Bab 10

28 4 4
                                    

Tiba-tiba semobil dengan orang yang sangat dicintai, tapi telah terpisah selama lima tahun karena dia telah menikah dengan orang lain tentu saja membuat Hyei sangat gugup. Sosok yang seminggu lalu ditangisinya karena telah koma cukup lama, malah menjadi supir yang akan menemaninya pulang, menempuh perjalanan panjang hingga puluhan kilometer. Bagaimana dia harus bersikap sekarang?

"Hyei ... lihat sini, apa bagusnya melihat keluar jendela seperti itu?" Hoseok melirik Hyei yang masih bergeming di tempatnya.

"Jelas saja lebih bagus darimu yang kerempeng seperti triplek," ucap Hyei tanpa sadar.

"Ooh ... maaf kalau aku tak menarik lagi," sahut Hoseok lalu terdiam tanpa kata.

Hyei baru menyadari kesalahan ucapannya. Segera dia membalik badan untuk melihat Hoseok. "Maaf, aku ... aku ... bukan maksudku bicara begitu, aku ... aku hanya ...." Hyei menunduk, "... gugup," lanjutnya bersuara pelan.

Hoseok melirik Hyei yang menunduk. Hatinya bergemuruh, rasanya ingin mencumbu gadis itu. Hyei tampak sangat imut dan menggemaskan. Pria itu mencoba untuk bersikap lebih berani. Dia meraih tangan Hyei dan menangkupnya di dada. Sontak Hyei pun menatap ke arahnya.

"Hyei, menikahlah denganku, mari kita mulai semuanya dari awal." Hoseok melempar senyuman termanisnya. Meski dia harus menjaga konsentrasinya karena sedang mengemudi, dia juga tak ingin melepaskan perhatian dari gadis manis di sebelahnya.

Hyei menatap Hoseok, sejatinya hatinya melonjak bahagia, tapi dengan serta merta dia menarik tangannya. "Tidak ... bagiku kau hanya masa lalu yang harus aku lupakan. Aku tak akan kembali padamu."

"Oh, ya? Lalu, siapa orang yang memintaku untuk berbagi beban dengannya? Orang yang mengusikku dengan tangisannya dan berkata kalau dia sudah dewasa?"

"Bukan aku!" jawab Hyei lalu memalingkan wajah. Rona merah bersemu di pipinya. Bagaimana mungkin Hoseok bisa mengingat semua perkataannya waktu itu? Apa mungkin sebenarnya dia sudah sadar.

"Akh ... Hyei, tolong aku ...," rintih Hoseok tiba-tiba. Mobil pun terasa oleng, lalu dengan cepat menepi dan Hoseok mematikan mesin mobilnya.

"Appa, kau kenapa?" Hyei jadi panik. Dia menyentuh dada pria itu yang sepertinya jadi sumber rasa sakit Hoseok karena Hoseok mengelus dadanya berulang kali. "Tenanglah, akan kupanggilkan ambulance," ucap Hyei sembari mengatur posisi kursi kemudi agar Hoseok bisa telentang.

"Tidak, aku baik-baik saja, ambilkan saja obatku."

"Dimana? Dimana kau taruh obatnya?"

"Di sini." Hoseok menarik tangan Hyei hingga tubuh gadis itu terjerembab dan menindihnya. "Kaulah obatku, jadi tetaplah di sini." Hoseok mendekap gadis itu.

"Appa ... kau mempermainkanku ...." Hyei berontak hendak melepaskan diri, tapi Hoseok memeluknya makin erat.

"Aku merindukanmu, Hyei ... sangat merindukanmu," bisik Hoseok lembut. Setitik air mata bahkan jatuh membasahi pipinya. Perasaan yang dia tahan selama ini coba dia luapkan dalam pelukan itu.

Hyei tergugu. Bisa dia rasakan betapa dalam perasaan Hoseok. Meski tak banyak kata yang terucap, tapi kerinduan itu menyentuh lubuk hatinya yang terdalam. Hyei pun hanya terdiam membiarkan Hoseok mendekapnya dengan hangat.

Waktu seakan-akan terhenti pada saat itu. Keduanya terdiam membiarkan kehangatan pelukan mereka memenuhi relung hati. Rasa yang tak pernah padam, tapi terpaksa dikubur, perlahan menumbuhkan bibit baru di hati masing-masing. Hoseok tak ingin menyesali keputusannya lagi, karena itu dia ingin bersikap lebih berani. Namun, berbeda dengan Hyei, dia justru ingin membatasi ungkapan rasa yang ditunjukan Hoseok. Setidaknya saat ini dia ingin lebih berhati-hati. Dia tak mau kejadian lima tahun lalu terulang kembali. Sebesar apa pun cintanya pada Hoseok, dia akan lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. Dia sudah dewasa.

"Appa, sebaiknya kita hentikan ini. Kau akan kesakitan. Kau kan baru sembuh."

"Hmm ... aku tau." Hoseok menatap wajah Hyei, lalu dengan lembut merapikan rambut gadis itu. "Kita pacaran lagi, ya? Bisakah kau memberiku satu kesempatan untuk menebus kesalahanku?"

Hyei menjauhkan badannya. "Kita lihat saja nanti," ucap gadis itu.

Hoseok memperbaiki posisi duduknya. Hyei pun merapikan rambut dan pakaiannya, lalu duduk menatap keluar jendela. Keduanya terdiam.

Tanpa banyak bertanya, Hoseok kembali menyalakan mesin mobilnya. Kendaraan roda empat itu kembali melaju di jalan raya. Sesekali Hoseok melirik Hyei yang masih terdiam, lalu perlahan dilihatnya gadis itu mulai mengantuk dan terlelap. Dengan hati-hati Hoseok memposisikan kepala Hyei untuk mendapatkan posisi yang paling nyaman. Dia meraih tangan Hyei dan menautkan jemari mereka.

"Aku akan memperjuangkanmu, Hyei. Percayalah padaku sekali lagi." Hoseok mencium lembut punggung tangan Hyei.

***

Kendaraan roda empat itu merapat dengan pelan. Sementara Hyei masih tertidur pulas. Setelah berhasil memarkirkan mobilnya di tempat yang aman, barulah Hoseok membangunkan gadis itu.

Wajah cantik Hyei yang terlelap membuat dada Hoseok berdesir. Diperhatikannya keindahan di depannya itu. Dengan sedikit gugup, Hoseok menyentuh lembut pipi kanan Hyei, lalu merapikan helaian rambut yang menutupi sebagian wajah cantik itu.

Hoseok mendekatkan dirinya, dia ingin mencium bibir Hyei yang memikat hatinya. Napas hangat mereka saling menyapa, tapi sial bagi Hoseok, tepat setelah bibir mereka bertemu, Hyei malah membuka matanya.

"Ap ... hmmpp." Suara Hyei langsung sirna ketika Hoseok melumat bibirnya dengan sangat lembut.

Guna menutupi rasa malunya karena ketahuan ingin mencium gadis itu, Hoseok memberanikan diri untuk melanjutkan aksinya. Dengan mata terpejam dia merasakan sensasi bibir Hyei yang manis semanis cerry. Gadis itu tak membalasnya, tapi Hoseok tetap menyesap birai sang gadis.

Tak berapa lama, Hyei yang sudah bisa mengontor detak jantungnya yang bertalu, mencoba mendorong pria itu. "Hentikan Appa. Bagaimana kalau ada yang melihat kita."

Hoseok menjauhkan badan dan tersenyum. "Biarkan saja mereka melihatnya. Aku justru ingin paparazi menangkap kencan kita, jadi akan lebih mudah bagiku untuk mengumumkan hubungan kita."

"Hubungan apa, aku tak punya hubungan apa pun denganmu." Hyei mendengkus. Dia bersiap untuk turun dari mobil, tapi matanya menangkap pemandangan yang tidak biasa. "Ini kita di mana?" Dia menoleh pada Hoseok dan melotot meminta penjelasan.

Hoseok malah menunjukkan amplop ke arahnya. "Aku juga tak tau, aku hanya menjalankan perintah Namjoon. Katanya di sini, ada tiket pesawat dan hotel tempat kita menginap nanti."

"Tapi ... tapi ... aku ...."

"Sudah, ayo kita turun. Jangan sampai kita ketinggalan pesawat, tak baik menolak niat baik seseorang."

"Kalian mempermainkanku!" jerit Hyei kesal, tapi Hoseok malah terkekeh. Dengan sangat terpaksa, Hyei turun dari mobil. "Ibu panti pasti akan menungguku," gumamnya.

"Tak akan ada yang menunggumu. Aku sudah minta ijin sama ibu panti, dan dia bilang agar membawamu kemana saja ke tempat yang aku suka. Dia ingin segera punya cucu."

"Diamlah!" hardik Hyei. Wajahnya mengerucut marah, tapi malah membuat Hoseok makin gemas.

"Dokter bilang, setelah koma selama setahun, otot-otot tubuhku mungkin masih kaku, karena itu aku putuskan untuk melalukan terapi pelemasan otot bersamamu. Jadi nikmatnya dapat, sehat pun dapat."

"Hah?! Apa maksumu?!" Hyei makin protes, tapi Hoseok malah merangkulnya dengan mesra.

"Kau akan tau setelah kita sampai di Jeju."

"Awas saja kalau berani macam-macam!" ancam Hyei, matanya mendelik tajam.

"Tenang saja Hyei, aku masih belum bisa kalau banyak macam, jadi cukup satu macam saja."

"Appaaa!!!" jerit Hyei makin kesal, lalu melangkah cepat meninggalkan Hoseok.

Hoseok berlari menyusulnya. Senyum manis mengembang di wajahnya, dia tak peduli meski wartawan atau fans mengabadikan kejadian itu dan menjadikannya bahan gosip. Kedepannya dia hanya ingin bahagia dengan orang yang paling dicintainya.

TBC

Pick Me, BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang