Malam harinya, Rhea harus menerima kenyataan pahit bahwa dia ditinggal Sagatra sendiri karena lelaki itu pergi keluar. Entah kemana. Sagatra tidak bilang pada Rhea. Bahkan saat Rhea merengek meminta ikut atau sekedar dibawakan makanan saja Sagatra menolak.
"Malang banget nasib gue. Nelangsa kalo nggak ada Saga..." Rhea menghembuskan nafas. Gadis yang tengah duduk menatap jalanan dari bangku Indomaret itu terlihat menyedihkan.
Rambut diikat asal juga kaos putih oblong dan kolor hitam milik Sagatra yang sengaja dia pakai malam ini malah membuatnya terlihat seperti gembel.
Pantas saja Sagatra menyebutnya jelek. Rhea mengakuinya sekarang saat sadar betapa buruknya penampilannya.
"Daffian?"
Mata Rhea yang tadinya terlihat malas itu tiba-tiba berbinar saat melihat motor yang dikenalnya berhenti diparkiran Indomaret. Keningnya sedikit mengernyit sesaat sebelum mengembangkan senyum manis setelah yakin bahwa itu memang Daffian.
"Daffian!" Rhea memanggil. Setengah berteriak sampai dua orang laki-laki yang juga duduk di sana menatap kearahnya.
Diseberang sana, Daffian mengernyit setelah membuka helm. Rasanya seperti sebuah kesialan bertemu Rhea ditempat seperti ini. Lihatlah gadis itu yang tanpa tahu malu melambaikan tangan pada Daffian.
Daffian mendengus. Tidak menanggapi Rhea dan memilih memasuki Indomaret sesuai tujuannya dari awal.
Hal itu membuat Rhea meringis malu tapi tak urung tetap berbinar bersama pikiran bahwa dia akan memiliki teman mengobrol setelah ini.
Cukup lama Rhea duduk menunggu Daffian sampai akhirnya lelaki itu keluar. Tau jika Daffian tidak akan menolak, Rhea memanggilnya.
"Abis dari mana?" Tanya Rhea setelah Daffian duduk. Dia juga mencomot satu ciki dari kantong plastik yang baru Daffian beli.
"Minta ya..."
Bukannya menjawab Daffian malah menatap Rhea. Netranya memandang lurus wajah gadis itu dengan tatapan yang terlihat aneh. Mungkin geli melihat penampilan tidak terurus Rhea.
Tapi, itu semua buyar hanya dengan satu ucapan Daffian yang sukses membuat Rhea tersedak ciki yang dia makan.
"Kalo keluar pake baju yang bener. Bukan mamerin kissmark." Ujar Daffian acuh tak acuh sambil meminum soda kalengan miliknya.
Rhea melotot. Dia lupa jika sebelum ini sempat melakukan cepaka cepiki bersama Sagatra. Sebenarnya Rhea yang memulai, dia sedikit merindukan ciuman lelaki itu sampai tidak sadar jika Sagatra mengigit lehernya.
Berdeham pelan, Rhea mengusir kecanggungan yang tiba-tiba menyelimuti mereka berdua. "Hehe, Saga nya lupa diri..."
Daffian tak lagi menanggapi hingga menciptakan kesunyian diantara mereka berdua. Sampai akhirnya lelaki itu tiba-tiba bangun lalu menyodorkan jaket miliknya pada Rhea.
"Pake." Suara Daffian yang tiba-tiba membuat Rhea terkesiap. Hanya sesaat karena setelahnya Rhea langsung menyambar jaket itu dan memakainya.
"Mau gue anter balik apa sendiri?" Daffian kembali bertanya. "Sagatra bisa ngomel kalo tau lo keluyuran."
Rhea mengangguk-anggukkan kepala membenarkan. Tapi buru-buru menggeleng saat ingat jika di rumah tidak ada siapa-siapa.
"Sagatra lagi nggak di rumah. Mau muter bareng gue nggak?"
Sepertinya Daffian tidak keberatan mengikuti keinginannya karena lelaki itu tidak bicara apapun dan hanya berjalan menuju motornya diikuti Rhea.
"Mau kemana?" Daffian bertanya setelah motornya menjauh dari Indomaret.
"Cari makan aja. Gue laper belum makan."
Keduanya sama-sama diam. Rhea memutuskan menatap jalanan yang tanpa sadar membawanya hanyut pada ingatan tentang kehidupan pertamanya.
Dia anak pertama dengan satu adik perempuan yang masih sekolah. Ibunya meninggal saat usianya lima belas tahun, sedangkan ayahnya, setelah hampir tujuh tahun menduda, lelaki itu akhirnya menikah lagi dengan seorang wanita tanpa anak. Sepertinya mereka hidup bahagia karena semenjak pernikahan itu Rhea memutuskan keluar dari rumah dan tinggal bersama sang nenek.
Hanya sampai lulus kuliah, setelahnya Rhea keluar dan hidup mandiri. Dia membawa ikut serta adiknya mengingat anak itu tidak pernah mau jauh darinya.
Sekarang, tahu jika dirinya berada di tempat entah berantah ini Rhea sempat berpikir bagaimana keadaan adiknya. Apa anak itu makan dengan baik atau kembali kekeluarganya dan hidup kembali bersama sang ayah.
Tanpa sadar Rhea menghela nafas, berbarengan dengan Daffian yang tiba-tiba menghentikan motornya di sisi jalan.
"Ada apa?" Tadinya Rhea berpikir jika mereka sudah sampai tapi melihat tak ada satupun penjual makanan di sini Rhea cukup kebingungan.
Sedangkan Daffian, lelaki itu tidak menjawab dan malah menatap lurus ke sebrang jalan. Rhea mengikutinya dan sukses melotot kaget melihat Sagatra dan Kirana yang berdiri di sisi jalan.
Keduanya berpelukan. Lebih kepada Sagatra yang memeluk Kirana karena sepertinya gadis itu tengah menangis sambil beberapa kali terlihat memukul dada Sagatra. Astaga. Rhea hampir dibuat terperangah melihat kelembutan Sagatra dalam menenangkan Kirana, lelaki itu ternyata bisa damai juga tanpa marah-marah.
"Mau disamperin?"
"Hah?"
"Itu Sagatra kan? Mau ke sana?"
Rhea diam sejenak. Kembali menatap Sagatra di sebrang jalan yang terlihat sabar menghadapi Kirana. Sepertinya mereka sedang dalam kondisi yang tidak baik untuk diganggu.
"Ngapain?"
Kali ini Daffian menoleh kebelakang untuk melihat Rhea yang terlihat biasa saja.
"Mau makan di mana jadinya?" Daffian bertanya sebelum kembali melanjukan motornya.
***
"Sagatra bilang mau keluar?" Daffian memecah hening. Membuat Rhea yang tengah asik menyantap nasi goreng di depannya itu mau tak mau mengangkat wajah menatap Daffian.
Gadis itu menggeleng acuh. "Engga. Dia bilang mau keluar doang."
"Sama Kirana?"
"Nggak tau. Sagatra nggak bilang."
"Kenapa bisa bareng Kirana?"
Rhea mengerutkan kening heran mendapati pertanyaan beruntun dari Daffian. Sejak kapan lelaki dingin itu banyak bicara apalagi seputar Kirana. Apa mereka berdua memang sudah lebih dekat sekarang?
"Kirana—"
"Gue nggak tau, Daffian." Rhea memotong cepat. "Lagian kenapa tiba-tiba ngomongin Kirana, udah suka lo sama dia?"
Daffian enggan menjawab. Malah mengalihkan wajah kesamping menatap apapun selain Rhea. Entah apa yang dia pikirkan tapi melihat wajahnya yang tidak baik Rhea berpikir jika Daffian memang masih kepikiran dengan kedekatan Kirana dan Sagatra tadi.
"Kirana sama Sagatra nggak mungkin bareng, mereka berdua nggak di takdirin. Percaya sama gue." Seolah memberi keyakinan Rhea bicara. Bukankah ini menjadi salah satu tugasnya menepis keraguan Daffian pada Kirana. Bagaimanapun keduanya harus bersama.
Sedangkan Daffian malah menatap Rhea dalam diam. Kali ini lebih lama tanpa alasan jelas. Tidak mungkin karena kissmark karena Rhea sudah menutupinya dengan jaket Daffian.
Lalu, saat Rhea berniat kembali bicara suara tawa kecil Daffian lebih dulu terdengar. Lelaki itu menyeringai. Sedikit mengulas senyum remeh yang ditujukan pada Rhea.
"Ayo pulang. Gue ada janji abis ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
RHEALLA : Antagonis's fiancee
RandomDalam novel Devastating Love, Sagatra itu antagonis yang menyukai kakaknya sendiri, a.k.a pemeran utama wanita. Lelaki itu mengejar Kirana. Namun sayang semua itu sia-sia karena sekeras apapun dia mencoba, Kirana hanya akan bersatu dengan tokoh utam...