Chapter 18. Arti Sebuah Dekapan

8 7 0
                                    

Jangan pernah mengulas kembali hal yang tak perlu diulas.

"LAURA!!"

Vanya berteriak dari tangga hingga didengar oleh Laura yang berada di lapangan. Vanya berlari menghampiri Laura yang masih sibuk dengan arlojinya.

"Lo kenapa nyembunyiin sesuatu dari gue?"

Senyuman Laura kian memudar. "Nyembunyiin apa?" ucap gadis itu kebingungan.

"Lo kenapa nggak bilang kalau selama ini lo suka sama Baskara!"

"Seharusnya lo bilang sama gue!"

Laura semakin tidak paham dengan ucapan Vanya. Terlebih lagi nada bicaranya lebih tinggi dari biasanya.

"Memangnya kenapa, Van?"

"Gue sahabat lo, kan? Lo bisa cerita apa pun sama gue..."

Sangat tampak perbedaan Vanya hari ini dan hari-hari sebelumnya. Laura kini mendapati Vanya tengah menangis. Orang yang pertama kali membantunya saat ia berada di SMANSA-orang yang ditakuti oleh semua kalangan murid dan yang tak bisa dibantah oleh guru mana pun.

"Vanya? Lo nangis?"

"Ini bukan tangisan duka, Laura. Hari ini gue bahagia banget karena ternyata orang yang selama ini lo cintai adalah Baskara. Asal lo tahu-Baskara itu orang yang dikenal baik di SMANSA."

"Gue tahu ini sakit... tapi inilah yang gue inginkan selama ini,"

Gadis petir itu tersenyum dan berusaha membendung air matanya. Ia memeluk erat sahabatnya. Dekapan itu tulus yang datangnya dari hati. Berasal dari bahagia yang tiada tara.

Laura melihat ke sekelilingnya-banyak orang yang menatap Vanya dengan heran. Ternyata bukan hanya dia yang merasa bahwa Vanya tidak pernah mengeluarkan air matanya, melainkan orang lain juga beranggapan sama.

"Vanya!"

Seseorang memanggil namanya dengan napas yang terdesak.

"Lo kenapa nangis? Malu-maluin gue aja lo!"

Pria berbadan atletis itu menghampiri Vanya setelah mendengar kabar bahwa gadis itu tengah menjadi sorotan satu sekolah karena menangis.

"Apaan sih lo!" timpal Vanya, terheran

Aldo sedikit menundukkan tubuhnya agar setara dengan pandangan gadis itu. Ia berucap sembari menekan gerahamnya karena kesal.

"Lo kenapa nangis bego! Lo jadi bahan tontonan di sini!"

Vanya melirik ke segala arah, dan benar saja ia menjadi sorotan saat ini.

"Kenapa ngelihatin gue?"

Mendengar ucapan Vanya yang bernada ancaman, seketika semua orang yang tadi menatapnya mengalihkan pandangannya. Aldo tersenyum miring melihat perbuatan yang Vanya lakukan.

"Lo Vanya, lo punya kuasa," gumamnya.

"Ternyata ada pacar gue di sini?"

Bukan Aldo namanya jika tidak memainkan dramanya. Ia kembali menggoda Laura dengan paras manisnya. Untuk ke sekian kalinya Laura mencoba untuk menghiraukan lelaki itu.

"Maaf ya, kali ini pacarmu yang tampan ini mau mengantarkan sahabatnya pulang," ujar Aldo dengan nada yang manja.

Lelaki itu menarik tas Vanya seperti pengembala domba. Di mana Aldo yang mengarahkan ke mana pun Vanya akan pergi. Tetapi, tiba-tiba saja lengan Vanya di tarik oleh seseorang yang menghentikan langkahnya.

"Biar gue yang nganterin dia pulang."

Devano-ia merebut Vanya dari tangan sahabatnya. Sangat jelas terlihat bahwa Aldo sangat membenci orang ini. Ia tidak akan mengizinkan Vanya untuk bergaul dengan senior itu lagi. Namun, Vanya malah melepas genggaman Aldo yang memegangi tasnya. Ia lebih memilih untuk bersama Devano.

Tak Seindah SaturnusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang