Shapta bersama dengan Janitra sedang duduk bersantai di sofa bed milik wanita itu sambil menikmati serial Netflix yang akhir-akhir ini dinikmati Janitra. Entah sejak kapan pula, kehadiran Shapta di apartement Janitra bukan hal yang asing lagi. Sepertinya Shapta juga sudah menganggap unit milik wanita itu adalah rumah keduanya.
"You okay, Jan?"
Suara berat Shapta menarik Janitra dari lamunannya. Tepat setelah jam pulang kantor, Shapta langsung mendatangi apartement Janitra dengan alasan sudah sangat merindukan wanita itu.
"Nggak apa-apa kok, Mas."
Janitra memasang senyum sebaik mungkin untuk menyembunyikan perasaannya yang sejak pulang tadi menjadi tidak karuan. Apalagi kalau bukan gara-gara pertemuannya dengan Laksita tadi. Bukan tentang dirinya yang merasa diintimidasi dan takut dengan wanita berambut pendek itu, namun kalimat-kalimat tak berbobot yang dilontarkan Sita kepadanya membuat emosi Janitra tiba-tiba menggelegak naik. Janitra baru menyadari bahwa dirinya sudah lama tidak terpengaruh sampai segininya dengan ucapan orang terhadapnya.
Dan tentang pertemuan itu, sebaiknya tidak ia bahas dengan Shapta. Bisa-bisa pria itu akan mencecarnya dengan rentetan pertanyaan dan dugaan yang tidak-tidak.
"Sini, deh, aku kangen banget." Ucap Shapta bersamaan dengan tangannya terulur menarik tubuh Janitra sehingga menempel pada tubuhnya yang kini hanya dibalut kemeja yang mulai kusut dan celana kain. Jas dan vest yang dikenakannya ke kantor tadi sudah ia tanggalkan karena kegerahan.
Janitra yang ditarik pun hanya menurut saja, kedongkolannya seolah mendukung sisi lain dari dirinya untuk mencari pelampiasan dan entah kenapa kedekatan fisik dengan Shapta menjadi salah satu obat yang manjur untuk menenangkannya. Padahal secara tidak langsung, alasan kegundahannya adalah Shapta itu sendiri.
"Mas." Janitra yang menyenderkan kepalanya di dada Shapta sambil mendongak, menatap wajah pria itu dari bawah.
"Hm?"
"Kamu tahu nggak Sita cerai sama suaminya gara-gara apa?"
Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Janitra, langsung mengundang tatapan keheranan dari Shapta yang kini balas menatap kedua mata bulat Janitra.
Shapta bergumam panjang terlihat berpikir, "Aku udah lama nggak denger kabar dia dan malas cari tahu juga. Tapi waktu itu Mbak Ira sempet cerita sih kalau mereka cerai karena suaminya Sita tuh lepas tanggung jawab hampir satu tahunan." jelas Shapta dengan tatapannya yang fokus pada tayangan di hadapannya. Tangannya yang mendekap tubuh mungil Janitra tidak berhenti memberi usapan lembut pada lengan wanita itu, menyalurkan kenyamanan di sana.
"Maksudnya nggak ngenafkahin gitu?"
"Mungkin seperti itu."
"Sita yang ceraiin dong kalau kayak gitu?"
Shapta mengalihkan fokusnya, kini matanya kembali menatap Janitra yang masih mendongak ke arahnya. Diciumnya bibir pink milih wanita itu sekejap, merasa gemas.
"Kamu kenapa mendadak kepo, Jan?" Shapta tertawa geli di akhir kalimatnya.
Janitra mendengus dan menggeleng pelan, kembali menyandarkan kepalanya pada dada Shapta dan mengeratkan pelukannya. Mengisyaratkan bahwa Shapta hanya bisa dipeluk olehnya, miliknya.
Begini aja lo udah kalah 'kan, Laksita?
Janitra bergumam jahat.