Huft! Katakanlah Mina murahan, tidak tahu diri, istri kurang ajar, karena akhirnya dia membiarkan King memasukinya. Bahkan dua kali!
Rasa bersalahnya hilang berganti dengan perasaan impas, saat tiba di rumah sore harinya. Red sedang dicumbu oleh Indila di ruang tengah. Mundur perlahan, Mina bersembunyi di balik dinding. Jantungnya sempat berdebar—cemas kalau-kalau kedua insan itu menyadari kepulangannya.
Impas, Red! Walau apa yang telah kulakukan dengan kakakmu jauh lebih buruk! Mina bersandar di dinding, memejamkan mata, tanpa sadar tersenyum. Eh, untuk apa? Sedetik kemudian dia bingung sendiri kenapa merasa senang karena kenyataan yang terjadi.
“Kau mencium pria beristri,” tegur Red. Nada suaranya tidak berarti apa pun.
“Memangnya aku peduli? Tidak.” Indila membenarkan posisi tangan kanannya. Bukan cuma Mina yang terkilir, dia juga. Tadi Indila bersembunyi, berlari diam-diam saat melihat dua ekor harimau mencari makan di tengah hutan. Niatnya menemui Mina, malah tersasar ke sana. Ketika berlari sambil terus memastikan situasi di belakangnya, Indila tersandung batang kayu melintang di tengah jalan. Terjatuh dengan tangan kanan yang terjepit di antara tubuh dalam posisi memutar hingga tangannya berdenyut sakit, sulit digerakkan.
“Dulu kau peduli.” Terbiasa waspada, Red melihat ke arah dan sudut rumah yang terasa mencurigakan baginya.
“Sekarang tidak lagi, saat kutahu kau memilih membuka diri dan hatimu untuk wanita asing.”
“Apa salahnya?” Red bersiap bangkit, Indila menahannya.
“Salah. Kau berniat membuang rasa sukamu padaku. Itu salah, Red.”
“Aku tertarik.”
“Pada Mina?” Indila terkejut. Red yang dikenalnya sulit menyesuaikan diri dengan orang lain, apalagi orang baru dan mengatasnamakan perasaan. Selama melihat kedekatan, bahkan hubungan yang terlalu intens antara Mina dan Red, dia pikir Red cuma sengaja membuatnya panas, cemburu. Tidak yakin bahwa Red sungguh-sungguh tertarik pada Mina. Sebenarnya, bukan tidak yakin, hanya mencoba mengingkari dugaan terburuk—Red jatuh cinta pada Mina.
Red melepas tangan Indila yang mencegahnya pergi. Ada yang harus dipastikan. Melangkah cepat dia menuju ruang tamu.
Perkiraan Red memang tepat. Ada seseorang tadi sana, namun ketika dia memeriksa, tidak terlihat siapa pun. Mina sudah pergi diam-diam enam menit lalu.
Saat Red kembali, dilihatnya Indila terbaring di sofa. Didekati, namun tetap dalam posisi berdiri di samping, bukannya duduk. “Ke mana perginya Mina?”
Indila meraih tangan Red, dibawa dalam pelukannya. “Aku tidak bohong. Juga tidak salah lihat. Mina dibawa pergi oleh kakakmu.”
“Kenapa tidak kau kejar?”
Indila merasa lelah mendengar pertanyaan yang sama sejak awal kedatangannya ke rumah Red. “Sudah kukatakan, kondisiku tidak memungkinkan untuk mengejar mereka. Kau sungguh tidak percaya padaku?”
Red melihat tatapan putus asa Indila. “Aku tidak percaya kemampuan bertahan tubuhmu cuma sebatas itu.”
“Aku tidak bohong,” rengek Indila. Sudah lama tidak bertingkah. Jika bukan dengan Red, dia tak sudi bermanja konyol begini. “Bisa kau rasakan? Aku demam, Red.”
Membenarkan dalam hati, Red merasakan hangat di atas normal, ketika Indila meletakkan telapak tangannya di kening wanita itu.
“Kuantarkan kau pulang.” Red menarik tangannya dari kening indila.
“Aku tidak mau.” Melemah putus asa suara Indila disertai gelengan kepala. Wajahnya memerah, matanya sayu mengerjap.
Ketika Red siap pergi meninggalkannya, Indila sampai terjatuh dari sofa karena menangkap lengan Red.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐚𝐤𝐞 𝐘𝐨𝐮 𝐌𝐢𝐧𝐞
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐰𝐚𝐬, 𝐚𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐀𝐤𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐞𝐝𝐮𝐥𝐢. 𝐓𝐞𝐫𝐩𝐚𝐤𝐬𝐚 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤, 𝐮𝐜𝐚𝐩𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐦𝐩𝐚𝐡𝐧𝐲𝐚. 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐩𝐚𝐬𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧.❞