Herry memberitahu Langit bahwa Jingga sudah mengetahui kebenarannya. Langit tidak bisa menyalahkan Herry karena mungkin memang seharusnya ia tidak menyembunyikan hal besar dari Jingga. Langit pun diberitahu bahwa Jingga kekeuh ingin pergi untuk menemuinya. Hari ini pun, Langit berganti pakaian dengan memakai pakaian rapi tidak seperti biasanya yang hanya memakai hoodie. Dengan tubuhnya yang lemas dan semakin kurus, ia berdiri merapikan pakaian dan rambutnya. Ayah Langit tidak ada di sana karena pekerjaan yang mengharuskan ia pulang dan ada Ibu Langit yang harus di perhatikan juga. Langit meminta Ayahnya untuk tetap berada di sisi sang Ibu.
Sebenarnya Langit tidak di perbolehkan untuk keluar dari rumah sakit melihat kondisi tubuhnya yang tidak baik. Tetapi, laki-laki itu memaksa, memohon-mohon agar dokter mengijinkannya.
"Ingat, hanya sebentar. Setelah itu tolong kembali sebelum larut malam." Dokter Vallen.
"Thank you!"
Dengan rasa rindu, Langit berjalan untuk menemui pujaan hatinya yang sudah menunggu di menara aiffel pada sore hari itu.
"Hai, Ji." Sapanya lembut.
Perempuan itu menoleh dan mendapati laki-laki yang ia rindukan kehadirannya. Jingga tidak sanggup menahan air matanya.
"Jangan nangis." Langit mengusapnya dengan senyuman.
"Lo boleh marah sama gue tapi jangan nangis."
"Dih siapa juga yang nangis, hah? Gue cuma lagi sakit mata, panas ini mata gue. Apa ini? Udah jadi orang paris mah beda ya." Jingga memperhatikan cara berpakaian Langit yang berbeda.
"Kasep teu?"
(Ganteng gak?)"No!" Jingga memalingkan wajahnya dan duduk di rerumputan dekat menara eiffel diikuti oleh Langit.
Langit hanya menatap wajah Jingga. Banyak sekali ketakutan darinya. Ia takut bahwa ia harus pergi meninggalkan Jingga, ia takut tidak bisa pulang bersamanya, takut tidak bisa memenuhi janjinya untuk tetap setia menunggunya. Banyak sekali ketakutan.
"Ji.."
"Hm? Diem, gue lagi liat menara mumpung gue lagi disini."
"Hahaa." Langit terkekeuh.
"Ini beneran paris, Ji. Bukan parapatan ciamis."
Jingga mengeluarkan sebuah kamera dari dalam tasnya. Dan mulai mengaturnya. Ia dengan terang-terangan mengambil foto laki-laki di sampingnya.
"Kenapa motret gue terus? Bukannya lo harus motret menara itu? Mumpung lo disini, hm?"
"Gue takut lo pergi lagi, jadi gue kurung lo di kamera ini."
Hanya foto ini yang bisa ngobatin rasa rindu gue suatu hari nanti. -batin Jingga.
"Gue pergi kemana, Ji? Lo kan ada disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA || KIM SUNWOO
Fiksi Penggemar••END•• "Kenapa, kok kamu motret aku terus?" Dengan kamera miliknya, Jingga menangkap setiap momen bersama Langit. Ada alasan mengapa Jingga selalu menangkap setiap momen tersebut. Apa alasan yang hanya di ketahui oleh Jingga?