26; Rumah baru

22 6 5
                                    

Jingga sedang memotret setiap sudut kota Paris yang mengingatkan kenangannya bersama Langit. Ia menghela nafasnya dan membuangnya perlahan sambil menatap langit yang terasa hangat lalu memejamkan matanya sejenak.

"Jingga!"

Tidak mungkin pendengaran Jingga bermasalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak mungkin pendengaran Jingga bermasalah. Sangat jelas bahwa suara Langit memanggil dirinya. Ia membuka kedua matanya yang sedang terpejam dan berbalik. Jingga melihat Langit sedang berlari tersenyum lebar ke arahnya. Apa yang terjadi, apakah Langit masih hidup?

"Hhh... Jingga, lo kenapa sendirian disini?"

Nafasnya tidak teratur karena ia lari dengan kencang.

"La–Langit, ini lo?"

"Udah gue bilang, jangan nangis."

Dengan cepat, Jingga memeluk tubuh Langit. Rindu, perasaan rindu yang sangat besar untuk laki-laki itu.

"Jangan pergi lagi."

"Pergi kemana? Gue disini. Gue udah gak sakit."

"Gue takut lo pergi."

"Ji, gue udah punya rumah baru. Lo mau kan sering-sering dateng ke rumah baru gue?"

"Asal lo gak ninggalin gue, gue mau."

"Gue gak ninggalin lo, gue ada terus di hati lo."

Pelukan Jingga semakin kuat.

"Jingga lo harus bahagia ya. Kalau lo sedih, gue gak akan betah di rumah baru gue nanti."

Langit melepas pelukannya, ia menatap kedua mata Jingga, memandangi wajah favoritnya. Dan..

CUP!

Bibirnya mendarat perlahan di bibir kekasihnya. Jingga membalasnya, rasanya ia ingin menghentikan waktu agar bisa terus bersama Langit.

"Ji, Bintang udah nunggu gue. Kalau gitu, gue pamit ya."

Perlahan pula, Langit berubah menjadi cahaya putih dan memudar, menghilang tepat di depan matanya.

"LANGIT!!"

Mimpi itu terasa seperti nyata, sudah dua tahun sejak kepergian Langit. Jingga masih selalu merindukannya, ia masih selalu menangis di bawah selimutnya. Mungkin karena itulah, Langit datang ke dalam mimpinya untuk memberitahu kalau ia tidak ingin Jingga berlarut dalam duka.

Sebelum pergi kuliah, Jingga menyempatkan untuk mampir terlebih dahulu ke tempat peristirahatan terakhir Langit yang berada tepat di sebelah Bintang, adik perempuannya. Jingga berada di tengah-tengahnya, ia menangis namun, Jingga menangkap maksud dari mimpi tersebut.

"Hai, gue gak nangis kok.. Jadi, lo betah ya di rumah baru lo sama Bintang. Rumah barunya pasti indah, ya? Sekarang, gue ikhlas. Gue janji gak akan nangis lagi, seperti permintaan lo, gue akan bahagia. Gue pastiin gue bahagia."

Jingga menempuh pendidikan dengan mengambil jurusan fotografer. Ia teringat akan Langit bahwa Jingga cocok jika menjadi seorang fotografer. Mengabadikan setiap kenangan dalam album, sekarang menjadi favorit dari Jingga. Ia pun memiliki album yang berisi foto-foto dari Langit ketika berkencan di Paris untuk pertama dan terakhir kalinya.

•••

Perempuan itu, selalu sering menyempatkan waktunya untuk bertemu kedua orang tua Langit seperti permintaan mendiang. Jingga sudah menganggap mereka seperti orang tuanya, begitupun dengan mereka. Jika Jingga tidak datang, mereka selalu merasa kesepian. Ibu sudah sembuh dan kembali dari rumah sakit, ia pun sudah ikhlas dengan semua yang terjadi. Dan untuk kedua orang tua Jingga, kini mereka selalu lebih sering meluangkan waktu untuk kedua anaknya. Ketika mengetahui Jingga melewati begitu banyak cobaan seorang diri, sang Bunda merasa bersalah dan menyesal karena tidak tahu menahu tentang anaknya. Bunda memutuskan untuk tinggal bersama kedua anaknya dan hanya Papanya lah yang bekerja di luar kota.

Ah, rupanya Jingga pun mempertemukan kedua orang tuanya dengan kedua orang tua Langit. Mereka menjadi sangat dekat, terutama Ibu dan Bunda. Selalunya setiap satu minggu sekali, mereka mengadakan makan malam bersama.

"Langit, kalau bukan karena lo. Gue gak akan menemukan keluarga yang hangat seperti ini. Terima kasih, Langit."

Hoodie abu yang selalu Langit pakai, laki-laki itu meminta Ayahnya untuk memberikannya kepada kekasihnya. Sebenarnya, Langit selalu memakai hoodie itu karena itulah satu-satunya barang pemberian dari adik perempuannya, Bintang memberikannya sebagai hadiah ulang tahun untuk Langit menggunakan uang tabungannya sendiri, sang kakak selalunya sering merasa kedinginan karena itulah ia memberinya sebuah hoodie agar membuat saudara laki-lakinya merasa hangat. Langit selalu merasa Bintang berada di sisinya dan memeluknya saat memakai hoodie itu. Kini, Langit ingin Jingga merasakan bahwa ia selalu ada bersamanya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LANGIT JINGGA || KIM SUNWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang