Satu-satunya kebahagiaan terbesar adalah dicintai oleh seorang seniman.
"Bunda lihat boneka beruang Vanya, nggak?"
Baskara berjalan santai sembari mengedarkan pandangannya mencari sebuah boneka beruang. Apa dayanya seorang Baskara, jika terdapat sesuatu yang hilang maka ibundanya yang menjadi tempatnya untuk mengadu.
"Ada di jemuran, tadi Bunda cuci soalnya kata Vanya bonekanya jatuh di lumpur waktu kemarin," jelas dari Bunda.
Baskara menghela napasnya lega. Entah apa yang akan terjadi bila gadis itu kehilangan boneka beruangnya.
"Van." Baskara membuka pintu kamar gadis itu dan mendapatinya sedang termenung di atas kasurnya "Lo tahu nggak, Van? Ternyata si Chiko baru berjemur di bawah matahari," ujar Baskara seolah ingin menghibur.
"Udah tahu," balas Vanya singkat.
Entah kenapa seharian ini Vanya tampak murung. Bahkan di hari favoritnya yaitu hari Minggu, ia sama sekali belum menunjukkan senyuman sabitnya.
"Ada apa, Van?"
Merasa tidak ada jawaban apa pun dari si pemilik nama, maka Baskara memanggilnya kembali dengan bujukan sekaligus rayuan.
"Ada apa Asiaku? Peristiwa apa yang terjadi hingga membuatmu berwajah masam?"
Vanya sedikit menahan tawanya.
"Nggak ada peristiwa buruk, Baskara," terangnya sembari tersenyum pada Baskara.
"Bohong." Baskara mengambil sebuah bantal guling lalu memukulkannya pada punggung gadis itu. "Masalah jangan dipendam sendirian, buruan cerita sama gue," paksanya.
"Udah gue bilang nggak ada apa-apa, Bas." Vanya pun ikut serta dalam perkelahian antar guling ini. Memang sebuah fakta yang menyenangkan bahwasanya bila seseorang berada di sekitar Baskara akan merasa tidak kesepian dan yang pasti sangat bahagia.
Satu fakta lagi, entah kenapa Vanya sangat menyukai nama akhirnya yaitu; Asia. Bila Baskara memanggilnya dengan nama itu serasa jantungnya berhenti berdetak. Seperti hal yang paling aneh saja dalam hidupnya.
Saat kedua guling itu saling beradu tiba-tiba sebuah dering ponsel membuat keduanya mematung. Gadis itu mengangkat sebuah panggilan dengan kontak yang tertuliskan nama 'Laura'.
"Hai, Vanya," suara Laura terdengar dari ponsel Vanya.
Vanya mengerutkan dahinya. "Ada apa?"
"Maaf kalau ganggu, hari ini lo sibuk, nggak?"
"Nggak juga," jawab Vanya.
"Keluar, yuk. Gue mau ngajak lo ke pameran seni," ucap Laura dengan riang.
Baskara mendengar percakapan keduanya. Ia sangat menanti jawaban apa yang akan dikatakan oleh Vanya, sebab ia tidak pernah menjumpai Vanya begitu akrab dengan teman perempuannya. Saat mendengar bahwa Vanya menyetujui ajakan itu, Baskara langsung mengerutkan keningnya.
"Ya udah kalau gitu gue ke sana sekarang, 15 menit sampai!"
"Kelamaan. 10 menit harus sampai!" celetuk Vanya sedikit keras.
"Nggak bisa nego? Gue lama banget kalau dandan," sesal Laura.
"Bercanda, Ra."
Percakapan mereka berakhir pada Laura. Sementara itu Baskara yang menguping pembicaraan Vanya terlihat bergeming seperti seorang perempuan.
"Mau ke mana, tuh?"
Gadis itu menyipitkan matanya dan merakit senyuman. "Rahasia," gumamnya sembari memberikan sebuah pukulan guling terakhir yang tepat mengenai wajah Baskara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Seindah Saturnus
Teen FictionDijual paksa oleh ayahnya, seorang anak yang tak pernah menaruh harapan pada orang tuanya untuk merasakan cemaranya sebuah keluarga, berusaha mencari bumi di mana dia bisa bertahan hidup. Bumi bagi kebanyakan orang adalah planet biasa yang tak seind...