2. Ciuman Paksaan

575 55 0
                                    

King melepas ciuman mereka, tapi tidak membiarkan Mina lolos. Dicekiknya Mina, ditindih agar tidak mampu melawan. Dirasai lidahnya sendiri yang terluka dan berdarah.

“Wah, wah. Kau pintar menggigit, ya?” King terkekeh. Menatap Mina yang terengah parah, tidak lagi kedinginan, karena mereka sedang bergumul panas. Bukan bercinta, bukan—namun lebih nikmat dari sensasi melayang karena penyatuan. Bagi King, sulit mendapatkan lawan yang mau bersikap kasar terhadap dirinya. Semua dari mereka—para wanita—patuh, menurut padanya.

Diminta menjilat, pasti dilakukan. Diperintah mengulum, jelas dipatuhi. Tidak perlu memaksa mereka, karena dengan suka rela wanita-wanita itu bersedia telentang telanjang di tempat tidur King.

Berpikir keras mencari cara membalas yang tepat, tidak ada niat dalam hati Mina untuk bernegosiasi dengan orang gila seperti King. Melawan. Cuma melawanlah yang harus dia lakukan.

Walau dalam diam dengan mata saling bertatapan, King dan Mina merasa seolah memahami isi pikiran satu sama lain.

“Terus lawan aku, Mina. Memang seperti itulah caramu untuk bertahan hidup.”

Napas terengah Mina berangsur teratur. Memejam sejenak matanya. Saat terbuka, wajah King langsung ada di depan wajahnya. Sangat dekat, saling menatap mata satu sama lain.

King tersenyum segaris. “Ngomong-ngomong, Mina, paman gilamu itu mendatangiku kemarin. Memberiku sebuah penawaran yang sangat menarik.”

Ekspresi menantang di wajah Mina memudar. Berganti pucat perlahan-lahan. King menemukan kelemahan Mina.

“Kau percaya padanya, kau tolol.” Mina menyeringai, menyembunyikan ketar ketir di hatinya.

“Begitukah?” King tertawa, namun tangannya meraba paha Mina yang terbalut jeans hitam ketat. “Bercintalah denganku satu kali agar kulupakan apa yang sudah pamanmu tawarkan padaku.”

Mina tidak mau tertipu. Justru dialah yang seharusnya menipu King. “Katakan, penawaran apa yang pamanku berikan padamu?”

King menggesek bagian depan tubuhnya, ke bagian terintim Mina. Membuat Mina mencengkeram pinggang King sambil setengah terbangun. Saat tangannya berniat memberi remasan kuat pada junior King, pria itu tertawa dan malah menjauhi Mina.

“Akan kuberitahu apa pun kalau kau bersedia kumasuki.”

Tidak membalas King dengan sumpah serapah, Mina merapikan diri, memeriksa bahwa blus berbahan satinnya yang mulai mengering, lalu membenarkan letak kursi agar kembali ke posisi semula. Aku tidak akan kalah darimu, Bajingan!

Menyalakan mesin mobil, King tidak memedulikan Mina yang tiba-tiba melompat ke kursi depan. Cuma terkekeh pelan, mengeluarkan pistolnya untuk diarahkan lurus ke samping.

“Duduk yang tenang, Mina. Meski sedang menyetir, aku ahli menggunakan pistol dalam posisi ini.”

“Bukannya kau suka saat aku melawanmu?”

King tertawa. Menggaruk alisnya menggunakan mulut pistol. “Ah, kau benar. Silakan melawan. Mungkin kau bisa merayap naik ke pangkuanku, lalu mengacaukan perjalanan kita dan berakhir dengan menabrak pohon atau pagar pembatas.”

Mina ikut tertawa sekejap. Mengabaikan provokasi King, duduk menyamping untuk bertanya serius. “Jadi kau tahu tentang perjanjian yang kusepakati dengan tuan Logan?”

Tidak perlu menoleh, dalam fokusnya menyetir di bawah gerimis tipis yang deras, King menjawab. “Mustahil aku tidak tahu. Karena aku tidak ada di sana saat kau melakukan perjanjian dengan ayahku, bukan berarti aku tidak tahu.”

“Tapi, Red sepertinya tidak tahu.” Mina memberitahu.

King mendengus. “Sepertinya dia cuma pura-pura tidak tahu.”

𝐌𝐚𝐤𝐞 𝐘𝐨𝐮 𝐌𝐢𝐧𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang