Masing-masing orang memiliki peran yang berbeda. Tapi jangan sesekali untuk meninggalkan peran itu. Karena kehilangan peran seseorang itu sakit.
Mega mendung menghiasi langit senja kali ini. Sebentar lagi awan akan menjatuhkan airnya. Gemuruh petir mulai terdengar di ujung telinga. Embusan napas yang kasar timbul kala gadis itu merasa lelah. Ia mengedarkan pandangannya dan tak ada satu pun kendaraan umum yang berlalu lalang.
Ia tak menghubungi siapa pun dan tak ingin memberatkan siapa pun. Ia ingin sendiri untuk kali ini. Ia mulai berjalan perlahan meninggalkan SMANSA yang tengah sepi.
Berjalan? Bahkan jarak rumah berisiknya dengan SMANSA sangat jauh. Apa yang berada di pikirannya? Hingga dia merasa sangat lelah untuk hari ini.
Gerimis tipis mulai mengguyur tubuhnya. Membasahi jalanan dan ia tetap bersikeras untuk berjalan tanpa meneduh. Dan pada saat ia akan menyeberang, datanglah sebuah kendaraan bermotor melaju kencang yang menjatuhkan tubuhnya hingga berdarah. Dirinya setengah sadar kala pemotor itu mulai menghampirinya dan mengangkat tubuhnya untuk meneduh.
"Wahai petir yang berada di bumi, aku sekilas melihat bayangan Baskara yang tersenyum padaku,"
"Petir ke delapan, semoga orang baik ini selalu bahagia,"
Lagi-lagi orang yang hadir pada petir ke delapan selalu menolongnya dari peristiwa jahat. Entah suatu kebetulan atau memang bentuk kerja sama antara petir dan penggemarnya.
Orang itu membaringkan tubuh Vanya di suatu ruko kecil. Ia mencoba membangunkan gadis itu dengan berulang kali menyebut namanya. Namun, tak ada jawaban dari gadis itu. Detak jantungnya melemah. Tak ada yang dapat dilakukan oleh orang itu selain membawanya pergi ke rumah sakit.
Alat bantu napas melekat pada gadis itu. Selang infus juga mengitari pergelangan tangannya. Hujan kali ini tak kunjung reda. Gemuruh petir kian menyala di setiap detiknya. Lelaki itu menghela napasnya dengan kasar. Ia berlalu lalang berada di depan pintu ruangan yang tertutup rapat, menggigit jemarinya dan membenturkan kepalanya di tembok.
"Sial!" gumam lelaki itu.
Saat dokter keluar dari ruangan itu tak ada sepatah kata yang di ucapkan oleh Devano. Ia langsung memasuki ruangan itu tanpa berpikir panjang
Ia melihat secara langsung korban dari kesalahannya. Andai saja ia tak melajukan motornya kala itu, mungkin hal buruk tak akan terjadi pada gadis malang ini.
"Baskara,"
Gadis itu langsung menyebut nama seseorang kala ia siuman. Lirihnya lemah seperti tak berdaya. Ia menyebut nama orang lain yang tak berada di sisinya. Devano memiliki satu kesalahan lagi, yaitu tak menghubungi Baskara perihal tragedi yang menimpa Vanya. Meskipun ia tahu bahwa Baskara yang selalu menemani Vanya kapan pun dan di mana pun, meski sekarang tidak.
"Vanya," ucap Devano sembari mendekati Vanya. "Lo kenapa bohong?"
"Jangan kasih tahu hal ini sama Baskara, ya?" ucap Vanya dengan bibir pucatnya.
"Tapi Baskara berhak tahu soal keadaan lo!"
"Gue mohon..."
Devano menatap semu gadis petir itu. Ia tak pernah menjumpai Vanya memohon kepada seseorang. Dan mungkin inilah pertama kali Devano mendengarnya dan permohonan itu langsung tertuju padanya.
Devano menghela napasnya kasar.
"Maafin gue, Van. Karena gue lo jadi kayak gini," ujarnya.
"Nggak usah minta maaf, ini bukan kesalahan yang lo buat,"
"Lain kali jangan nyeberang sendirian, ya? Lo nggak ahli dalam hal penyebrangan," tukas Devano.
"Ngeselin banget lo!"
"Bercanda, Van... gue cuma pengen lihat muka galak lo aja,"
"Dasar nggak tahu diri!"
Lagi-lagi Devano selalu membuat Vanya kesal akan perilakunya. Manusia seperti Devano adalah manusia yang tidak bisa diam. Ia selalu berbuat aneh, namun tingkahnya ini membuat seseorang merasa terhibur dan merasa ditemani. Hal ini membuat Vanya teringat akan sosok orang yang selalu menghiburnya. Ia mengingat semua canda tawa bersama orang itu. Bahkan di saat orang itu tak hadir di sisinya, gelak tawanya terus terbayang di benaknya. Karena sanubarinya telah terikat dengan orang itu.
"Kok tiba-tiba gue pengen makan bakso." Vanya meletakkan jemarinya di bawah dagu.
"Gue siap buat beliin, nggak usah ngode gitu..."
Vanya tertawa kuda melihat raut wajah Devano yang sinis. "Cabainya delapan sama baksonya delapan biji,"
"Nggak panas perut lo?"
"Jangan banyak komentar! Bapak harus kirim pesanan saya sesuai aplikasi!"
"Lo pikir gue driver makanan?
Vanya berlagak seperti pelanggan yang tengah memerintah penjual untuk menyiapkan pesanannya dengan sempurna. Tapi pelanggan kali ini garangnya minta ampun. Jika tak dituruti maka sebuah tamparan akan terpukul rapi. Canda tawa mereka ikut serata dalam satelit pengindah alam semesta. Gemuruh tawa dan indahnya sebuah senyuman sabit.
Di sisi lain, Baskara yang tengah sibuk dengan ponselnya memberikan ribuan pesan untuk Vanya. Pasalnya hari ini, ia tak berjumpa dengan gadis petir itu. Dan Vanya pun tak mengirim kabar dan juga pesan. Khawatir. Ia gelisah dengan kondisi gadis petir itu. Terlebih lagi Bunda yang memiliki firasat buruk tentang Vanya.
Ribuan pesan itu tak di balas satu pun oleh Vanya. Ia lebih memilih untuk menyantap bakso dari Devano. Ini perihal hadirnya orang baru dalam sebuah kehidupan. Posisi orang baru sebagai pengganti orang lama yang pernah ada sebelumnya. Andai saja Baskara tahu bahwasanya orang yang ia khawatirkan sekarang tengah sibuk dengan orang barunya. Dan seandainya juga Vanya tahu bahwa Baskara sekhawatir ini dengan kondisinya. Mungkin keduanya akan saling menjauh demi yang terbaik untuk mereka.
Untuk apa Vanya menyembunyikan hal ini dari Baskara? Dan apakah benar alasannya hanya tidak ingin merepotkan orang lain? Seharusnya Vanya tahu bahwa Baskara bukanlah orang lain. Karena hanya Baskara yang mengetahui masa kelam milik Vanya, bukan orang lain.
Begitu pula dengan Devano, ia lupa bahwa ia masih memiliki hati yang harus ia jaga dengan semestinya. Namun, dengan hadirnya peristiwa ini tanggung jawabnya beralih untuk Vanya. Meski hanya sekedar menghapus kesalahan tapi yang dilakukannya tetap akan membuat orang lain kecewa. Bahkan bila kekecewaan itu meluap besar maka tamatlah hubungan yang sudah ia jaga bertahun-tahun lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Seindah Saturnus
Teen FictionDijual paksa oleh ayahnya, seorang anak yang tak pernah menaruh harapan pada orang tuanya untuk merasakan cemaranya sebuah keluarga, berusaha mencari bumi di mana dia bisa bertahan hidup. Bumi bagi kebanyakan orang adalah planet biasa yang tak seind...