Zara gugup. Bisa jadi karena akan bertemu pria segagah Red Blackwood atau karena ini kali pertamanya menghabisi lawan lewat cara ekstrem—membunuh.
Biasanya, Zara hanya akan ‘mematikan’ bisnis lawan menggunakan cara licik. Membalas dua kali lipat dari apa yang telah dia terima.
“Siapa orangnya?” Red belum duduk, tapi sudah memberi pertanyaan.
“Terburu-buru?” Zara tersinggung dengan sikap Red yang begitu sombong.
“Ya.” Ditariknya kursi, lalu duduk.
Zara melipat kedua lengan di depan dada, bersikap angkuh karena mendapat perlakuan yang sama. Tidak percaya kalau Red terburu-buru. Itu cuma alasan. “Kau butuh rencana sebelum bertindak.”
“Itu urusanku. Beritahu saja padaku siapa dia dan ke mana harus kubawa kepalanya.”
Dia mengatakannya dengan begitu mudah. Seolah memutus kepala orang lain cuma seperti memetik buah apel di kebun tetangga. “Kukirimkan semua data pribadinya padamu sekarang. Tidak aman menyebut namanya di tempat umum seperti ini.”
Red melirik semua sudut. Memang sedang ramai. Padahal tidak masalah bila disebut. Kebiasaan putra-putra Blackwood yang tidak kenal takut, tentu hal semacam menyebut nama target di tempat umum tidak akan berpengaruh apa pun.
“Mana?” Zara menadahkan tangan. Sedari tadi dia menunggu Red menyerahkan ponsel padanya atau paling tidak, menyebutkan nomor yang bisa dihubungi.
“Kirimkan ke nomor yang biasa kau hubungi.”
“Itu nomor temanmu.”
“Jack bekerja untukku.” Red bersikeras.
“Ck! Apa cuma orang tertentu yang boleh tahu nomor ponselmu?” ejek Zara.
“Kau benar sekali.”
Raut menghina di wajah Zara memudar. Berganti dengan kekesalan sambil memutar bola mata. “Sangat tidak adil.”
“Jadi, kau mau kepalanya kubawakan untukmu?” Red mengalihkan topik.
“Tidak perlu. Kubur saja dengan benar.”
“Kepala terpisah dari tubuh?”
Tanya jawab yang membuat Zara hampir mual. “Tidak, jangan. Meski mereka terpisah, kuburkan saja jadi satu.”
“Okay.” Tanpa pikir panjang Red berdiri. Tugasnya sudah jelas, sehingga tidak perlu lagi ada pembahasan lain.
“Masih ada sisa satu kepala lagi, bukan?” Sedang menahan mual, Zara bertanya hanya demi bisa mencegah Red pergi meninggalkannya.
Red melirik Zara. “Kalau kau mau sekalian, silakan kirimkan semua data diri target pada Jack.”
Zara menghela napas. Mual yang berhasil teratasi. Cukup dengan menatap wajah sombong, tapi tampan di depannya. “Tidak sekarang.”
“Okay. Terima kabar dari Jack dalam dua puluh empat jam.”
“Hei!” Zara sampai terburu berdiri, cepat sigap menahan lengan Red. “Tidak bisakah kau minum denganku?”
Red menatap Zara yang rupanya memohon lewat raut wajah dan sorot matanya yang sendu. “Aku tidak punya waktu.”
“Setengah jam—oh, dua puluh menit saja. Hmm? Mau, ‘kan?”
“Aku sungguh tidak punya waktu untuk minum denganmu, Zara Balthazar.” Red mengambil ponsel di saku celana, memastikan kalau si istri mengabarinya tentang apa saja. Terutama kesan dan perasaan Mina di hari pertama bekerja. Tidak ada. Apa dia lupa?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐚𝐤𝐞 𝐘𝐨𝐮 𝐌𝐢𝐧𝐞
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐰𝐚𝐬, 𝐚𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐀𝐤𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐞𝐝𝐮𝐥𝐢. 𝐓𝐞𝐫𝐩𝐚𝐤𝐬𝐚 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤, 𝐮𝐜𝐚𝐩𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐦𝐩𝐚𝐡𝐧𝐲𝐚. 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐩𝐚𝐬𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧.❞