Setelah malam penuh rayuan, tanpa permohonan.
“Indila di luar?” Mina bertanya selagi Red membungkus tubuhnya dengan selimut. Memaksanya mandi.
“Aku tidak tahu.”
“Jadi kenapa memaksaku mandi?” Mina tidak melawan, kecuali bila King yang melakukannya.
“Kalau kulihat kau masih malas-malasan di ranjang, aku bisa memakanmu sampai siang nanti.”
“Coba saja,” tantang Mina dengan segera melepas diri dalam bungkusan selimut. Menggerakkan kedua kaki kurusnya hingga melingkar erat di sekeliling tubuh Red. “Makan aku.”
“Satu babak sebelum mandi.” Red setuju. Tangannya menyingkirkan selimut yang mengganggu.
“Kenapa cuma satu?”
“Dua.”
“Tiga,” bantah Mina segera, sambil melawan Red karena tidak mau ditindih. Memaksa Red berbaring telentang, sementara dia merangkak di atas tubuh si suami.
Saling memuaskan, tidak mau kalah satu sama lain sudah dimulai.
***
“Red sialan,” umpat Mina pelan selagi berjalan dalam keadaan sulit—sakit, akibat dari aksi ranjang yang menggebu-gebu.
Indila pura-pura tuli. Memilih berada beberapa langkah di belakang Mina, daripada di sisi wanita itu. Sakit hati bila harus terlalu lama membiarkan perasaannya ikut ambil bagian.
“Masih jauh?” Bukan protes, cuma bertanya.
“Sepertinya.” Indila acuh tak acuh.
“Kau tidak tahu di mana tepatnya?” Mina mulai kesal, berhenti melangkah menyusuri setapak sunyi yang mengarah ke dalam hutan.
Indila berjalan tanpa memedulikan Mina, melewati, memeriksa ponsel sambil matanya ke sana kemari. “Lima ratus meter lagi.”
“Kau tahu akibatnya bila menyesatkan jalanku.” Mina mengancam santai, tanpa maksud apa pun.
“Tanya suamimu kenapa kau harus berlatih menembak di tempat seperti ini.” Indila pun menanggapi biasa saja. Tidak mau dianggap masih terbawa perasaan.
“Ah, ya. Tadi lupa kutanyakan.” Setengah membungkuk, Mina menyentuh tumitnya. Sudah badan sakit semua, nyaris tidak dapat berjalan, ditambah lagi dengan lecet karena flat shoes yang dikenakannya kekecilan. Terburu-buru tadi. Red memintanya belajar menembak. Dirasa benar dan memang perlu, Mina menurut. Orang kepercayaan Logan yang nanti akan mengajarinya.
“Kurasa—”
Dor!
Suara tembakan yang mengejutkan. Indila tidak jadi melanjutkan ucapannya. Memastikan pistol ada bersamanya.
“Asalnya dari sana,” tunjuk Mina ke belakang.
“Mungkin ada yang berburu.” Sebenarnya tidak yakin, Indila hanya mencoba agar Mina tidak panik dan ketakutan.
Terbiasa tidak mudah percaya pada siapa pun, Mina coba berpikir cepat sementara debar jantungnya makin kencang.
“Kita pulang.” Indila mengatakan yang sebenarnya sudah direncanakan oleh Mina.
“Setuju.” Mina berbalik. Sepatu ditenteng di tangan, melangkah sendirian dengan cepat, sementara Indila ada di belakang.
“Indi ....” Tubuh Mina sudah berbalik, tegang seketika, namun berusaha dibuat tenang. Sulit merasa tidak panik sebenarnya, ketika dia menyaksikan Indila telah ditawan seorang pria berkulit gelap dengan pisau di depan leher si pengawal pribadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐚𝐤𝐞 𝐘𝐨𝐮 𝐌𝐢𝐧𝐞
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐰𝐚𝐬, 𝐚𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚! ❝𝐀𝐤𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐞𝐝𝐮𝐥𝐢. 𝐓𝐞𝐫𝐩𝐚𝐤𝐬𝐚 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤, 𝐮𝐜𝐚𝐩𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐦𝐩𝐚𝐡𝐧𝐲𝐚. 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐩𝐚𝐬𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧.❞