Jangan pernah kembali pada orang yang telah kau tinggalkan berjuta kali, dan jangan pernah kembali hanya untuk mengatakan bahwa kau menyesal karena telah pergi.
Gadis petir itu tak kembali ke rumah damai. Ia memilih untuk tinggal di rumah yang berisik, meski seperti itu rumah berisik tetap diperuntukkan baginya. Namun, kali ini rumah itu didatangi oleh seorang yang seharusnya ada sejak dulu. Yang seharusnya menemani hingga beranjak dewasa. Asing, menatapnya saja sudah tahu bahwa yang hadir di sini adalah orang asing.
"Vanya," panggil perempuan itu dengan nada rendah.
"Kenapa pulang?" ucap Vanya menatap perempuan itu tajam.
"Kurang lama perginya..."
Perempuan itu memeluk erat putrinya yang tumbuh dewasa tanpa dirinya. Tetapi, pelukan itu tak dibalas oleh putrinya sedikit pun. Ia menangis dan beribu penyesalan melanda hatinya.
"Kamu tumbuh dengan baik, Vanya."
"Tumbuh dengan baik? Dunia ini terlalu jahat buat aku yang nggak pernah bahagia. Aku iri sama mereka yang cemara, aku iri sama mereka yang punya orang tua, aku iri sama mereka yang keluarganya baik-baik aja, aku pengen rumah cemara, Mah."
"Maafin Mamah, Vanya."
"Kalau hanya maaf yang Mamah minta, Vanya bisa kabulin hal itu," ucap Vanya membendung air matanya.
"Kalau kamu maafin Mamah, kenapa nggak balas pelukan Mama, Nak."
"Di mana pelukan Mamah yang seharusnya dari dulu aku dapetin? Peran Mamah udah hilang sejak lama, aku udah nggak tahu gimana caranya peluk Mamah, itu semua adalah betapa aku nggak pernah dipeluk sama Mamah,"
Seandainya pelukan itu tak lapuk ditelan masa. Seandainya pertemuan itu ada di setiap harinya, mungkin ia akan merasakan betapa cemaranya sebuah keluarga yang terdapat seorang ibu di dalamnya.
Dialah Vanya Astra Asia, yang tak pernah merasakan cemaranya sebuah keluarga. Ibunya meninggalkan peran begitu saja. Pergi tanpa pamit dan meninggalkan anak kecil seorang diri bersama seorang pemabuk. Pemabuk itu adalah ayahnya, yang juga tak memiliki peran dalam kehidupannya. Ayahnya adalah ringan tangan dan ibunya adalah kepala batu. Semuanya hancur kala keduanya tak saling mengalah. Segalanya yang hancur adalah tanggungan untuk Vanya dan kehidupannya.
Sayangnya anak kecil yang dibiarkan menghadapi lukanya sendirian lama kelamaan juga akan lapuk. Anak kecil pencinta petir juga memiliki rasa lelah. Menangis tanpa suara itu menyakitkan, namun ia tetap melakukannya di setiap malam.
"Mamah ke sini karena mau bilang kalau Mamah udah punya keluarga baru, kan?" ucap Vanya yang masih mematung dan membendung air matanya.
"Nggak. Mamah ke sini karena rindu sama anak Mamah,"
Vanya tersenyum miring. "Aku pikir, aku bukanlah anak Mamah lagi. Bukannya hak kepemilikan aku udah di ambil alih, ya?"
"Tujuan Mamah ke sini adalah untuk mengambil kembali hak itu, Vanya," ucap wanita itu.
"Untuk apa? Bukankah dulu aku dibuang? Kenapa sekarang ingin mengambil diriku yang sudah menjadi milik orang lain?"
"Mamah sekarang juga udah punya orang lain." Vanya memegang kedua pundak wanita itu. "Bahagia sama mereka, ya? Jangan sampai hancur kayak aku," ungkapnya sembari tersenyum sabit.
Wanita itu terus berkaca-kaca melihat anak perempuannya yang telah tumbuh dewasa tanpa dirinya. "Kamu memang anak yang baik, Vanya. Mamah minta maaf karena udah ninggalin kamu di saat kamu butuh peran seorang ibu. Mamah egois! Mamah adalah orang paling bodoh yang pernah ada," ungkapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Seindah Saturnus
Teen FictionDijual paksa oleh ayahnya, seorang anak yang tak pernah menaruh harapan pada orang tuanya untuk merasakan cemaranya sebuah keluarga, berusaha mencari bumi di mana dia bisa bertahan hidup. Bumi bagi kebanyakan orang adalah planet biasa yang tak seind...