Chapter 12 : I Don't Know

61 44 40
                                    

Part telah dihapus
untuk keperluan penerbitan!🙏

‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙

"Hmm ... gimana, ya?" Terlihat jelas raut wajah Mai yang sedang kebingungan. Ia sanggup mengatakan hal penting ini di hadapan sahabatnya.

Brie melongo. "Kok, nanya balik?"

"Jadi, gini, Brie ...."

"Permisi, Maaf lama, tadi pesanannya apa, Mbak?" celetuk wanita yang tiba-tiba datang dari arah belakang. Pelayan itu merupakan pelayan yang sama saat melayani Mas-Mas yang tadi. Baru beberapa menit yang lalu, Brie mulai lupa dengan kejadian memalukan tadi. Namun, kembali teringat saat melihat wajah pelayan itu.

"Hmm, spageti dua, satunya pedas, satunya original. Minumnya cappucino dua, air mineral satu," jawab Brie secara rinci.

"Baik, mohon ditunggu pesanannya, Mbak," balas pelayan itu menunduk ramah.

"Iya, terima kasih," sahut gadis berjilbab hitam itu. Setelah hilang dari pandangan, gadis itu merasa tenang. Ia kembali menatap Mai. "Mai? Lanjut."

"Jadi, gini, Brie," ucap Mai seraya menyodorkan tangan kanannya di atas meja. Menampilkan wajah cincin emas yang cantik. Brie terpesona melihatnya.

"Hadiah dari siapa, Mai?" Gadis itu bertanya. Tidak dapat dipungkiri, dirinya sangat terkesima dengan cincin yang berada di jari manisnya.

"Calon suami," Mai menjawab singkat, tetapi berhasil membuat jantung Brie seketika berhenti berdetak.

Gadis itu menarik lengan Mai untuk keluar dari kafe. Ia ingin berbicara serius kali ini. "Mai, kamu pasti bohong, 'kan?" tanya Brie yang berhadapan langsung dengan Mai. Gadis itu memegang bahu sang sahabat. Mereka berbicara empat mata. Mai tak menjawab dan hanya menunduk.

"Jawab aku, Mai!" titah gadis dengan balutan jaket hitam itu. Kini suaranya mulai terdengar nyaring.

"Mai!" panggil Brie. Panggilan itu tidak juga berhasil.

"Mai, di dunia ini banyak sekali kasus laki-laki yang merendahkan perempuannya, dia terkekang, gak boleh berpendidikan tinggi, gak boleh ini, gak boleh itu karena ujung-ujungnya juga di dapur. Seolah-olah kodrat perempuan jauh lebih rendah di mata laki-laki. Kita cuma dijadikan budak dan bonekanya laki-laki! Gak sedikit juga laki-laki yang berkhianat dan selingkuh! Laki-laki mana lagi yang bisa dipercaya? Bagaimana kalo kamu dapat laki-laki yang tempramental? Bagaimana kalo laki-laki itu yang tidak mencintaimu?" ujar Brie panjang lebar.

Namun, gadis dengan balutan outfit hijau itu tetap menunduk. Tak merespons sama sekali. Emosi gadis itu tidak stabil. Kenapa sahabatnya berkhianat padanya? Bukannya sudah janji untuk terus bersama sampai sukses nanti? Kalau nikah, bagaimana nanti nasib kuliah ke depannya? Apalagi umur Mai masih 19 tahun. Jujur, Brie takut perceraian menimpa sahabatnya ini. Akhir-akhir ini, banyak pasangan yang bercerai karena ekonomi.

"Kenapa harus nikah sekarang, Mai?!" Brie menghela napas dalam-dalam.
"Kamu dipaksa sama orang tua kamu, hah?!"

Mai menggeleng pelan. Ia memutuskan untuk kembali menatap Brie. Terlihat jelas, kini sorot mata Brie berkaca-kaca. Mai yakin, Brie pasti sedang menahan isak tangis.

"Tenang, Brie. Buka pikiranmu, ubah mindset-mu tentang pernikahan, kita niat menikah untuk menyempurnakan iman," lirih Mai.

"Gak, bagiku pernikahan tetaplah patriarki! Semua cowok sama aja!"
Mai beristigfar di dalam hati. "Hati-hati, omonganmu, Brie!" pekik gadis itu.

"Siapa laki-laki yang berani melamarmu, Mai?!"

Loveless, Siapa Takut? [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang