Erangan keluar darinya. Peluh keringat terlihat mulai membasahi tubuh. Dalam remang suasana, gadis diatasnya masih terlihat bersemangat melakukan kegiatannya.
Remasan kuat di bahu tidak diperdulikan gadis cantik itu. Dia masih ingin mendengar suara rintihan Gracia yang tak pernah dia dengar sebelumnya. Yang membuat adrenalinnya kian melambung tinggi.
Rasa basah dileher membuat bulu kuduk merinding. Tapi tak menampik jika hal ini membuat Gracia terbuai dan meminta lebih.
Hampir 15 menit lamanya Shani memainkan bibir dan lehernya. Nafas panjang gadis itu membuat dia tak lekas menjauhi makananya. Apalagi tangannya dibawah sana masih aktif memainkan mainan barunya.
"Cicihhh.. Ahh.. " desahan dan remasan lebih kuat di bahu keluar dari Gracia begitu saja karena permainan Shani yang kian kasar. Rasa nyeri dibuah d*adanya membuat dia tak bisa lagi menahan suara miliknya.
Dan siapa yang menyangka, hal itu berhasil membuat si empunya bahu menghentikan aktivitasnya. Di angkatnya kepalanya; menatap Gracia di bawahnya yang kini tengah kesusahan menangkap oksigen disekitarnya.
Bibir gadis itu nampak bengkak, jejak basah juga tercetak jelas di sekitar wajah apalagi lehernya. Shani menelan salivanya sulit. Demi apapun Gracia terlihat begitu sexy sekarang.
Otak dan gerak tubuh kini saling berbenturan. Shani ingin sekali kembali menyentuhnya, tapi otak menahan dirinya untuk melakukan itu. Belum saatnya dia mengambil apa yang sangat di jaga oleh Gracia.
"Ge~ tampar aku sekarang"
Gadis yang sedang memejam berkonsentrasi menangkap oksigen berlahan membuka matanya. Dia menatap Shani diatasnya dengan bingung. Kalimat yang keluar darinya begitu mengganggu telinga.
"Sayang, tampar aku sekar- AKHH sayang sayang sakit" kalimat terputus dengan erangan. Diusap nya lengan kanan nya yang barusan di cubit oleh Gracia.
"Ge~ merah" lapornya sambil mempout. Bahkan sudut matanya terlihat basah kini. Cubitan tadi benar benar sangat sakit.
"Lagian kamu mintanya aneh aneh. Untung aja aku nggak tampar kamu beneran ya.. "
Poutan kian jelas dari Shani. Hal itu membuat Gracia mengurungkan niatnya untuk kembali memarahi. Apalagi saat menyadari jika suasana diantara mereka berubah drastis. Ditambah sikap sang dominan yang awalnya seperti singa lapar dan kehausan berubah menjadi anak kucing yang takut disakiti.
"Sini" akhirnya yang muda menarik gadis berlesung yang masih betah duduk di atas perutnya itu. Tapi karena kedua kakinya menumpu tubuh, berat tubuh Shani tak sepenuhnya berada padanya.
Gadis cantik itu kini merebah diatasnya. Memeluk tubuhnya mencari kenyamanan saat Gracia memeluknya.
Wajahnya semakin dibenamkan di leher. Menyembunyikan rona merah karena sekelibat memory beberapa menit yang tadi terputar di benaknya.
"Maaf ya udah cubit kamu. Sakit banget ya?" tanya Gracia khawatir mengelus belakang kepala dan punggung milik Shani.
"Nggak kok. Nggak apa apa" jawab sicantik menggeleng pelan menghadirkan rasa geli untuk Gracia. "Harusnya aku yang minta maaf sama kamu karena tadi sudah bertingkah berlebihan. Maaf ya aku kelepasan lagi" lanjutnya semakin merapatkan tubuh memeluk sang pujaan. "Harusnya juga tadi kamu langsung tampar aku biar aku bisa segera sadar"
"Aku mana tega, Ci" hela Gracia dengan jalan pikiran Shani. "Nggak mungkin kan aku ninggalin bekas merah diwajah cantik cici"
Shani tersenyum dalam posisinya akibat kalimat yang seperti pujian ditelinganya itu. Mungkin itu adalah kalimat biasa yang sering dia dengar. Tapi jika itu keluar dari Gracia di tengah keadaan mereka seperti ini, dia tak mungkin bersikap biasa saja kan?