Hyei mengetuk pintu ruangan berwarna silver. Tadi seorang penjaga secara khusus mengantarkannya ke ruangan itu.
"Masuk," ucap sesorang dari dalam sana.
Dengan perasaan was-was Hyei membuka pintu, lalu mengucap salam pada seseorang yang sedang duduk membaca sebuah file.
"Oh, duduklah, Hyei." Pria itu tersenyum ramah. Hyei pun duduk berhadapan dengannya. "Maafkan aku, semalam aku menghubungimu tengah malam. Aku terkejut mendengar kau ada di sini, padahal kemarin aku sempat pergi ke Gwangju untuk mencarimu. Apa ibu panti sudah menghubungimu?"
"Ya, dia melakukannya, Manager Sejin, tapi ibu tak mengatakan apapun."
"Oh, mungkin dia bingung harus bagaimana mengatakannya. Tapi, tak apa-apa. Biar kujelaskan padamu."
Manager Sejin berdiri, lalu mengambil sekaleng minuman dingin untuk Hyei. Sikap Manager Sejin membuat Hyei deg-degan. Pasti ada hal yang sangat penting yang ingin disampaikan pria itu.
"Hyei ... kau pasti bertanya-tanya kenapa aku memanggilmu. Jadi, aku mau terus terang kepadamu. Ini soal Hoseok."
Perasaan Hyei makin tak karuan ketika Sejin menyebut nama Hoseok. Dia tak bisa membayangkan bagaimana keadaan Hoseok saat ini. Alamat rumah sakit dan ruang rawat yang diberikan Yoongi sudah dia robek menjadi serpihan.
"Semalam aku sempat mendengar percakapan anak-anak. Katanya kau dan Daniel ... kalian akan menikah. Benar?"
Hyei mengangguk ragu, karena yang dia bilang semalam hanya kebohongan agar dia terhindar dari Taehyung. Dia tak ingin terjebak dalam kehidupan mereka lagi. Namun, tengah malam tadi tiba-tiba manager Sejin menghubunginya dan mengatakan ada hal yang sangat penting yang ingin dia sampaikan.
Sejin tersenyum. "Selamat untukmu, Hyei. Syukurlah kau sudah bisa melupakan Hoseok. Tapi ...."
"Tapi apa? Apa terjadi sesuatu pada Appa ...?"
Sejin menatap Hyei lamat-lamat. Ucapan Hyei barusan mengingatkannya pada Hyei lima tahun lalu yang terang-terangan mengaku akan menikah dengan Hoseok.
"Kau pasti sudah tau apa yang dialami Hoseok, kan?"
Hyei kembali mengangguk.
"Sekarang, sudah lebih dari setahun Hoseok terbaring. Hidupnya hanya bergantung pada alat yang terpasang pada tubuhnya. Beberapa kali kami dan juga keluarga Hoseok sudah bertemu dan mencoba mencari solusi terbaik untuk Hoseok, tapi sepertinya semua menemui jalan buntu. Karena itu kami ...." Manager Sejin menghentikan kata-katanya. Dia menyeka bulir bening yang lolos begitu saja dari ujung matanya.
"Maaf ...," ucap Manager Sejin, lalu kembali menyematkan senyum di bibir, senyum tipis yang sangat dipaksakan. Dia hanya mencoba untuk tetap tenang. Sementara di tempatnya Hyei sudah membeku, perasaannya tak karuan.
"Hyei, aku tau ini akan jadi permintaan yang sangat sulit bagimu, tapi ... sebelum kami meminta dokter untuk mencabut semua alat bantu dari tubuh Hoseok, maukah kau menemuinya? Sekali saja ... bicaralah padanya, karena sejatinya dia sangat mencintaimu. Dia sangat merindukanmu."
Hyei bungkam. Hatinya tersayat-sayat. Bagaimana bisa Sejin berkata Hoseok mencintainya, padahal Hoseok sendiri yang mencampakkannya. Lalu, apa yang akan terjadi jika alat-alat medis dicabut pemasangannya, apa itu artinya Hoseok akan meninggal?
"Hyei ... datanglah walau hanya sekali, dengan demikian kami merasa kami sudah memenuhi keinginan terakhirnya."
Kalimat terakhir Manager Sejin menghantam dada Hyei. Dia tak bisa menahan diri lagi. Air matanya tumpah membanjir membasahi wajahnya. Ketakutan akan kehilangan Hoseok menyerangnya. Hoseok mungkin sudah menikah, tapi itu lebih baik ketimbang dia meninggal.
"Karena kau sudah punya pasangan, kau bicarakanlah dulu dengan Daniel. Aku tak ingin permintaanku ini malah membuat kesalahpahaman di tengah hubungan kalian."
"Aku ... aku tak bisa, Manager Sejin," ucap Hyei. Sudah cukup dia terluka karena pernikahan Hoseok, kali ini dia tak ingin terluka karena kehilangan pria itu untuk selamanya.
"Hyei ...."
"Maafkan aku." Hyei berdiri, dia membungkuk hormat sebelum pergi. "Maaf aku tak bisa mengabulkan permintaan itu. Aku sudah memutus semua hubungan dengan Hoseok, jadi apapun yang terjadi padanya bukan urusanku lagi."
Sejin terdiam. Dia melihat Hyei melangkah pergi. Namun, sebelum Hyei menyentuh gagang pintu, Sejin kembali bicara.
"Hyei, asal kau tau, Hoseok menikahi Chaerin bukan karena dia ingin mengkhianatimu. Tapi karena dia sangat mencintaimu. Itu hanya cara dia melindungimu agar tak ada lagi orang yang merundungmu. Banyak hal telah kau lalui, karena itu Hoseok ingin kau hidup normal, menjalani hari-harimu dengan bahagia. Sebulan setelah menikah Hoseok dan Chaerin bercerai dan dia mengeluarkan banyak uang untuk membungkam orang agar kasus perceraian itu tak mencuat ke permukaan. Dia tak ingin kau tau kalau dia sudah bercerai."
Dada Hyei tersentak. Apa yang dikatakan Sejin seperti memporak-porandakan praduga hatinya selama ini. Meluluhlantahkan kebenciannya karena selama ini dia merasa Hoseok hanya mempermainkannya. Sebab, pada kenyataannya Hoseok tetap memilih Chaerin, orang yang dia cintai.
Hyei tak menjawab, juga tak merespons ucapan manager Sejin. Tangannya gemetar menarik gagang pintu, lalu pergi meninggalkan ruangan itu.
Hancur, hatinya remuk. Kebingungan membelenggunya. Hyei berjalan gontai menuju tangga darurat dan menepekur di sana. Air mata membanjir, dia menangis dalam diam. Dadanya sangat sesak.
Hyei mencoba mengingat nama rumah sakit dan ruang rawat Hoseok. Mungkin dia memang harus ke sana. Dia harus tahu kebenaran kata-kata manager Sejin. Apa benar bahwa sebenarnya Hoseok menikahi Chaerin hanya karena ingin melindunginya. Hoseok harus menjawab pertanyaannya.
Setelah membulatkan tekad, Hyei pun menyeka air matanya. Siang ini dia akan menemui Hoseok untuk yang pertama kalinya.
Hyei tiba di rumah sakit setelah lewat tengah hari. Perasaan yang masih kacau membuatnya melangkah ragu. Bersyukur dia masih bisa mengingat catatan yang diberikan Yoongi, hingga kini dia bisa berdiri di depan ruang rawat Hoseok, yang dipantau secara khusus oleh perawat dan dokter ahli. Hyei mendapat ijin masuk dari perawat, setelah perawat itu menghubungi seseorang. Hyei pikir orang yang dihubungi itu adalah manager Sejin.
Melihat Hoseok yang terbaring dengan lemah dibantu alat pernapasan dan suara EKG membuat Hyei seakan-akan kehilangan seluruh tenaganya. Dia terhuyung dengan air mata yang terus jatuh membasahi pipi.
"Bodoh ...." Lirih suara Hyei memecah keheningan "Kau adalah pria paling bodoh yang pernah kutemui." Hyei menghambur mendekati ranjang. Dia memeluk Hoseok sambil menangis sejadi-jadinya. "Bangun ... kumohon bangunlah ..," ucapnya lirih sembari terisak.
Hyei mengurai pelukannya, tangannya gemetar merapikan sebagian rambut yang menutupi wajah Hoseok. "Apa yang membuatmu terlelap begitu lama? Apa kau begitu lelah karenaku, hhmm? Bukalah matamu, Appa ... bagikan lelahmu ini padaku. Sekarang aku sudah cukup dewasa, aku sudah bisa melindungi diriku sendiri, jadi kau tak harus melakukan apapun. Berikan sedikit bebanmu untukku."
Hyei mengambil tangan Hoseok yang terasa dingin, begitu pucat seolah-olah tak ada lagi darah yang mengalir ke sana. Disentuhkannya tangan itu ke pipi. "Appa ... aku sudah ingat bagaimana kau menciumku setahun yang lalu, aku tau kau merindukanku, karena aku juga sangat merindukanmu. Tapi, kenapa kau ingin meninggalkanku lagi? Apa aku sejahat itu sampai harus kau tinggalkan berulang kali? Apa aku benar-benar tak layak untukmu?"
Gadis itu pun duduk di kursi sambil tetap memegang tangan Hoseok. Tatap matanya tak sekalipun dia lepaskan dari Hoseok yang terlelap. Bulir-bulir bening sesekali jatuh membasahi wajahnya. Dia mengusap pelan pipi Hoseok, lalu mencium kening pria itu. "Appa, aku mencintaimu," bisiknya lembut seraya berharap Hoseok mendengar dan membuka matanya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Me, Baby
FanfictionPertemuan tak terduga membawa Hyei seakan-akan kembali ke masa lalu. Satu-satunya hal yang ingin dia hindari setelahnya adalah menghindari masa lalu terulang kembali, tapi takdir seakan-akan mempermainkannya. Makin menjauh, dia justru makin terjebak...