Janitra memilih menikmakti pemandangan taman belakang rumah orang tua Shapta yang sangat memanjakan matanya. Banyak tanaman-tanaman cantik di sana, sama seperti di rumahnya.
Setelah merasakan kecanggungan luar biasa di ruang keluarga tadi, Janitra yang sadar akan kehadirannya di tengah-tengah keluarga pria itu membawa suasana kurang mengenakkan memilih berpamitan kepada Shapta untuk ke toilet yang kemudian diiyakan oleh pria itu dan menyuruh Shakira untuk menemani Janitra.
Bukannya langsung kembali ke tempat semula, Shakira mengajak Janitra untuk melipir ke taman belakang melewati sebuah lorong kecil dengan dinding kaca yang menghubungkan bagian belakang rumah dan taman belakang.
"Maafin sikap Ibuku tadi ya, Jan. Aku tahu tadi Ibu udah keterlaluan banget."
Suara lembut Shakira memecah keheningan, Janitra yang sempat melupakan kejadian tadi tiba-tiba tersentak dari lamunannya dan teringat rentetan kalimat Ibu Shapta.
"It's okay, Mbak. Salahku juga sih main datang aja padahal bukan keluarga, nggak diundang juga." Janitra berucap tak enak menatap Shakira dengan ringisan di wajahnya.
"Ngomong apa sih, Jan? Justru Mbak sama keluarga yang lain tuh nggak nyangka dan seneng liat Shapta akhirnya berani bawa perempuan di hadapan keluarganya." Shakira mengambil nafas sejenak, menatap lurus ke arah depan. "Mbak nggak mau jelek-jelekin adek sendiri di depan pacarnya, tapi kayaknya kamu juga tahu Shapta dan perempuan tuh gimana. Boro-boro dipacarin, habis dinner sekali aja pasti langsung dighosting sama dia."
Bukannya kaget mendengar pengakuan Mbak Shakira, seperti tebakan tadi Janitra malah tertawa geli merespon ucapan Kakak dari Shapta itu. "Wah... Aku the next perempuan yang dicampakkan Shapta jangan-jangan, Mbak?"
Shakira menepuk bahu Janitra dengan wajah tak setujunya. "Nggak gitu loh, Jan! Kamu itu beda! Lagian kalau si bajingan itu berani gituin kamu, nanti Mbak yang dengan senang hati tampar muka sok gantengnya itu." seru Shakira menggebu-gabu. Seolah dirinya sudah siap berada di kubu Janitra jika adik satu-satunya itu memperlakukan wanita di sampingnya dengan seenak jidat.
Janitra tersenyum menatap Shakira, tidak menyangka bahwa wanita ini sangat mendukung hubungan adiknya dan Janitra. Walaupun hingga sekarang belum pantas disebut sebuah hubungan, mengingat Janitra tak kunjung memberi jawaban pasti.
"Aku boleh tanya sesuatu, Mbak?
Shakira mengangguk sebagai jawaban.
"Perempuan yang tadi bareng Tante Ajeng... Siapa?" tepat setelah menyelesaikan pertanyaannya, dada Janitra terasa berdenyut sakit entah karena apa.
"Sita maksud kamu?" Shakira mendengus, memutar tubuhnya ke samping sehingga benar-benar menghadap ke arah Janitra, "Mantan gebetannya Shapta, udah sahabatan dari kecil karena keluarga kami dulu tetanggaan. Tapi pas udah gede, si Shapta ini malah naksir dan ujung-ujungnya ditolak. Friendzone katanya."
Sebuah fakta baru. Pantas saja Ibu Shapta begitu akrab dan terlihat sayang kepada wanita berambut pendek itu. Ngomong-ngomong, mengetahui bahwa seorang Shapta pernah ditolak membuat Janitra merasa geli, mengingat jam terbang pria itu terhadap perempuan.
"Kamu kepikiran dia? halah.. bukan sainganmu, Jan. Sita tuh taruh aja di masa lalu yang nggak punya tempat di masa depannya Shapta, sedangkan kamu punya tempat banyak. Mbak yakin kok Shapta nggak bego-bego amat ngelihat Sita tiba-tiba datang lagi."
Berarti prasangkanya benar, jika wanita bernama Sita itu hadir di tengah-tengah keluarga Adyadhana ada maksud lain.
Aduh, belum jadi pacar aja udah ada saingan nih?
"Udah yuk masuk, Jan! Kayaknya bentar lagi acaranya mulai."
Shakira meninggalkan Janitra yang gamang memikirkan rentetan kalimat yang diucapkan oleh Shakira barusan.
