56

14.1K 1.2K 540
                                    

Pagi menyapa tanpa disadari. Tak terasa betapa cepat waktu berlalu saat kedua mata terpejam erat itu terbelenggu di dalam dunia mimpi.

Terbangun lebih dulu gadis manis bergingsul berpiyama pink pendek itu. Bergerak kecil akibat serangan kenyataan jika aktivitas di hari baru akan berlanjut. Membuka perlahan kedua bola matanya, mengerjap sebentar sebelum akhirnya menyadari jika posisi tidur semalam tak pernah berubah sebelum mereka terlelap. Ia dan tunangannya.

Kebas tangan kanan terasa jelas; tangan yang dijadikan bantal oleh gadis yang masih senantiasa tidur dalam posisi memunggunginya ini. Terasa kecil jemari kanannya pun ikut digenggam oleh gadis sempurna itu dalam tidurnya. Sedangkan tangan kirinya,

Astaga..
Wajahnya memerah dengan tiba tiba. Tangannya masih didalam sana. Pantas terasa nyaman. Hanya saja, Gracia mati kutu tak berani bergerak.

Begitu malunya Ia jika mengingat apa yang Ia perbuat semalam. Lagi dan lagi, semua berawal hanya karena keisengan. Gracia hanya ingin kembali menggoda gadis Indira itu. Yang selama ini terlihat liar jika mengukungnya. Tapi jika dibalik, malah seperti anak kucing yang takut disakiti. Gracia cuma suka melihat segala ekspresi dan bahasa tubuh tak tenang nya. Dia candu pada itu.

Tapi siapa yang menyangka, Shani tunangan dominannya itu terlihat menerima perlakuan yang diberikan. Bahkan menahan tangannya untuk menyudahi situasi semalam.

Agak gugup dirinya karena perubahan itu. Jika Shani benar sudah terbiasa, Gracia benar benar harus menyiapkan 1001 alasan agar Shani tak gelap mata saat memandangnya dan membalas semua ini.

Menggeleng cepat akan pikirannya yang kejauhan. Gracia bergerak perlahan. Mengeluarkan tangan kirinya terlebih dahulu yang jelas di balas pergerakan lain dari gadisnya itu. Membatu tubuhnya dengan refleks.

Huft..
Syukurlah Shani tak terbangun.

Kini tangan kanan yang harus di jauhkan dari kepala gadis cantik itu. Gracia benar harus bergerak perlahan agar tak membangunkan. Tapi naas, pergerakan itu benar membuat Shani terganggu.

"Gege~" suaranya terdengar mengalun serak dengan mata memejam.

"Iya, ci. Ini aku" lekas Gracia menepuk nepuk lengan Shani agar kembali tenang. Setelah itu barulah Ia meraung tanpa suara akan segala rasa sakit di tangan kanannya yang semalaman dijadikan Shani bantal.

Kini dia tau bagaimana Shani harus menahan ini setiap pagi saat Ia membuka mata. Ternyata sepegal itu. Rasanya di malam malam ke depan, Gracia enggan tidur di tangan Shani lagi karena khawatir. Tapi sial, itu posisi tidur favorit Gracia. Sepertinya dia harus egois pada Shani untuk satu itu. Lagipula tidur di lengan Shani di tambah pelukan hangatnya adalah penghantar tidur paling mujarab bagi gadis Harlan itu. Dia tak mau menyudahi.

"Aku jera tau jadi dominan sama kamu kalau kayak gini" bisik Gracia meninggalkan kecupan kecil di pipi Shani sebelum beranjak bangun dari ranjang untuk membersihkan diri.

Bersungguh-sungguh anak itu. Dia benar tak mau lagi mengambil alih jika sudah bersangkutan masalah ranjang. Ini semua karena Feni yang memulai. Memang enak diawal, tapi untuk menyelesaikan hingga akhir, Gracia tak berani membayangkan. Dia mungkin memilih tak berkutik di bawah kukungan Shani daripada memimpin.

Lagipula Gracia belum se-pro itu untuk memuaskan pasangannya. Teori dan praktek itu berbeda jauh!
.

Meraung kecil gadis cantik itu saat Ia terbangun dari tidur lelapnya. Meregangkan otot di atas ranjang yang kosong, dia coba menerima rangsangan cahaya matahari yang masuk ke kamar.

Melamun sebentar memandangi langit langit kamar sebelum Ia bergerak mengambil ponselnya memeriksa waktu.

Masih pukul 6 pagi ternyata. Dia sudah berpikir terlambat bangun. Nyatanya malah terbangun terlalu cepat mengingat Ia berencana bermalas malasan setengah hari ini.

After Graduation ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang