Sebelah headset terlepas dari lubang telinga milik gadis dengan iris cokelat madu terang. Sebuah seruan yang datang dari luar kamarnya sukses menarik atensinya. Pintu kayu yang tidak tertutup rapat membuatnya bisa mendengar suara tersebut.
“Irene, sudah siap? Ayo pergi!”
Yang dipanggil Irene menghela nafas. Gadis itu sudah mengatakannya kemarin bahwa dirinya sama sekali tak berminat datang ke festival. Sebagai respon kepalanya menggeleng pelan.
“Jangan berdiam diri di kamar terus! Ayo kita keluar, mencari udara segar, oke?” Gadis dengan netra segaris itu membalas. Tungkai sudah membawanya duduk disisi ranjang milik Irene.
“Jika hanya untuk mencari udara segar, aku bisa mendapatkannya secara cuma-cuma dengan duduk di balkon.” Irene hendak menyumpal lubang telinganya dengan headset yang sebelumnya tercabut namun, niatnya terhalang.
Seulgi, gadis sipit itu menahan tangan Irene. Wajah memelasnya ia pampangkan agar Irene mau diajak pergi. Keluar rumah setidaknya.
“Seul...”
“Rene...”
Helaan nafas terus terdengar dari mulut Irene. “Kenapa tidak kau ajak Jimin saja, hmm? Dia pasti bersedia untuk kau ajak kemanapun.”
“Hari ini jadwalku kencan bersamamu! Tidak ada si sipit itu!”
“Ngomong-ngomong kau lebih sipit,” celetuk Irene yang pada akhirnya melepaskan headset miliknya, meletakkannya di atas ranjang. “Hanya sebentar, setelah itu aku mau kita pulang,” sambung Irene yang tidak ada pilihan lain selain memenuhi permintaan Seulgi. Gadis Kang itu akan merengek sepanjang hari jika inginnya tak terpenuhi.
“Yeay, aku mengerti!”
“Tunggu diluar, aku mau ganti baju.” Irene bergerak mendekati lemari.
Seulgi anjak dari tempat duduknya. “Mau kubantu?” tawarnya melihat Irene yang dalam posisi duduk mengangkat tangannya untuk sekedar mengambil sepotong pakaian.
Belum merespon, Irene sudah mendapati pakaian yang ia maksud sudah diambil dan diletakkan Seulgi diatas pangkuannya.
“Syal juga?”
Gadis yang menempati kursi roda itu mengangguk. “Yang warna ungu muda itu.”
🍋🍋🍋
Udara terasa hangat. Festival musim semi kali ini digelar seperti tahun-tahun sebelumnya. Acara itu berlangsung pada hari pertama bunga sakura bermekaran. Di masing-masing sisi jalan yang ditempati untuk bazar seluruhnya didominasi oleh pohon yang bermekaran bunga berwarna merah muda itu.
Irene sebetulnya menyukai pemandangan bagaimana orang-orang saling berinteraksi dengan hangat di tengah-tengah acara festival dilatarbelakangi oleh beberapa pohon sakura begini tapi, keadaannya yang membuat dirinya secara otomatis menutup diri. Bahkan terkadang saat mobil sang Ayah tak sengaja melintas melewati acara festival, Irene selalu meminta Ayahnya untuk memperlambat laju mobil agar ia dapat lebih lama menatap aktivitas orang-orang disana. Ingin diri bergerak keluar tapi, kaki tak menghendaki.
“Rene, coba lihat!” Seulgi berhenti mendorong kursi roda yang Irene tempati. Mata gadis itu tampak berkilauan melihat beberapa aksesoris yang didominasi bunga yang berada di stan persis di sampingnya. “Bukankah ini cantik?” tanya Seulgi menyentuh jepit rambut dengan beberapa kelopak bunga mainan sebagai hiasannya.
“Kau mau? Ambil saja.”
Tampaknya gadis Kang itu belum bisa memutuskan. Ia ingin membeli jepit rambut itu tapi, bagaimana jika nanti tidak terpakai? Seulgi itu suka mengumpulkan barang yang ujung-ujungnya tidak dipakai.