Hyei menyampirkan tali tas make-up nya yang sedikit melorot. Dia berjalan sedikit tergesa menuju mobilnya. Wajahnya ditutupi masker agar tak ada yang mengenali dirinya. Sementara itu, di belakangnya Yoongi mengikuti tanpa suara. Tepat ketika Hyei sudah mencapai mobilnya, barulah Yoongi memanggil namanya.
"Hyei-sii ... boleh aku ikut denganmu sebentar?"
Hyei menoleh dan mendapati Yoongi berdiri di belakangnya. Topi hitam kaos grey dan celana panjang hitam membalut tubuhnya. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana, sementara sebagian wajahnya tertutup masker.
"Yoongi-oppa, bagaimana bisa ...."
Yoongi tersenyum di balik maskernya, dia mendekat, lalu membuka pintu pada bagian kemudi. "Biar aku saja yang menyetir."
Melihat Yoongi yang sudah masuk ke mobil, Hyei pun hanya bisa pasrah dan duduk di sebelah pria itu.
Hening menyelimuti perjalanan, sesekali Yoongi melirik gadis yang membisu di sebelahnya, lalu kemudian kembali menatap jalanan. "Kau sudah makan?" tanya pria itu memecah kesunyian.
"Sudah, tapi kalau kau mau makan biar aku temani. Sepertinya ada hal yang cukup serius yang ingin kau bicarakan."
Yoongi kembali terdiam. Tak jauh seberapa jauh di depan, dekat tikungan Yoongi merapatkan mobilnya ke sebuah restaurant Jepang. Segera setelah mobil terparkir rapi, dia pun turun. "Ayok, aku sudah reservasi di sini."
Hyei berjalan dalam diam. Pejaga restaurant mengajaknya ke sebuah ruang VVIP yang jelas sangat privasi. Hyei pun hanya melangkah tanpa bertanya apa-apa.
"Mau pesan apa?"
"Aku sudah makan, jadi aku hanya pesan sebotol minuman."
"Buatkan pesanan yang sama denganku," ucap Yoongi ke pramusaji. Pelayan pun undur diri dari sana.
"Jadi, kalau boleh tau apa yang hendak kau sampaikan?"
"Tak ada," ucap Yoongi kemudian menegak bir yang sudah dituang ke dalam gelas.
Hyei menatap Yoongi penuh selidik.
"Jangan menatapku seperti itu, cukup Hoseok saja yang kau berikan tatapan mematikan seperti itu."
Hyei menunduk mendengar ucapan Yoongi. "Appa ... ba-bagaimana dia?" tanya Hyei terbata. Dadanya bergemuruh.
"Kau belum menemuinya?" Yoongi balik bertanya dan Hyei hanya menggeleng. "Kurasa kau memang tak perlu ke sana, dia juga tak akan tau kau datang," lanjut Yoongi.
Pintu ruangan terbuka. Pramusaji masuk dengan dua porsi o-toro, salah satu jenis makanan Jepang yang tergolong mahal. Sayatan pada bagian perut tuna bluefrin tampak menggoda. Sushi dari tuna bluefrin mungkin baru kali ini tersaji di hadapan Hyei.
"Makanlah, kita ngobrol sambil makan." Yoongi menuangkan segelas red wine untuk Hyei.
Dering telepon mengusik kebungkaman Hyei. Gadis itu pun mengambil ponselnya. "Maaf aku angkat ini dulu."
Yoongi mempersilakan tanpa suara.
"Ya, ada apa Daniel?" tanya Hyei setelah mengucap salam. Sementara Yoongi berpura-pura tak mendengar.
"Sebentar lagi aku pulang. Aku sedang bersama Yoongi-oppa," Hyei kembali menyahuti ucapan Daniel.
"Tidak, kau tak usah menjemputku. Aku tak apa-apa, aku juga bawa mobil sendiri. Sudah, ya, kita bicara lagi nanti. Aku tutup teleponya," ucap Hyei untuk yang terakhir sebelum menutup sambungan telepon.
Yoongi memasukkan sushi ke mulutnya. "Daniel sangat perhatian, ya. Baguslah."
"Eh, apa?"
"Santai saja, aku bukan Taehyung. Aku tak akan ikut campur dalam hubunganmu dengan Daniel. Aku justru bahagia melihatmu telah menemukan seseorang yang bisa menggantikan Hoseok."
"Oh ...." Hyei menunduk. Perlahan dia mengambil sesuap sushi sembari mengunyahnya dengan pelan.
"Kau masih mencintai Hoseok?"
Pertanyaan Yoongi membuat Hyei hampir tersedak. Dia menatap Yoongi dengan raut wajah terkejut, tapi Yoongi malah asyik dengan makanannya.
"Maafkan aku," ucap Hyei.
Yoongi menghentikan suapannya. "Kenapa?"
Hyei tak menjawab. Dia kembali menunduk.
Yoongi mengeluarkan secarik kertas dari saku celananya. "Minta maaflah pada Daniel karena kau akan menikah dengannya, tapi masih menyimpan pria lain di hatimu. Atau putuskan hubunganmu dengan Daniel dan temui Hoseok." Yoongi meletakkan secarik kertas kecil di dekat Hyei, kemudian dia bangun dan melakukan bow. "Aku sudah kenyang. Jangan terburu-buru mengambil keputusan. Pikirkan semuanya dengan baik. Senang bertemu kau lagi, Hyei." Yoongi pun pamit meninggalkan Hyei yang masih bungkam.
Yoongi telah pergi, tapi Hyei masih diam mematung. Kepalanya masih saja menunduk, pikirannya kosong, sedang hatinya bergemuruh, sesak bercampur jadi satu. Hyei menatap kertas kecil yang disodorkan Yoongi. Sedikit gemetar tangannya mengambil kertas itu. Di sana tertulis nama rumah sakit tempat Hoseok dirawat dan nomer ruang rawatnya.
Perasaan Hyei makin kacau. Tangannya gemetar memegang kertas kecil itu. Dia membaca sembari menitikkan air mata. Setelah lama membiarkan dirinya terjebak dalam bimbang yang mendera, Hyei merobek kertas itu dengan perlahan. "Maafkan aku, Appa ...," ucap gadis itu lalu pergi meninggalkan tempat itu dan serpihan kertas tadi di atas meja.
Sampai di rumah, Hyei membuka lemari dan mengemasi semua pakaiannya. Dia tak ingin lagi ada di Seoul, tidak walau hanya sedetik.
Ponsel Hyei berdering sesaat setelah dia mengunci kopernya. Ibu panti menelponnya.
"Malam, Bu," ucapnya. "Ada apa menelponku tengah malam begini? Apa ada hal penting yang ingin kau bicarakan?"
"Hyei ... bagaimana dirimu di Seoul? Ibu sangat khawatir."
Hyei tersenyum ibu panti benar-benar seperti ibu kandung yang bisa merasakan apa yang dirasakan anaknya. "Aku tak apa-apa, Bu. Jangan khawatir."
"Baguslah. Ibu jadi bisa tenang. Segeralah pulang, Nak. Seoul bukan tempat yang baik untukmu."
"Ibu, kenapa tiba-tiba bicara seperti itu?"
Ibu panti tak segera menjawab. Seolah-olah ada beban berat yang coba dia tahan, tapi Hyei tak boleh mengetahuinya.
"Ibu sudah lama memikirkan hal ini, Hyei. Ibu selalu khawatir setiap kali kau pergi ke Seoul."
"Ibu tenanglah, aku sudah dewasa. Aku bukan Hyei yang dulu lagi."
Ibu panti menghela napas, Hyei bisa tahu itu dari desahan napas yang terdengar samar di telepon. Hyei jadi kian curiga dengan sikap wanita itu.
"Ibu, katakan ada apa sebenarnya?" tanya Hyei penasaran.
"Bukan apa-apa, Nak. Ibu tunggu kau pulang. Sudah, ya, Ibu matikan teleponnya."
Sambungan ponsel pun terputus. Hyei masih terdiam di tempatnya ketika ponselnya kembali berdering. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar handphonenya.
Hyei sempat menimbang-nimbang apakah dia harus menerima atau mereject panggilan itu. Namun kemudian, dia memutuskan untuk menerimanya.
"Selamat malam," sapa Hyei.
"Selamat malam, Hyei-sii ... kau masih ingat denganku, kan?" Suara berat seorang pria terdengar dari seberang sana kembali membuat Hyei membeku. Dadanya bergemuruh, dia tak mampu menjawab. "Hyei-sii, mari kita bertemu ...."
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Me, Baby
FanfictionPertemuan tak terduga membawa Hyei seakan-akan kembali ke masa lalu. Satu-satunya hal yang ingin dia hindari setelahnya adalah menghindari masa lalu terulang kembali, tapi takdir seakan-akan mempermainkannya. Makin menjauh, dia justru makin terjebak...