Chapter 21. Malam yang Seharusnya

7 7 0
                                    

Salah satu ketakutanku saat mengungkapkan perasaanku bukanlah ketika kau menolak perasaanku. Tetapi aku takut bila nanti aku tak lagi bisa mencintaimu setulus pada hari yang lalu.

Jogja dan malam-kedua sumber yang menjadi penyatu hati seseorang. Kisah tulus Devano dan Ghina kembali bersemi. Jika masih sama-sama cinta kenapa harus usai?

Di Kota Metropolitan Jakarta, kediaman gadis itu sangat ramai pengunjung untuk malam ini. Dia sangat dirayakan. Pesta ulang tahun yang sempat gagal kini telah dibangun kembali. Begitu manis-Devano merencanakan hal ini dengan begitu sempurna.

Vanya menghadiri pesta ulang tahun ini dengan mengenakan gaun yang begitu anggun. Gaun berwarna biru langit malam dan dihiasi dengan pernak-pernik yang berkilau menambah kesan elegan pada dirinya. Tak seperti penampilannya di hari-hari biasa. Dia begitu cantik menawan dalam pesta ini.

Ghina menyambutnya dengan hangat. Tak kalah menawan, si pemilik acara juga terlihat begitu sempurna. Paduan warna gaun merah muda dengan mahkota berlian menambah kesan manis pada dirinya.

Bersama Baskara-dia terus saja merasa canggung dengan tatapan Baskara yang tidak seperti biasanya.

"Ada apa? Ada yang salah ya?"

"Nggak ada. Lo selalu sempurna, Van."

Ungkapan dari Baskara membuat wajahnya memerah. Dan rasa malunya itu memudar sebab kedatangan kucing dan tikus.

"Gue ganteng kan malam ini?"

"Lo selalu jelek, Al!"

Sangat bertolak belakang. Kedua orang ini tidak pernah akur hanya untuk satu detik saja. Selalu ada perdebatan yang muncul di antara mereka.

"Ya ampun sahabat gue! Akhirnya jadi cewek beneran..."

Laura terkejut melihat penampilan sahabatnya yang begitu anggun.

"Lo mau gue gampar? Lo pikir selama ini gue bukan cewek?" bantah Vanya.

"Ya habisnya lo cantik banget."

"Iya cantik banget..." Aldo meniru gaya bicara Laura sembari menyindirnya bahwa dia sangat berlebihan.

"Apaan sih lo!"

Jika diteruskan perdebatan ini mungkin tiada ujungnya. Aldo melirik ke segala arah, mencari-cari seseorang yang dirasa kurang jika tanpanya.

"Baskara mana?"

Kedua perempuan itu juga sama-sama mencari keberadaan lelaki itu. Vanya terheran dengan keberadaan lelaki itu yang tiba-tiba menghilang, padahal baru saja dia berbincang dengannya.

"Hai pemilik senyum yang menakjubkan."

Suara itu menggema hingga ke seluruh ruangan. Semua mata tertuju padanya. Wanita bergaun biru itu membulatkan matanya sontak terkejut.

"Ukirlah selalu senyumanmu itu. Jangan pernah lelah untuk bahagia. Jika satu orang membuatmu menangis maka angkat pandanganmu dan pukullah orang itu. Kau tidak akan berdosa sebab dia telah memberimu luka."

Bukan tentang siapa yang berbicara dan menjadi pusat perhatian pada malam ini, tetapi perihal kata yang tersusun indah dan sama seperti yang diucapkan oleh sang pemberi kasih sayang yang besar.

"Kakek hadir pada malam ini. Dan rasanya sangat rindu," ungkap Vanya.

"Sedikit akan aku ceritakan perihal jatuh cinta yang paling dalam."

"Rasanya jantung selalu berdegup kencang saat bersamanya, menjahilinya adalah satu langkah yang membuatku merasa senang, jika pasang mata bertemu rasanya ingin terus bersamanya sepanjang waktu,"

Ucapan Baskara terhenti, seseorang telah memotongnya. "Lo terlalu lama! Sebut saja siapa cewek itu!"

"Tidak ada yang lebih lama jika dibandingkan dengan mengungkapkan rasa, Tuan." Baskara menjawabnya dengan yakin. "Dia bagian dari bumi. Bumi dari benua Asia-dia pencinta petir dan malam beserta ribuan luka di dalamnya," ia terdiam sejenak.

"Bumi-Baskara mengaku telah jatuh cinta kepada salah satu penghunimu, dialah Vanya Astra Asia."

Mendengar namanya disebut, sontak ia merasa sangat terkejut saat semua pasang mata tertuju padanya. Bagaikan timbul sebuah petir yang dahsyat menghantam hatinya. Ia senang dengan seluruh rasa yang Baskara ungkapkan untuknya. Tetapi kali ini ia harus pergi untuk hati yang telah mencintai.

"Lo salah ngelakuin ini semua, Bas!"

"Ada orang yang udah menaruh hatinya buat lo, tapi orang itu bukan-"

"Vanya juga cinta sama lo, Bas! Cintanya begitu besar sampai dia berani bohong sama gue."

Ucapan Vanya terpotong jelas oleh Laura. Ia berbicara dengan lantang agar semua orang mendengar apa yang ia ucapkan. Vanya tetap saja menyalahkan hal itu, ia tidak mau jika cinta sahabatnya hancur hanya karenanya.

"Nggak, Laura! Lo nggak boleh ngelakuin hal ini!"

"Kenapa? Gue udah tahu semuanya, Van... Baskara itu bumi milik lo, kan?"

"Gue udah tahu sejak gue lihat ponsel Baskara penuh dengan foto-foto milik lo. Dan saat Aldo menghubunginya tentang gadis petir sedang dalam bahaya, dia ninggalin janjinya buat gue dan milih buat nolongin lo karena lo adalah segalanya buat dia."

Vanya-gadis itu kembali menangis di depan umum untuk ke sekian kalinya. Betapa beruntungnya dia karena selalu dikelilingi orang-orang yang baik. Ia tak dapat mengatakan apa pun pada sahabatnya itu. Sebuah pelukan hangat menjawabnya-saling mengerti adalah jawaban dari semua masalah.

Sakit jika diingat kembali. Sangat sakit karena telah kehilangan cinta pertamanya-tetapi lebih sakit jika kehilangan bumi untuk tempat tinggal.

"Lo orang bodoh yang pernah gue temui!" ucap Vanya memandang lurus ke arah Baskara. "Kenapa nggak dari dulu lo ngomong hal ini sama gue? Dan hal itu telah lama jadi sebuah jatuh yang ada cinta di dalamnya."

Vanya berlari kemudian memeluk lelaki yang berada di tempat tinggi itu. Malam ini adalah sebuah malam yang seharusnya. Di mana terdapat sebuah kejujuran dan kebenaran di dalamnya.

Laura? Bagaimana dengannya? Entahlah... dia juga sepertinya memiliki bumi yang menjadi tempatnya kembali. Pelukan hangat dari Aldo telah membuat hatinya luluh untuk malam ini. Dan mungkin akan menjadi jatuh yang ada cinta di dalamnya.

Kisah pada malam ini begitu indah bukan? Ada seorang sahabat yang begitu mengerti perihal masalah apa pun yang terjadi. Dan juga perihal pengorbanan hati yang menjadi luka demi timbulnya rasa gembira.

Mengorbankan perasaan tidak salah bukan? Jika perasaan itu nyata, maka yang mengorbankan juga akan mendapatkan yang lebih nyata dari sebelumnya. Kita juga tidak bisa mengambil takdir orang lain. Yang mutlak adalah takdir kita sendiri

Dan yang lebih nyata adalah sebuah perasaan yang ada tulus di dalamnya. Meski jarak memisahkan sejauh apa pun-jika perasaan masih terikat maka tidak akan usai cinta itu. Lalu dengan rasa yang awalnya membenci yang kemudian menjadi jatuh hati. Sungguh semua itu adalah masalah hati yang semua orang tak tahu pasti.

Tak Seindah SaturnusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang