12. Main Gila

222 7 0
                                    

Malam panas mereka berakhir dengan tidur sambil berpelukan. Namun Mina terbangun karena sentuhan geli di telapak kakinya. Seperti ada yang menjilat di bawah sana.

Hah? Apa? Mina tersadar sepenuhnya, ketika melihat ada sosok di bawah sana. Di bawah ranjang, tepat di kakinya. Ditutupnya mulut sanking terkejut.

Yang tampak cuma setengah tubuh. Pastinya sosok itu sedang berlutut atau berjongkok. Sorot matanya tajam dalam temaramnya cahaya kamar.

King? Mina merasa gila dan marah sekaligus. Dilepasnya dengan hati-hati pelukan posesif Red, lalu menyibak selimut dan turun dari ranjang meski tanpa pakaian. Yah, sosok di depannya juga sering membuatnya tidak mengenakan apa pun. Dan mereka juga suami istri sah. Jadi apa masalahnya? Mina cuma merasa tidak nyaman.

Didorongnya dada King yang kini sudah berdiri berhadapan dengan Mina.

“Aku tidak mau ikut campur, kalau kalian saling membunuh di sini,” desis Mina tajam.

King terkekeh tanpa ditahan-tahan, seperti biasa. Mina panik, segera melihat ke arah Red sambil mencari-cari pakaiannya.

“Tetap begitu,” cegah King. Tangannya erat mencengkeram pergelangan tangan Mina. “Dia tidak akan terbangun.”

“Apa?” Mina menoleh. Mencari apa yang salah. Menemukan segelas air dan botol obat di meja samping tempat tidur.

“Red mengonsumsi obat tidur di waktu-waktu tertentu. Dan inilah kesempatan yang tepat untukku bertindak.” Tidak terkekeh, namun suara King terdengar penuh kepuasan. “Aku tidak curang. Dia sendiri yang gegabah.”

Mina mengepalkan tinju, tanpa berniat melayangkannya. Buang-buang tenaga. Tetap membungkuk bertujuan memunguti pakaiannya, meski tangan kanannya masih dicengkeram kuat.

King menarik Mina. Kuat, kasar. Hingga celana dalam yang sempat diraihnya terjatuh lagi.

“Jangan turuti aku. Karena aku akan memaksamu.” King mengangkat tubuh Mina, lalu diturunkan tepat di depan dinding. Ditempelkannya tubuh bagian depannya pada Mina yang sudah melekat di dinding.

Mina diam. Bukannya melawan, justru menikmati. Namun berusaha berpikir jernih, bersikap adil. “Bersabar enam hari lagi ternyata kau tidak mampu. Curang.”

Selalu terkekeh, King melebarkan kedua kaki Mina dengan satu tangannya. “Yang Red tahu aku bermain adil. Kalau kau diam, dia tidak akan tahu apa pun saat bangun nanti.”

“Bajingan,” desis Mina kala tangan King sudah menyentuhnya. Kasar, namun hangat dan membuat candu.

Mina harus bertahan karena dia pun membiarkan King memaksanya terus menerus. Apa masih bisa disebut pemaksaan?

Mereka bermain di kamar, di hadapan Red yang tertidur pulas. Mengerang saat pelepasan setelah bergerak aktif selama sebelas menit.

“King sudah,” tahan Mina, ketika King membawanya ke kamar mandi.

“Ini pemaksaan, Sayang.” King menyalakan shower. Sengaja basah-basahan. Menjepit Mina di antara dirinya.

Mina merasai, bukan membuat perbedaan. Keduanya adalah suaminya. Dua kakak adik yang ‘gila’ jika sudah menyangkut urusan menyatukan diri dengannya.

“King,” serak Mina. Hampir, dia hampir sampai.

“Aku datang, Mina.” King mencium Mina dengan brutal, dibalas serupa. Mereka selesai di menit ke delapan.

Keluar dari kamar mandi, King mencuri selimut lain di lemari.

“Hei—”

“Beruntung tidak kuambil selimut yang sedang dipakai suamimu,” tunjuk King tepat lurus ke arah Red. “Aku masih baik hati, bukan?”

𝐌𝐚𝐤𝐞 𝐘𝐨𝐮 𝐌𝐢𝐧𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang