RHEA || 19

46K 3.9K 451
                                    

"Pelan pelan." Daffian memperingati. Lelaki itu mengulurkan tangannya pada Rhea untuk membantu gadis itu berjalan.

Sesuai janji keduanya semalam, hari ini Daffian membawa Rhea ke tempat khusus yang keluarganya miliki untuk mencari rekomendasi bunga sebagai buket ulang tahun untuk Demeter.

Sekitar pukul sepuluh tadi, Daffian menepati janjinya dengan menjemput Rhea.

"Jauh banget. Lo nggak ngerjain gue kan?"

"Bentar lagi nyampe. Buruan."

Rhea tidak langsung menjawab. Gadis itu menatap sodoran tangan Daffian lalu menatap kembali wajah sang pemilik tangan. Cukup lama sampai akhirnya memilih menggapai tangan itu agar membantunya.

Mereka berada di kawasan khusus milik keluarga Daffian. Tempat yang katanya akan mereka datangi untuk mencari rekomendasi bunga yang akan Rhea jadikan buket nanti.

"Di mana?"

Daffian menoleh. Menatap Rhea sejenak sebelum menjawab. "Rumah kaca punya bunda. Bentar lagi nyampe, ada banyak yang bisa jadi rekomendasi."

"Yang biasa juga nggak papa kayanya. Cuma bunga, nggak usah sampe segininya."

"Buat nyokap lo kan?"

Rhea mengangguk singkat.

"Jangan setengah-setengah. Hari ulangtahun cuma sekali setahun. Kalo buat nyokap kenapa harus yang biasa?"

Rhea terdiam. Tidak langsung menjawab. Alih-alih itu, Rhea malah menatap Daffian yang berjalan disampingnya dengan sorot tak terbaca hingga sang empu juga menatapnya dengan kening mengerut.

"Kenapa?"

"Tumben lo banyak ngomong."

"Orang ganteng bebas." Ucap Daffian penuh percaya diri yang membuat Rhea melongok.

Gadis itu mengerjab. Kaget karena tidak biasanya Daffian seperti ini.

"Kok pede banget sih? Jadi takut ini bukan lo yang biasa."

Rhea meringis. Memasang ekspresi yang sengaja dia buat takut sampai Daffian mendengus karena kesal.

Memilih berjalan lebih dulu, Daffian meninggalkan Rhea di belakang. Membuat gadis itu mau tak mau segera mengejar Daffian agar kembali berjalan bersisian.

Keduanya kini berjalan bersebelahan. Rhea sesekali menatap sekitar, melihat pada hamparan bunga-bunga yang di tanam di sekitar jalan. Sepertinya kawasan ini khusus milik keluarga Daffian. Karena sejak awal mereka datang, Rhea tak melihat satupun orang selain mereka berdua yang beberapa pekerja.

"Gue kira lo gak deket sama nyokap,"

Rhea menoleh saat mendengar suara Daffian. Lelaki itu bertanya tanpa mengalihkan pandangan padanya. Pun, kedua tangan mereka sudah saling menggenggam seperti semula tanpa Rhea sadari.

"Kenapa gitu?"

"Itu alasan kenapa lo tinggal sama Sagatra kan? Dia yang bilang."

Ah, Rhea mulai mengerti kemana arah pembicaraan ini.

"Formalitas aja." Rhea menjawab seadanya. Membuat Daffian refleks menoleh guna melihat ekspresi gadis itu. "Tinggal sama Sagatra juga gak pengen pengen banget. Nyokap yang ngatur."

Memang benar kan? Rhea ada dan semua yang terjadi. Pun alasan kenapa dirinya tetap bersama Sagatra sampai sekarang adalah karena gadis itu sebatang kara tanpa siapapun.

"Udah lama tinggal sama Sagatra?"

"Dari kecil." Rhea menjawab. Sejenak terdiam memikirkan jawaban apa yang akan dia katakan sebagai alasan karena sepertinya Daffian bertanya seperti ini hanya sekedar untuk mencari topik percakapan.

"Sagatra anak susah cari temen. Dari kecil dia tertutup. Susah buat berinteraksi sama orang-orang padahal kalo diliat dia harusnya punya banyak kenalan."

Keduanya kini berhenti tepat di depan hamparan bunga mawar putih yang tertanam rapi. Rhea tersenyum. Tampak tertarik mengamati bunga-bunga tersebut.

Berbanding terbalik dengan Daffian yang kini justru sibuk menatap Rhea. Melihat setiap ekspresi yang gadis itu keluarkan. Matanya yang berbinar, bibir kemerahannya yang tampak indah mengulas senyum, pun, anak rambut milik Rhea yang beberapa kali bergerak samar diterpa angin, semua itu tak luput dari pandangan Daffian.

Keduanya tidak pernah dekat. Selama ini, Daffian hanya sebatas menghormati Sagatra hingga tidak menolak sama sekali setiap lelaki itu menyuruhnya untuk menemani atau menjemput Rhea. Padahal jika diingat, hubungan pertemanannya dengan Sagatra juga tidak sedekat itu sampai Daffian tidak sanggup menolak.

Lalu, kenapa Daffian sebegitu nya sampai tak pernah mencoba sekalipun menolak keinginan Sagatra?

"Semua keluarga lo suka bunga?"

"Nenek sama bunda. Ayah cuma ngedukung hobinya aja."

"Kalo lo?"

"Dari kecil bunda ngenalin hal-hal kaya gini. Mau gak mau gue paham."

Rhea mengangguk paham. Sedangkan Daffian, lelaki itu memilih melepaskan tangan Rhea dan berjalan mundur hingga berdiri beberapa langkah di belakang Rhea. Tak melakukan apa-apa, hanya diam seraya menatap punggung gadis itu yang tampak asik dengan kegiatannya.

***

Sagatra menatap ponselnya yang menampilkan pesan masuk dari Demeter. Pemuda yang tengah duduk di kursi tunggu rumah sakit itu tampak serius. Keningnya mengerut samar, tak teralihkan sama sekali dari ponselnya sampai mengabaikan Kirana yang baru saja keluar dari ruang rawat Angelina.

"Ngapain lo masih di sini?" Gadis itu bertanya. Berdiri tepat dihadapan Sagatra saat melihat sang adik masih duduk di bangku ruang tunggu padahal sudah dia usir sejak tadi.

Sagatra mendongak menatap Kirana. "Nunggu kakak, mau pulang sekarang?"

Kirana tak menjawab. Tanpa mengatakan apapun gadis itu melenggang pergi meninggalkan Sagatra hingga Sagatra buru-buru menaruh ponselnya kedalam saku dan berlari menyusul Kirana.

"Mau ke mana?"

"Bukan urusan lo."

"Tante nitip pesen buat jagain kakak."

Kirana berhenti. Berbalik menghadap Sagatra hanya untuk memberikan lelaki itu tatapan malas yang memuakan.

"Gak usah pura-pura. Lo nggak ada bedanya sama nyokap lo, sama-sama perusak di hidup orang." Kira menjeda sejenak ucapannya sebelum melanjutkan. "Gue nggak tau niat lo apa deketin mamah tapi jangan berpikir dengan lo ngambil hati dia bisa buat gue rumah sudut pandang gue ke lo. Sagatra, persetan sama fakta kalo kita saudara, gue nggak pernah Sudi nganggep lo sebagai adik gue."

Kirana mengatakan itu dengan penuh kebencian. Wajahnya memerah. Menahan amarah yang sudah sangat lama dia pendam setiap kali berkaitan dengan Sagatra ataupun Demeter. Bagi Kirana, kehadiran kedua orang itu hanya menghancurkan semua mimpi indah tentang keluarga yang ada dalam bayangan Kirana.

Semuanya hancur. Tidak ada lagi senyum serta kebahagiaan saat dia tahu jika ayahnya, William, memiliki wanita lain dibelakang ibunya.

Memilih menarik diri, Kirana mengabaikan Sagatra yang terdiam tanpa suara. Gadis itu berniat pergi.

Namun, baru lima langkah Kirana berjalan. Sagatra, lelaki yang sejak tadi diam tanpa mengucapkan sepatah katapun itu akhirnya mengeluarkan suaranya. Membuat pergerakan Kirana terhenti begitu saja.

"Daffian sama Rhea lagi di luar. Daripada nyari Daffian lebih baik pulang sama gue. Mereka mungkin aja lagi seneng seneng."

Hanya itu yang Sagatra katakan namun mampu membuat pertahanan Kirana runtuh. Niatnya yang ingin pergi menemui Daffian harus pupus saat mendengar Sagatra memberitahu jika Rhea pergi bersama Daffian.

Kirana menunduk. Menatap kedua tangannya yang mengepal bersama perasaan yang mulai campur aduk. Cukup lama, sampai akhirnya gadis itu merasakan sebelah tangannya digenggam oleh Sagatra sebelum ditarik masuk dalam pelukan lelaki itu.

Bahunya direngkuh bersama usapan yang turut Sagatra berikan dipunggung Kirana.

"Nggak harus Daffian kak, gue juga bisa jagain lo." Bisik Sagatra lirih tepat di samping telinga Kirana. Pun, lelaki itu menyempatkan diri mencium puncak kepala Kirana penuh kasih sayang.

RHEALLA : Antagonis's fianceeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang