Suami Hebat

233 32 3
                                    

06.000 a.m

Tubuh besar Sehun merasakan getaran samar disekitar area punggungnya. Dengan malas-malasan ia menggulingkan tubuhnya untuk meraih benda yang tengah bergetar pun sekaligus mengeluarkan bunyi itu. Kebiasaan buruk Sehun selalu tidur dengan meletakkan ponselnya di sembarang tempat. Ya, benda yang dengan susah payahnya ia gapai barusan.

Ttuk.

Jempolnya mengetuk ikon untuk mematikan alarm pada ponselnya. Mata sipitnya masih mengerjap untuk sementara waktu. Tak lama ia menggeliat plus menguap. Sebelah tangannya meraba tempat kosong disampingnya. Tak ada siapapun disana.

Kosong.

Hal itu membuat kesadarannya penuh, segera ia bangkit dari tidurnya. Matanya menelisik ke segala arah, seperti sedang mencari sesuatu.

Kakinya kemudian membawanya keluar dari kamar, berjalan menuruni anak tangga menuju kearah dapur. Sama saja. Tidak ada siapapun didapur. Dengan rambut yang lebih mirip sarang burung, Sehun menjelajah. Benar, tidak ada orang.

"Sayang..."

Namun tidak ada sahutan.

"Sayang..."

Hasilnya masih sama.

"Sayaaaannnggggg..."

Tetap saja sama. Hening.

Sekarang ia tahu bahwa ia hanya seorang diri disana. Ia memutuskan untuk naik kembali menuju kamar hingga ditengah-tengah tangga ia baru saja teringat sesuatu.

"Ya udah, anak-anak diajak aja sekalian!"

Irene yang dimana adalah istri Sehun tidak sependapat. "Nggak deh, Mas. Ntar malah bikin rusuh disana. Nggak apa-apa biar aku aja yang kesana, anak-anak dirumah aja."

"Terus siapa yang jagain?"

Irene pun mengeluarkan tawa kecil. "Ya kamu lah, Mas. Besok kan Minggu, kamu libur, kan? Aku kesananya sendiri aja!"

Sehun jelas terlihat keberatan. Masalahnya mereka memiliki 3 anak yang super istimewa absurdnya, ah tidak juga sih karena yang bungsu masih kecil. Masih bayi berusia 5 bulan.

"Besok ak-"

"Aku ngga bisa jagain mereka sendiri!" protes Sehun membuat Irene menghela nafas.

Irene menghentikan kegiatannya melipat pakaian lantas bersuara, "Kenapa nggak bisa? Aku bisa jagain mereka sendiri selama kamu kerja!"

"Kamu kan Mamanya..." Balasnya membela diri.

"Lah kamu kan Papanya!" sahut Irene tak mau kalah.

"Sayang..." rengek Sehun menyaingi anak mereka yang paling kecil.

"Hmmm kan cuma sehari Mas, palingan malem aku juga udah balik. Kamu juga biar sekali-kali ngurus anak-anak, bukannya ngurusin kerjaan aja!"

Sehun mengerucutkan bibirnya. "Kamu kok kayak nggak terima gitu?"

"Bukannya nggak terima, tapi kan mereka bukan cuma punya Ibu doang, kan? Mereka juga pengen ngabisin waktu sama Bapaknya!" jawab Irene dengan mencubit kecil hidung Sehun.

Sehun mengacak-acak rambutnya mengemban tugas dari istri tercintanya untuk menjaga anak-anak besok karena Irene harus pergi ke acara pernikahan sepupunya untuk bantu-bantu disana.

"Besok aku berangkatnya pagi-pagi ya, kamu jagain anak-anak! Semua keperluan yang bakal kamu butuhin udah aku siapin, juga ini!" tutur Irene seraya menyerahkan selembar kertas pada Sehun, suaminya.

Tanpa disuruh Sehun membuka selembar kertas yang sudah ada coret-coret tangan sang istri.

"Nah, itu apa aja yang harus kamu lakuin. Dari mandiin, buatin sarapan, nemenin main, belajar, ngajak jalan-jalan, buatin cemilan, nemenin bobo siang dan lain-lain. Terus tolong siangnya angkatin jemurannya juga, ehm terus kemeja kamu setrika yang buat kerja besok juga ya, apalagi ya..." panjang lebar Irene menerangkan yang kemudian hanya ditatap pasrah oleh Sehun.
"...Udah keknya? Oh ya siramin tanamannya juga ya pagi. Udah itu aja!" Irene mengacungkan jari telunjuknya.

𝙇𝙚𝙢𝙤𝙣 𝙏𝙚𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang