketika tatapan mereka bertemu. Mata indah gadis itu membuat Hoseok terpana.
"Appa lama sekali. Tadi aku pikir kau juga mau mengambilkanku minuman."
"Ah, i-itu-itu ... biar aku ambilkan sekarang." Hoseok melangkah gugup mendekati kulkas.
"Aku sudah mengambilnya sendiri," jawab Hyei, lalu membalik badan hendak pergi, tapi Hoseok memegang lengannya.
"Tunggu ...," ucap Hoseok tanpa sadar. Kembali tatapan mereka bertemu. "Kau ... kau cantik sekali." Lirih suara Hoseok menyapa pendengaran Hyei. Ada ketulusan di mata pria itu yang membuat cinta di hati sang gadis kembali tumbuh dengan subur. Sejatinya sejak tadi dia pun merasa gugup tinggal berduaan dengan Hoseok. Perasaannya saat ini sungguh berbeda dengan lima tahun lalu. Ada cinta, tapi juga keraguan yang terus membelenggu hatinya.
"Aku ... aku ke sana dulu ...." Hyei menunjuk meja makan dan membalik badan, tapi Hoseok dengan cepat memeluknya dari belakang. "Appa ... apa yang kau lakukan?"
Hoseok memejamkan matanya menghidu wangi lembut gadis itu. "Apa kau tak bisa mendengar degup jantungku, Hyei ...?" ucap pria itu penuh perasaan. Hyei pun terdiam.
Detik demi detik berlalu, Hoseok masih enggan melepaskan pelukannya. Mereka tenggelam dalam kebisuan, memberi ruang pada hati masing-masing untuk berbicara.
"Katakan padaku, apa yang harus ku lakukan untuk membuktikan bahwa kali ini aku tak akan melakukan hal yang sama lagi?"
Sesaat Hyei tak menjawab, tapi kemudian perlahan melepaskan pelukan pria di belakangnya. "Kau cukup menjaga jarak denganku dan jangan mengusik kehidupanku lagi."
Jawaban Hyei membuat Hoseok bungkam. Seakan-akan sebilah pedang menusuk dadanya, dia merasakan sakit di dalam sana. Gadis itu berjalan menjauh, lalu duduk di ruang makan.
"Hyei ... sungguhkah kau menginginkan itu?" tanya Hoseok setelah duduk di kursi yang bersebrangan.
Hyei mengangkat wajahnya setelah memasang tembok tebal di hatinya. "Iya!" jawabnya tegas. "Aku tak ingin terlibat apa pun lagi denganmu. Juga dengan rekan-rekanmu."
"Tapi ...."
"Aku sudah selesai. Aku lelah dan akan istirahat. Terima kasih, Hoseok-sii," ucap Hyei lalu pergi membawa piring bekas makannya. Dia membersihkan piring itu di dapur, kemudian masuk ke kamarnya.
Rasa lapar Hoseok sirna begitu saja. Dia merapikan semua sisa makanan yang belum tersentuh, lalu pergi meninggalkan villa itu untuk menenangkan hatinya. Dia tahu di hati Hyei masih ada cinta untuknya, bahkan mungkin akan ada selamanya, tapi gadis itu tetap menghindarinya.
Di sisi lain, di dalam kamarnya Hyei berdiri dekat jendela mentap Hoseok yang berjalan-jalam di tepian pantai. Gadis itu mengambil ponsel dan menghubungi ibu panti.
"Ibu, apa lamaran Jin Young masih berlaku? Aku bersedia menikah dengannya," ucap gadis itu diikuti setitik air mata yang menyentuh pipi.
Dengan perasaan berat, Hyei menutup teleponnya. Dia kembali menatap Hoseok. Pikirannya kembali ke masa lalu ketika Hoseok menyelamatkannya dari penculik, lalu ucapan manager Sejin bahwa Hoseok menikah dengan orang lain hanya untuk melindunginya.
"Appa, jika aku memilihmu, konsekuensi apa yang akan kau tanggung untukku? Bisakah kau berjanji akan baik-baik saja setelah bersamaku? Aku takut kau terluka lagi ... itu sangat menyakitkan ...." Hyei pun terisak dalam kesendiriannya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Me, Baby
FanfictionPertemuan tak terduga membawa Hyei seakan-akan kembali ke masa lalu. Satu-satunya hal yang ingin dia hindari setelahnya adalah menghindari masa lalu terulang kembali, tapi takdir seakan-akan mempermainkannya. Makin menjauh, dia justru makin terjebak...