"Janitra."
Janitra mengenali suara berat itu.
Menoleh ke belakang mendapati Shapta berdiri menjulang dengan kedua tangannya berada di pinggang, terlihat berusaha mengatur nafasnya kembali normal setelah berlari.
"Eh? Mas Shapta dari dalam juga?"
Akting yang bagus, Janitra!
Janitra merutuki dirinya yang baru saja berbicara omong kosong. Lihat saja pria berjaket biru di hadapannya tengah tersenyum miring menatapnya aneh.
"Iya. Berarti yang tadi tatapan sama aku di dalam bukan kamu, ya? Aku salah orang berarti." Ucap Shapta enteng bermaksud menggoda Janitra yang wajahnya sudah merah padam karena malu.
Berdehem pelan untuk menetralkan rasa gugupnya, Janitra mencoba memasang wajah tanpa ekspresi andalannya jika menghadapi situasi yang sedikit menyulitkannya seperti saat ini. Wanita itu bahkan menyadari perubahan sebutan yang dilontarkan pria di hadapannya ini.
Udah berubah Aku - Kamu nih?
"Mas Shapta ngapain keluar? Masih asik banget, tuh, di dalam."
"Bosan banget di dalam, Jan." Shapta melirik sling bag yang menggantung di pundak kanan Janitra, "Mau balik?"
"Iya, ini tunggu orang buat jemput, Mas."
"Aku anterin aja gimana? Kebetulan aku udah mau balik juga ini."
"Eh? Apaan, sih, Mas! Nggak usah, bentar lagi asisten saya dateng kok."
Janitra sampai dibuat jantungan mendengar tawaran Shapta untuk mengantarnya pulang. Benar-benar Shapta Flirting Adyadhana!
Handphone di tangannya bergetar tanda sebuah pesan baru masuk, nama Amel tertera di sana mengabarkan jika ia akan datang sedikit terlambat karena harus mengisi bensin terlebih dahulu.Tidak tahukah Amel jika Janitra sedang dalam situasi genting sekarang? Berduaan dengan Shapta membuatnya tidak tenang, entah sejak kapan kemampuannya mengendalikan diri ketika menghadapi seseorang lenyap tak tersisa jika berhadapan dengan Shapta. Kesan dominan yang ditunjukkan pria itu seketika membuat Janitra ciut hanya dengan bertatapan dengan mata tajamnya.
"Kenapa? Asisten kamu nggak bisa jemput?"
"Bisa.. Bisa kok, Mas. Tapi agak molor soalnya harus isi bensin dulu."
"Yakin?"
Shapta melihat Rolex yang melingkari pergelangan tangannya dan baru menyadari sekarang masih jam sepuluh. Bisa-bisa Jovin, Wira dan Hanif mengamuk jika menyadari keberadaannya tidak lagi di sekitar mereka sekarang.
Janitra menggenggam erat tali sling bagnya, merasakan waktu berputar begitu lambat. Butuh berapa menit lagi Amel untuk sampai disini? Tiga puluh menit? satu jam?
"Mas Shapta balik duluan aja nggak apa-apa.""Aku tungguin deh sampai asisten kamu datang."
"Eh—
"Pilihannya cuma dua, Janitra. Aku anterin kamu pulang atau kamu ngizinin aku di sini sampai asisten kamu datang." Shapta mengulas senyum puas, ia yakin wanita di depannya tidak dapat membatahnya lagi.
Sedangkan Janitra memberengut sebal, tidak menyangka akan berada dalam situasi sulit seperti ini. Lebih tidak menyangka lagi dirinya membiarkan Shapta mengambil kontrol atas keputusannya. Apa-apaan?