"Hyei, di mana rumahmu, ayo biar aku antar?" Hoseok masih menjaga tubuh gadis itu agar tak terjatuh.
Mata Hyei mengerjap pelan, lalu mendorong Hoseok, sedikit menjauh dia pun mengoceh, "Rumah? Rumahku di mana?" Gadis itu celingukan, mondar-mandir ke sana kemari dengan tubuh sempoyongan, lalu tiba-tiba dia memeluk pohon akasia di pinggir jalan. "Huaa ... ada gempa! Aku takut gempa!" Dia menangis sesenggukan.
Hoseok hanya bisa tersenyum melihat tingkah konyol gadis itu. Dia menggeleng sambil terkekeh, lalu memapah gadis itu supaya berdiri. "Tak ada gempa, Hyei, cuma kau minum terlalu banyak, jadi semua terasa berputar."
"Benarkah?" Hyei terkekeh. "Tapi, kau siapa?" Gadis itu mengernyitkan dahinya, lalu kembali mendorong Hoseok. "Aku mau pulang, huh!" ucap Hyei dengan mimik wajah lucu. Dia kembali berjalan terseok-seok. Lalu kembali menangis, "Rumahku, rumahku diambil penyihir ... hua ... hua ...."
"Hyei ... Oh, ya Tuhan seharusnya kau tak mabuk," gerutu Hoseok, lalu menangkap tubuh gadis itu dan menggendongnya.
Hyei malah kegirangan. "Aku punya kuda, yeey! Kuda ayo kita basmi penyihir dan rebut kembali Appa!" Hyei mengepalkan tangannya, lalu mengangkatnya sambil berteriak, "Serang! Kita selamatkan Hoseok Appa!"
Hoseok berjalan dalam diam. Ocehan Hyei barusan mengingatkannya kembali pada apa yang telah dilakukannya pada gadis itu. Bahkan dalam benak Hyei yang kala itu masih berumur 19 tahun, menganggap kalau dirinya telah diculik si penyihir Chaerin. Hoseok sungguh merasa bersalah.
"Kuda, aku mau muntah," ucap Hyei tiba-tiba.
Hoseok pun menghentikan langkahnya dan mengajak Hyei ke tempat yang nyaman untuk muntah. Gadis itu memuntahkan isi perutnya. Lalu kembali menangis.
"Kuda ... Appa jahat ... dia meninggalkanku dan menikah dengan penyihir itu. Aku tak mau menyelamatkannya. Aku mau pulang." Gadis itu cemberut. "Appa tak mencintaiku, Appa tak peduli padaku." Lanjutnya menggerutu. Dia menatap ke arah pesisir di mana debur ombak terdengar memecah. Tiba-tiba Hyei berlari ke arah pantai membuat Hoseok terkejut. Gadis itu membiarkan dirinya basah dengan air laut. "Appa! Aku membencimu! Aku sangat membencimu!" teriaknya sambil menangis.
Hyei jatuh terduduk di pasir. Air laut yang datang dan pergi terus memandikan dirinya. "Aku tak ingin lagi bertemu dengannya. Tidak meski itu dalam mimpi sekalipun! Kenapa dia harus ada di Pohang?! Tuhan, aku sudah pergi jauh sekali untuk membuangnya! Tapi kenapa Kau bawa dia ke Pohang!"
Hoseok membeku menatap Hyei yang histeris di depannya. Dia harus memikirkan cara untuk membantu gadis itu. Sayangnya dia tak tahu Hyei saat ini tinggal di mana. Dia tak bisa menghubungi teman-teman Hyei karena ponsel gadis itu terkunci.
"Hyei, ayo kita pulang, ini sudah cukup. Kau bisa sakit." Hoseok mendekati gadis itu, lalu memapahnya. Lelehan air mata di wajah Hyei membuat dada Hoseok begitu sesak. Sudah lima tahun berlalu, gadis itu masih tak bisa menghapus luka dalam hatinya. "Hyei, maafkan aku ...." Hoseok memeluk gadis itu dengan hangat. "Kau berhak mendapat pria yang lebih baik dariku, Hyei ... jangan sakiti dirimu hanya karena pria sepertiku." Hoseok menahan tangisnya. Perlahan, dia membawa Hyei menjauh dari bibir pantai. Dia membimbing gadis itu untuk duduk di tempat yang lebih nyaman.
"Kau tunggu aku di sini, ya. Aku harus membeli beberapa pakaian ganti untukmu," ucap Hoseok, lalu berlari setelah memastikan gadis itu aman. Hoseok membeli beberapa potong pakaian di toko pakaian yang berada di sekitar area itu. Namun, saat dia kembali, dia tak melihat Hyei di tempatnya. Dengan panik Hoseok mencari keberadaan gadis itu.
"Hyei! Kau dimana, Hyei!" Sudah hampir setengah jam Hoseok menyusuri pantai itu, tapi dia tak menemukan jejak Hyei sama sekali. Hoseok kembali ke sisi jalan raya, siapa tahu gadis itu malah berjalan kaki tanpa arah. Namun, pencariannya sia-sia. Bahkan bayangan gadis itu pun tak terlihat.
Hoseok mengacak-acak rambut frustasi. Saat kembali memperhatikan sekitar, Hoseok menemukan sebelah sepatu Hyei tergeletak di dekat jalan raya. "Ya Tuhan, Hyei kau di mana? Apa kau baik-baik saja?" Hoseok memperhatikan sekitar, lalu menemukan CCTV milik beberapa toko di dekat tempat itu.
Gegas Hoseok meminta bantuan kepada pemilik toko untuk melihat rekaman CCTV mereka. Dari sana, Hoseok bisa bernapas lega karena Hyei tak hilang diculik orang. Gadis itu naik taksi dan sepatunya terlepas saat naik taksi itu. Hoseok menyimpulkan kalau Hyei pasti sudah kembali ke rumahnya.
Setelah berterima kasih kepada pemilik toko, Hoseok memutuskan untuk kembali ke camp militer. Dia menumpang taksi dalam diam, terjebak dengan segala peristiwa yang pernah dia alami bersama Hyei, gadis yang selama ini bertahta dalam hatinya.
Lima belas menit perjalanan, Hoseok sampai di camp militer, tadi dia pergi untuk membeli sedikit camilan, juga memantau situasi di daerah tugasnya. Situasi kota terasa aman, tapi yang dia temukan justru Hyei yang hampir jadi korban pelecehan.
"Hyung, kenapa lama sekali?" Taehyung melirik pria itu. Wajahnya masam karena menunggu lama camilan yang dia pesan. "Mana pesananku?" tanyanya saat melihat Hoseok hanya membawa pakaian di kantong belanjanya. "Dan apa ini, Hyung? Kau sedang tak berencana untuk menyamar jadi wanita, kan? Dan sepatu ini, kenapa hanya sebelah?"
"Tadi, aku bertemu Hyei ...."
"Wah, benarkah?" Taehyung malah jadi bersemangat. Dia melupakan camilan yang dia mau. "Lalu, apa yang terjadi, kenapa kau bawa pakaiannya pulang? Wah, gawat!" Tiba-tiba pria itu histeris. "Bagaimana caranya dia pulang kalau kau bawa pakaiannya, Hyung? Habis bercinta harusnya kau pakaikan lagi pakaiannya, bukannya kau bawa pulang!"
"Bercinta kepalamu!" Hoseok melempar Taehyung dengan sepatu Hyei yang hanya sebelah. Pria itu berkelit menghindar. "Sudah, tutup mulutmu, aku pusing."
"Tapi aneh ... tidak bercinta, tapi kau bawa pakaiannya pulang dan membiarkan dia telanjang." Taehyung masih menggerutu dan berpikir keras tentang kejadian yang dirasanya janggal.
"Itu bukan pakaian Hyei. Aku baru membelinya karena pakaian Hyei basah, dia mabuk parah, tapi saat aku kembali, dia sudah hilang."
Kali ini Taehyung malah tertawa. "Miris sekali nasibmu, Hyung," ucapnya.
"Sudah diamlah. Aku mau tidur."
"Yakin kau bisa tidur malam ini?" Taehyung mengejek. "Harusnya jangan biarkan dia pergi, peluk dia, ajak bercinta, lalu sebulan lagi kau bisa menikahinya."
"Sudah diam!" Hardik Hoseok membuat Taehyung langsung mengunci mulutnya. Taehyung benar, malam ini, dia tak akan bisa tidur. Pikirannya dipenuhi Hyei dan segala luka yang terpahat jelas di mata gadis itu. Matanya yang sembab dan bibirnya yang gemetar mengucapkan aksi protesnya kepada Tuhan. Hyei benar, mungkin seharusnya mereka tak pernah bertemu lagi selamanya. Hoseok menyentuh bibirnya, ciuman mereka tadi masih terasa nyata. Dia hanya bisa menangis dalam diam. "Hyei ...," lirihnya sembari memegang dadanya yang begitu sesak.
TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/353562382-288-k467707.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Me, Baby
FanfictionPertemuan tak terduga membawa Hyei seakan-akan kembali ke masa lalu. Satu-satunya hal yang ingin dia hindari setelahnya adalah menghindari masa lalu terulang kembali, tapi takdir seakan-akan mempermainkannya. Makin menjauh, dia justru makin terjebak...