"Ada apa?"
Rhea mengigit bibir saat suara Demeter terdengar. Dingin. Tidak sinis sih tapi bukan terdengar seperti ibu baik hati yang menyambut hangat anaknya.
Membuat Rhea tanpa sadar menghela nafas sebagai respon dari kesan pertama dia bicara dengan 'ibunya'.
"Mamah... Lagi sibuk?" Walau ragu, Rhea tetap bicara. Sejenak memejamkan mata guna menenangkan detak jantung yang mendadak membuatnya gugup.
"Lagi di luar. Kenapa?"
"Sagatra sakit, ma. Dia demam."
"Sakit?"
"Iya. Mama bisa ke sini? Aku nggak bisa ngurusin Sagatra."
Di sebrang sana Demeter tidak langsung menjawab. Rhea juga mendengar suara seseorang yang memanggil nama Demeter. Sepertinya wanita itu memang sedang berada di luar karena suasananya cukup ramai.
"Mamah lagi ada acara di luar. Nggak bisa di tinggal."
"Masih lama? Sagatra nolak minum obat dari tadi. Rhea bingung harus gimana. Mamah nggak bisa jenguk Sagatra sebentar, siapa tau dia mau minum kalo mamah yang ngasih?"
"Sagatra bukan anak kecil yang minum obat aja harus didampingi sama orang tua, Rhea. Kamu juga tunangannya, udah seharusnya kamu yang ngurus masalah sekecil ini."
"Maksud Rhea bukan itu-"
"Kalo panasnya makin tinggi panggil dokter aja. Mamah lagi di luar sekarang. Kalo keburu mamah dateng."
"Rhe-"
"Titip Sagatra ya? Inget kalo kamu tunangannya, jangan terus ngandelin mamah."
Panggilan itu terputus begitu saja. Rhea mendengus. Memandang kesal pada ponselnya yang sudah tidak lagi terhubung dengan Demeter.
Di dalam novel memang sempat ada penjelasan jika hubungan Demeter dan Sagatra tidak sehangat ibu dan anak pada umumnya. Tapi Rhea tidak pernah menyangka jika sedingin ini sampai Demeter lebih menyuruh anak angkatnya untuk merawat Sagatra alih-alih dirinya yang datang sendiri.
Rhea bukan tidak mau merawat Sagatra. Dia malah senang bisa dekat-dekat dengan pria tampan itu. Hiburan untuk matanya. Tapi tetap saja dia tidak terbiasa mengurus orang sakit ditambah Sagatra yang memang rewel dalam menolak apapun yang Rhea berikan.
"Malamg banget sih nasib kamu."
Pada akhirnya Rhea memilih berjalan menghampiri ranjang Sagatra. Lelaki itu sedang tidur. Itupun setelah mendapat paksaan dari Rhea untuk makan dan beristirahat.
Rhea memutuskan mengelus lembut rambut Sagatra. Gadis itu bahkan tidak sadar jika dirinya ikut naik ke atas ranjang dan duduk di samping Sagatra. Dengan usapan yang sesekali berlabuh di pipi Sagatra.
Kulit Sagatra yang terbilang putih membuat semburat merah di sekitaran pipinya terlihat. Dari sini saja Rhea bisa menebak jika malam nanti panas di tubuh Sagatra akan semakin tinggi.
"Tangan Lo ganggu. Bisa diem nggak sih?!"
Rhea menunduk saat mendengar suara Sagatra yang ternyata terbangun. Sesaat Rhea sedikit meringis, padahal niat Rhea baik ingin membuat tidur lelaki itu lebih baik karena Rhea menyadari beberapa kali Sagatra terlihat gelisah.
"Kenapa bangun?" Masih dengan posisinya yang duduk bersandar di ranjang, Rhea mengabaikan Sagatra. Tangannya tetap mengelus rambut lelaki itu. Membuat Sagatra mendelik sembari mengangkat tangan mencubit paha Rhea yang ada di depan wajahnya.
"Sakit, Sa.."
"Tangan lo ganggu gue tidur. Diem makanya."
"Kan lagi coba perhatian."
"Perhatian kagak ganggu orang iya. " Sinis Sagatra kesal karena gerakan yang Rhea lakukan di rambutnya membuat dia terusik.
"Mau ke rumah sakit atau panggil dokter? Aku nggak bisa rawat orang sakit..."
Bukannya menjawab, Sagatra malah menarik selimutnya ke atas leher lalu merapatkan tubuh pada Rhea. Menjadikan paha gadis itu sebagai bantalan kepalanya sebelum kembali memejamkan mata.
"Aku panggil dokter aja ya? Demamnya makin tinggi."
Sagatra menggeleng samar. Kali ini dia tidak menolak saat Rhea kembali mengusap kepalanya. Membiarkan tangan mungil itu bermain di sana untuk mengelus lembut rambutnya.
Bertengkar dengan Rhea tidak akan ada gunanya. Gadis itu terlalu keras kepala juga selalu saja memancing kekesalan. Jadi untuk kali ini biarkan saja.
"Kamu juga nggak mau minum obat yang aku kasih tadi."
"Nggak usah. Gue bukan bocah."
"Kalo di diemin aja nanti makin tinggi demamnya. Mamah juga tadi nyuruh panggil dokter aja."
Hening sejenak. Rhea sempat menundukan kepala untuk menatap Sagatra sebelum suara lelaki itu lebih dulu terdengar. "Mamah?"
"Iya." Rhea mengangguk menanggapi. "Tadi aku nelpon mamah. Ngasih tau kamu demam sama nanyain apa dia mau jenguk atau engga."
"Lain kali nggak usah ngasih tau mamah. Gue bisa sendiri."
"Aku nelpon karena nggak bisa rawat kamu sendirian."
"Gue nggak minta lo rawat. Pergi kalo emang nggak ikhlas."
Entah hanya perasaan Rhea atau bagaimana, suara Sagatra kini terdengar lebih dingin. Kedua tangan pria itu yang sejak tadi bebes kini bahkan bergerak memeluk pinggang Rhea. Melingkar erat disana sambil merapatkan tubuhnya pada Rhea.
Sesuatu yang membuat Rhea kebingungan setengah mati. Ingat. Selama ini Sagatra selalu marah-marah hingga skinship semacam ini terasa aneh.
"Jangan pernah nelpon mamah tanpa izin gue." Suaranya teredam di paha Rhea. Sagatra menjatuhkan wajahnya di sana sambil sesekali menggesekkan hidung hingga nafas panas pria itu terasa menusuk kulit paha Rhea.
Menghadirkan gelenyar aneh yang membuat Rhea bergerak tidak nyaman karena dirinya yang hanya memakai celana pendek sepaha sekarang.
"Aku ngabarin kalo kamu sakit. Lagian salah siapa dari tadi disuruh minum obat nggak mau. Aku nggak bisa ngurus orang sakit, makanya nanya mamah."
"Makanya belajar. Lo tunangan gue. Kalo apa-apa masih harus mamah gunanya lo di rumah ini apa." Sagatra kembali berkata. Kali ini terdengar lebih baik dari sebelumnya.
"Loh? Di anggap tunangan ya? Aku kira kamu udah lupa gara-gara kepincut pesona Kirana."
"Kirana emang cantik. Nggak kaya lo yang mirip monyet."
Sagatra mengumpat. Lalu dengan tidak berperasaan dia mengigit paha Rhea cukup kencang hingga gadis itu meringis dan memukul kepala Sagatra untuk menghentikannya.
"Sakit ih, nggak jelas kamu tiba-tiba gigit orang." Rhea berujar kesal disertai pelototan marah walaupun Sagatra sama sekali tidak menatap ke arahnya.
"Yang sakit tuh lo. Dasar anak setan!"
Lah? Rhea salah apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
RHEALLA : Antagonis's fiancee
RandomDalam novel Devastating Love, Sagatra itu antagonis yang menyukai kakaknya sendiri, a.k.a pemeran utama wanita. Lelaki itu mengejar Kirana. Namun sayang semua itu sia-sia karena sekeras apapun dia mencoba, Kirana hanya akan bersatu dengan tokoh utam...