LIMA BELAS

2.8K 79 6
                                    

Halooo, maaf author baru punya waktu untuk nerusin cerita inii.

Ohh yaa, jangan lupa follow akunku supayaa author lebih cepet up!!

Happy readingg;)

                         🦋🦋🦋

"Udah dramanya?" Suara berat Alaistair memecahkan keheningan ruangan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Udah dramanya?" Suara berat Alaistair memecahkan keheningan ruangan tersebut.

Theia menatap takut lelaki yang berada di ambang pintunya.
"I-ini gak seperti yang kamu lihat, Al..."

"Lo kira gue percaya? You wanna play with me, Theia?" Alaistair terkekeh sinis.

"Apa urusannya lo sama Theia ya, kak?" Ele dengan berani berjalan maju menuju tempat Alaistair berada. Ia memang tidak tahu apa yang terjadi diantara keduanya, namun hatinya dapat merasakan sesuatu yang salah saat memperhatikan interaksi keduanya.

Alaistair menggeram marah, ia menatap Ele nyalang. "Ele...ingat batasan lo, or else i will be reckless."

"Sure. Gue mau tahu, senekat apa lo sama gue, Al." Sebenarnya Ele juga merasa takut. Namun ia tidak boleh gentar. Ele sudah tahu betul bagaimana tabiat lelaki arogan didepannya saat menginginkan suatu hal.

Alaistair dan Ele tentu saling mengenal. Ayah Ele dan ayahnya sudah menjalin hubungan baik selama bertahun tahun, tepatnya disaat ayah Alaistair memberikan bantuan ketika perusahaan ayahnya hampir bangkrut.

Theia langsung berlari menghampiri mereka berdua. Berusaha memisahkan kedua manusia yang sama sama keras kepala itu.

"Udah El. Gue gamau lo perpanjang masalah ini, im totally fine." Theia menggenggam tangan Ele, berusaha meyakinkannya.

"Suruh dia pergi, sayang. Dia ngeganggu kita berdua." Alaistair diam diam mencengkram pinggang Theia kasar, memberi gadisnya kode keras.

Ele terdiam. Menunggu jawaban dari Theia. Ele yakin, Theia tidak mungkin mengusirnya hanya untuk seorang pria bajingan.

Theia pun sebenarnya tidak mau mengusir Ele. Namun ia juga tidak mau mengorbankan sahabatnya hanya untuk keegoisannya, biarlah dirinya seorang yang merasakan sakit. Jangan orang yang ia sayangi.

"Ele, lo boleh pulang sekarang. Udah ada kak Alaistair yang jaga gue."

"Ale! Jujur sama gue, dia ngasarin lo kan? Lo takut sama dia makanya bohongi gue?" Ele masih tidak percaya akan penuturan Theia.

Theia melirik Alaistair sekilas.
"Aku gapapa Ele, jangan terlalu khawatir. Makasi udah jenguk aku, Kamu harus buka kafe hari ini."

"Okay, kalau itu mau lo, Theia. Dan kalau boleh jujur, gue kecewa sama jawaban lo." Ele menatap Theia dengan sirat kekecewaan. Berbeda dengan Alaistair yang tersenyum penuh kemenangan setelah mendengarkan ucapan Theia.

Ele memang sudah merasa ada hal yang janggal diantara Alaistair dan Theia. Namun, gadis itu memilih menyembunyikan hal itu dari dirinya, disaat ia ingin membantunya.

Ele bergegas mengambil tas nya yang tergeletak di kasur, lalu mengambil sekantong buah yang terjatuh dilantai. Ia menghampiri Theia dan memberikannya.

"Dimakan ya biar cepat sembuh. Get well soon, Ale." Setelah mengucapkan itu, Ele pergi tanpa pamit. Ele memang kecewa, namun ia masih memedulikan Theia layaknya seorang saudara kandung.

Theia menatap nanar punggung Ele yang menjauh, sembari menggenggam erat kantong berisi buah buahan ditangannya. Tanpa sadar, ia meneteskan air matanya.

Alaistair mengambil alih kantong tersebut dan menaruhnya diatas meja. Ia segera mengukung tubuh ringkih Theia ke tembok.

Theia tidak berani menatap netra Alaistair yang mulai menggelap.

"Wow, lo benar benar pencari perhatian Theia. Gue salut akan keberanian lo setelah ancaman gue waktu itu. Lo benar benar nganggep remeh ancaman gue, ya?"

"M-maaf kak. J-jangan sakitin Ele. Dia gasalah, aku yang salah." Theia memegang tangan Alaistair, berharap ia akan mengabulkannya.

"Keputusan gue udah bulat. Karena gue masih kasihan, gue bakal ngirim temen lo itu kerumah bordil. Pekerjaan yang cocok buat dia, bukan?"

Theia langsung menangis histeris. Ia segera bersujud di hadapan Alaistair. "K-kak aku bakal lakuin apapun, a-asal jangan ganggu Ele. Hukum aku aja, kak!"

"Apapun? Really?" Alaistair bertanya kembali, memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

"Iya kak! Selama kakak gak ngusik hidup Ele, aku bakal ngelakuin apa aja buat kakak."

"Gue terima permintaan lo. Gue mau lo having sex sama gue, Theia." Setelah mendengar itu, tubuh Theia sontak melemas bagai jelly.

Theia masih bergeming. Ia tidak mengeluarkan sepatah katapun.

"Dalam 5 detik, penawaran gue hangus." Alaistair terdengar memaksa.

"Satu."

"Dua."

"Tiga."

"Empat."

"Li-"

"A-aku mau kak."

"Good girl. Pilihan yang bagus, honey."

____

07.00 P.M. (jam 7 malam.)

Alaistair.

: Gue mau badan lo malam ini.

: Dateng ke apart gue, sekarang!

: Sharlocked location 📍

Theia hanya menghela nafas kasar setelah membaca roomchatnya dengan Alaistair.

Tadi sore Alaistair hampir saja melakukan hal 'itu' dikostannya, namun telepon dari Sheila menghentikan aksi bejadnya. Ia bergegas pergi tanpa mengatakan apapun dengan raut khawatir yang terpatri jelas diwajahnya.

Tentu saja Theia lega. Namun, sepertinya Alaistair tidak memberikan dirinya ketenangan sedetik pun.

Ia segera beranjak menuju lemarinya dengan langkah gontai. Theia mencari jaket tebal untuk dipakai. Ia sedang demam tinggi, terlebih lagi suhu diluar sangat dingin malam ini.

Theia menatap nanar wajahnya yang pucat di kaca. Ia berusaha meyakinkan dirinya. Sebentar lagi Alaistair akan bosan, bukan?

Karena yang dicintai oleh Alaistair adalah Sheila, sedangkan dirinya hanyalah boneka yang dimainkan sesuka hatinya, setelah itu dibuang olehnya saat sudah merasa bosan.

Itu faktanya, kan?

Itu faktanya, kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ALAISTARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang